Analisis Sumber Penyebab Kehilangan (Loss) Minyak Goreng pada Proses Produksi Snack Taro di PT Unilever Indonesia, Tbk

(1)

SKRIPSI

ANALISIS SUMBER PENYEBAB KEHILANGAN (LOSS) MINYAK GORENG PADA PROSES PRODUKSI SNACK TARO

DI PT UNILEVER INDONESIA Tbk

Oleh : FEBRIANI

F24061689

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ii ANALISIS SUMBER PENYEBAB KEHILANGAN (LOSS) MINYAK

GORENG PADA PROSES PRODUKSI SNACK TARO DI PT UNILEVER INDONESIA Tbk

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh : FEBRIANI

F24061689

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

iii Judul Skripsi : Analisis Sumber Kehilangan (Loss) Minyak Goreng pada Proses Produksi Snack Taro di PT Unilever Indonesia, Tbk.

Nama : Febriani NRP : F24061689

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Tjahja Muhandri, STP, MT) (Ir. Suwandi Yulia Putra) NIP 19720515 199702 1 001

Mengetahui : Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.) NIP 19650814.199002.1.001


(4)

iv Febriani. F24061689. Analisis Sumber Penyebab Kehilangan (Loss) Minyak Goreng pada Proses Produksi Snack Taro di PT Unilever Indonesia, Tbk. Di bawah bimbingan Tjahja Muhandri, S.TP, MT dan Ir. Suwandi Yulia Putra

RINGKASAN

Taro merupakan merek dagang pangan snack yang diproduksi oleh PT Rasa Mutu Utama, Cicadas, Gunung Putri untuk PT Unilever Indonesia Tbk. Pada proses produksi makanan ringan Taro, proses penggorengan merupakan proses penting yang harus diperhatikan. Selama proses produksi, ditemukan fakta bahwa banyak terjadi kehilangan (loss) pada bahan baku minyak goreng. Tingginya loss minyak pada proses produksi mengakibatkan peningkatan biaya produksi. Namun tingginya loss minyak pada proses pembuatan Taro tidak diketahui secara pasti penyebabnya. Hal ini sangat merugikan bagi pihak produsen. Oleh karena itu, perlu dianalisis sumber kehilangan minyak goreng serta seberapa banyak jumlahnya.

Melalui kegiatan magang ini, secara umum dilakukan pengamatan pada seluruh proses produksi Taro dan secara khusus akan dilakukan pengamatan pada tahapan penggorengan yang berpotensi menyebabkan terjadinya loss minyak goreng. Dari hasil analisis sumber penyebab loss ini kemudian akan dibuat rancangan solusi alternatif perbaikan proses yang diharapkan dapat meminimalisir terjadinya kehilangan (loss) minyak goreng untuk mencegah kerugian perusahaan. Tahapan yang digunakan dalam menyelesaikan masalah meliputi : observasi masalah, menemukan faktor-faktor penyebab masalah, meneliti faktor yang paling berpengaruh, dan menyusun langkah-langkah perbaikan.

Permasalahan yang ditelusuri adalah tingginya loss minyak goreng pada proses pembuatan Taro. Loss minyak goreng yang dimaksud adalah banyaknya minyak goreng yang tidak tercatat penggunaannya pada sistem saat proses produksi sehingga dianggap sebagai bahan yang hilang selama proses produksi dan dihitung sebagai kerugian perusahaan. Observasi awal yang dilakukan adalah observasi langsung pada proses produksi dengan mempelajari proses penggorengan secara spesifik.

Faktor penyebab masalah loss minyak goreng pada proses produksi Taro meliputi : minyak yang tercecer di bawah sela-sela oil separator, kelebihan serapan minyak ke produk, adanya minyak yang tumpah dari kotak oil separator, banyaknya BS (bad stock) hasil goreng, serapan minyak pada ampas filter, minyak yang tercecer di bawah tangki filter karena ada pipa bocor, terjadi overweight pada proses pengemasan, banyaknya hasil gorengan terbuang di saluran penyaring oil separator, rejected minyak goreng. Rata-rata sebanyak 46,51 kg minyak terbuang dari ketiga batch fryer karena adanya minyak tercecer di bawah sela-sela oil separator. Pada saat produksi berjalan penuh, kelebihan serapan minyak hasil goreng dapat menyebabkan loss minyak sebesar 244,15 kg dalam sehari. Terdapat sebanyak 1048,50 kg minyak goreng yang hilang karena kelebihan berat saat pengisian produk ke dalam kemasan selama Februari 2010 dan sebanyak 1356,08 kg selama bulan Maret 2010.

Berdasarkan analisis diagram Pareto, faktor penyebab yang paling berpengaruh terhadap loss minyak goreng adalah kelebihan serapan minyak pada hasil goreng di batch fryer 1 dan 2. Kelebihan serapan minyak pada hasil goreng,


(5)

v yaitu sebesar 81,06% dari total semua penyebab di proses penggorengan batch fryer 1 dan 73,79% pada batch fryer 2. Pada batch fryer 3, faktor yang paling berpengaruh adalah minyak yang tumpah pada saluran saringan oil separator di batch fryer 3 sebesar 83,89% dari total semua penyebab di proses penggorengan batch fryer 3.

Kadar air pelet berpengaruh nyata terhadap kadar minyak hasil goreng sebelum proses pemisahan minyak di batch fryer 1 dan 2 pada tingkat kepercayaan 95% dengan analisis ANOVA. Semakin tinggi kadar air pelet, maka semakin tinggi kadar minyak hasil goreng sebelum proses pemisahan minyak. Pada batch fryer 1 karakteristik pelet dengan kadar air 10,6 % dan 10,92% tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng, namun waktu perputaran oil separator memiliki pengaruh nyata terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng. Pada batch fryer 2 karakteristik pelet dengan kadar air 10,57%, 10,73% dan 12,2% berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng setelah mengalami proses pemisahan minyak. Selain itu, waktu setting perputaran oil separator juga berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng. Ditemukan fakta bahwa waktu setting perputaran oil separator berbeda dengan waktu aktualnya. Berdasarkan analisis yang dilakukan, kadar minyak target sebesar 14% dapat dicapai dengan waktu aktual perputaran oil separator 5,56-8,04 detik pada batch fryer 1 dan 9,83-12,24 detik pada batch fryer 2 dengan menggunakan pelet yang memiliki kadar air sebesar 10,5-11,5%.

Upaya mengurangi loss minyak goreng yaitu dengan mengatasi masalah kelebihan serapan minyak goreng pada batch fryer 1 dan 2 serta mengatasi kerusakan oil separator pada batch fryer 3. Selain itu diperlukan keseragaman kadar air pelet dan kualitas minyak goreng yang digunakan pada saat proses penggorengan. Selain itu perlu ditingkatkan kedisiplinan operator agar tidak mengubah setting mesin batch fryer.


(6)

vi RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 17 Februari 1988 sebagai anak kedua dari pasangan Thio Suherman dan M. Utami Indah Pratiwi. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD. Strada St. Fransisikus, SLTP Santa Ursula BSD, dan SMA Santa Ursula BSD. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama masa studi di IPB, penulis merupakan anggota HIMITEPA dan KEMAKI. Pengalaman organisasi yang pernah dijalani penulis adalah menjadi Anggota Biro Kesejahteraan Anggota KEMAKI (2006-2007), anggota Food Processing Club divisi Meat and Fish (2007) dan Bakery (2008), Ketua Biro Kesejahteraan Anggota KEMAKI (2007-2008), Tim Materi Asisten Agama Katolik IPB (2007-2010), Tim Penyuluh Keamanan Pangan Jajanan Sekolah (2007-2008), Tim penyuluh dalam Penyuluhan Keamanan Pangan untuk Pedagang Sekitar Kampus IPB (2008) dan Bendahara Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (2008-2009). Selain itu penulis ikut serta dalam kepanitian Lomba Cepat Tepat Ilmu dan Teknologi Pangan, BAUR’44, Indonesian Food Expo 2009, Reuni KEMAKI IPB, Paskah Mahasiswa se-Keuskupan Bogor (2007).

Selama mengikuti perkuliahan, seminar dan pelatihan yang pernah diikuti penulis adalah seminar dan pelatihan Sistem Manajemen Pangan Halal (2009), seminar dan pelatihan Makanan Vegetarian (2007). Prestasi yang pernah diraih penulis adalah peraih beasiswa PPA-IPB (2009), penerima dana dari program Dikti untuk PKMP 2009 yang berjudul “Aplikasi Limbah Bawang Merah (Alium cepa L.) sebagai Antibrowning Agent pada Apel Fresh Cut”, dan Juara 1 Lomba Business Plan Fishtech Day IPB (2009).


(7)

vii KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur, penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala rahmat, berkat dan kasih-Nya yang tidak henti sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan magang dan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada pihak-pihak yang telah sangat membantu penulis, yaitu :

1. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan doa, kasih sayang, perhatian, semangat dan dukungan kepada penulis

2. Tjahja Muhandri, STP, MT selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran, dan nasihat kepada penulis

3. Ir. Suwandi Yulia Putra selaku pembimbing lapang yang telah memberikan izin, kesempatan, arahan dan bimbingan, saran, dan nasihat selama proses magang dan penulisan skripsi

4. Ir. Maulana Jumatra yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan magang penelitian dan belajar di PT Unilever Indonesia, Tbk, khususnya di PT Rasa Mutu Utama

5. Pak Budi Darmawan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan kegiatan penelitian di PT Rasa Mutu Utama, atas saran, nasihat dan waktu untuk berdiskusi

6. Ir. H. Darwin Kadarisman, MS atas kesediaannya menjadi dosen penguji dan atas saran yang diberikan kepada penulis

7. Pak Wakiyo, QC RMU : Pak Fajar, Mas Nanang, Mas Siswoyo, Mas Purwanto; Supervisor RMU : Pak Atik, Pak Susilo, Pak Idrus, Pak Udin; leader produksi, karyawan produksi, RMS dan FPS yang telah menerima penulis dengan hangat dan membantu kelancaran melakukan penelitian 8. Staf RMU : Mbak Yani, Mbak Indri, Mbak Unil, Pak Kamto, Pak Mudji, Pak


(8)

viii yang telah menerima penulis dengan hangat dan ramah di PT Rasa Mutu Utama serta segala bantuan selama magang penelitian

9. Mbak Emi dan Mas Wiwit atas waktu untuk berdiskusi dan saran pada peneliti selama magang penelitian dan selama penulisan laporan serta skripsi 10. Septi Dwi Utami dan kelurga yang telah memberikan rumah singgah selama

4 bulan dan kehangatan keluarga selama magang penelitian

11. Petrus Ferry Rabito Luhur atas kasih sayang, doa, semangat dan nasihat yang telah diberikan pada penulis

12. Kak Stefanus Himawan atas perhatian, doa dan semangat yang telah diberikan pada penulis

13. Dessyana, Yori, Glen, Narita, Gana, Justian, Rio, Stella, Adit, Adel, Selma, Oxyana, Hilaria atas dukungan, semangat, persahabatan, rasa saling berbagi dan kebersamaan selama ini

14. Sahabat-sahabat seperjuangan ITP 43 untuk persahabatan, bantuan, rasa berbagi dan kebersamaan selama 3 tahun bersama berjuang di ITP

15. Keluarga KEMAKI dan Pendamping IPB atas persahabatan, rasa kekeluargaan dan dukungannya

16. Seluruh dosen ITP, staf dan teknisi laboratorium ITP atas segala pengajaran, pendidikan, ilmu, dan bantuan yang telah diberikan

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan penulisan selanjutnya. Semoga skripsi dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya.

Bogor, Oktober 2010


(9)

ix DAFTAR ISI

RINGKASAN ... iv

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

C. Manfaat ... 2

II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN ... 3

A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ... 3

B. Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan ... 4

C. Logo ... 6

D. Produk dan Pemasaran ... 8

1. Divisi Home Care ... 8

2. Divisi Personal Care ... 8

3. Divisi Foods ... 9

4. Divisi Ice Cream ... 9

E. Lokasi Perusahaan ... 10

F. Organisasi dan Pengelolaan PT Rasa Mutu Utama ... 11

G. Ketenagakerjaan PT Rasa Mutu Utama ... 12

III. TINJAUAN PUSTAKA ... 14

A. Makanan Ringan ... 14

B. Proses Penggorengan ... 15

1. Perubahan Bahan Pangan selama Proses Penggorengan ... 16

2. Perubahan Minyak selama Proses Penggorengan ... 18

C. Minyak Goreng ... 19


(10)

x

E. Profil Penyerapan Minyak Goreng ... 22

1. Penggantian Air (Water Replacement) ... 22

2. Efek Fase Pendinginan (Cooling Phase Effect) ... 22

F. Siklus Pemecahan Masalah ... 23

G. Diagram Pareto ... 24

H. Diagram Sebab Akibat ... 25

IV. KEGIATAN MAGANG ... 27

A. Deskripsi Kegiatan Magang ... 27

B. Metode Kerja ... 27

1. Mempelajari Proses Pembuatan Taro ... 27

2. Wawancara ... 27

3. Studi pustaka ... 28

4. Pengumpulan dan Aanalisis Data ... 28

a. Brainstorming... 28

b. Tools kendali mutu ... 28

1.) Diagram Sebab Akibat ... 28

2.) Diagram Pareto ... 29

c. Pembuatan neraca kesetimbangan massa ... 29

d. Pengukuran waktu perputaran oil separator ... 30

e. Pengukuran kadar air ... 30

f. Pengukuran kadar minyak goreng dalam produk ... 31

C. Metodologi Pemecahan Masalah ... 32

1. Observasi Masalah ... 32

2. Menemukan Faktor-Faktor Penyebab Masalah... 32

3. Meneliti Faktor yang Paling Berpengaruh ... 32

4. Menyusun Langkah Perbaikan ... 32

V. ASPEK PRODUKSI ... 34

A. Material ... 34

1. Bahan-Bahan ... 34

a. Tepung terigu ... 34

b. Tapioka ... 35


(11)

xi

d. Air ... 37

e. Baking powder ... 37

f. Gula ... 39

g. Garam ... 39

h. Perisa ... 40

2. Bahan Pengemas ... 40

a. Kemasan primer ... 40

b. Kemasan sekunder ... 41

B. Proses Produksi ... 41

1. Pemasakan ... 42

2. Pembentukan Lembaran ... 42

3. Aging ... 43

4. Pemotongan ... 43

5. Pengeringan I ... 43

6. Pengeringan II ... 44

7. Penggorengan ... 45

8. Seasoning ... 46

9. Pengemasan dan Penyimpanan ... 46

C. Penyimpanan dan Penggudangan ... 46

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

A. Observasi Masalah ... 48

B. Menemukan Faktor-Faktor Penyebab Masalah ... 49

1. Hasil Wawancara ... 49

2. Diagram Ishikawa ... 53

3. Pengambilan Data ... 54

a. Minyak tercecer di bawah sela-sela oil separator ... 54

b. Kelebihan serapan minyak ke produk ... 57

c. Overweight ... 59

C. Meneliti Faktor yang Paling Berpengaruh ... 61

1. Batch fryer 1 ... 61

2. Batch fryer 2 ... 62


(12)

xii

4. Kelebihan serapan minyak pada hasil goreng ... 65

a. Pengaruh kadar air pelet terhadap penyerapan minyak goreng 67 b. Pengaruh kadar air pelet dan waktu perputaran oil separator terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng ... 70

5. Minyak yang tumpah di saluran saringan oil separator ... 76

D. Menyusun Langkah-Langkah Perbaikan ... 77

E. Melaksanakan Langkah-Langkah Perbaikan dan Mengadakan Evaluasi Hasil Perbaikan ... 81

F. Mencegah Keterulangan Masalah ... 81

G. Mencatat Masalah yang Belum Terselesaikan ... 81

VII.KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85

LAMPIRAN ... 88


(13)

xiii DAFTAR TABEL

1. Data rata-rata minyak tercecer di bawah oil separator per hari ... 56

2. Hasil perhitungan kelebihan serapan minyak pada tanggal 18 Maret 2010 ... 58

3. Hasil perhitungan kelebihan serapan minyak pada tanggal 19 Maret 2010 ... 58

4. Data loss minyak goreng karena overweight saat proses pengemasan Februari 2010 ... 60

5. Data loss minyak goreng karena overweight saat proses pengemasan Maret 2010 ... 60

6. Rata-rata loss minyak goreng pada batch fryer 1 ... 62

7. Rata-rata loss minyak goreng pada batch fryer 2 ... 63

8. Rata-rata loss minyak goreng pada batch fryer 3 ... 64

9. Data perbandingan kadar minyak goreng produk terhadap standar ... 66

10. Data rata-rata waktu pengukuran waktu aktual perputaran oil separator ... 70


(14)

xiv DAFTAR GAMBAR

1. Logo Unilever ... 6

2. Produk home and personal care ... 9

3. Produk foods dan ice cream ... 9

4. Diagram alir pemasaran produk PT Unilever Indonesia, Tbk. ... 10

5. Struktur organisasi pabrik PT Rasa Mutu Utama ... 11

6. Proses penggorengan secara deep-fat frying ... 15

7. Reaksi-reaksi yang terjadi selama proses deep fat frying ... 17

8. Struktur bahan pangan ... 20

9. Neraca massa proses penggorengan ... 29

10. Halogen Moisture Analyzer ... 30

11. Soxtec Auto Fat Extraction ... 31

12. Diagram alir tahapan langkah-langkah pemecahan masalah ... 33

13. Diagram alir proses produksi Taro... 41

14. Three pass dryer ... 44

15. Batch fryer ... 45

16. Minyak dan gorengan yang tercecer ... 50

17. Minyak tampungan sementara di kotak oil separator ... 51

18. Hasil goreng reject ... 51

19. Ampas dari mesin filter minyak ... 52

20. Minyak yang tercecer di bawah tangki filter batch fryer 2 ... 52

21. Hasil gorengan yang terbawa ke saluran penyaring oil separator ... 53

22. Diagram Ishikawa penyebab loss minyak goreng ... 54

23. Jumlah minyak yang tercecer di bawah batch fryer pada saat proses produksi 18 Maret 2010 ... 55

24. Jumlah minyak yang tercecer di bawah batch fryer pada saat proses produksi 19 Maret 2010 ... 56

25. Jumlah minyak yang tercecer di bawah batch fryer pada saat proses produksi 23 Maret 2010 ... 56


(15)

xv 26. Jumlah kelebihan serapan minyak pada produk Taro

pada 18 Maret 2010 ... .. 59

27. Jumlah kelebihan serapan minyak pada produk Taro pada 19 Maret 2010 ... 59

28. Diagram Pareto loss minyak goreng pada batch fryer 1 ... 62

29. Diagram Pareto loss minyak goreng pada batch fryer 2 ... 63

30. Diagram Pareto loss minyak goreng pada batch fryer 3 ... 65

31. Data kadar minyak pada produk di batch fryer 1 ... 65

32. Data kadar minyak pada produk di batch fryer 2 ... 66

33. Hubungan waktu aktual perputaran oil separator terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng di batch fryer 1 ... 72

34. Hubungan waktu aktual perputaran oil separator terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng di batch fryer 2. ... 74

35. Diagram Ishikawa faktor penyebab kelebihan serapan minyak pada hasil goreng ... 75

36. Kurva regresi linear hubungan kadar air pelet terhadap kadar minyak hasil goreng sebelum pemisahan minyak di batch fryer 1 ... 78

37. Kurva regresi linear hubungan waktu aktual perputaran oil separator terhadap penurunan minyak hasil goreng di batch fryer 1 ... 78

38. Kurva regresi linear hubungan kadar air pelet terhadap kadar minyak hasil goreng sebelum pemisahan minyak di batch fryer 2 ... .. 79

39. Kurva regresi linear hubungan waktu aktual perputaran oil separator terhadap penurunan minyak hasil goreng di batch fryer 2 ... 80


(16)

xvi DAFTAR LAMPIRAN

1. Persyaratan mutu tepung terigu... 88

2. Persyaratan mutu tapioka ... 89

3. Persyaratan mutu minyak goreng ... 90

4. Persyaratan mutu gula pasir ... 91

5. Data minyak dan hasil gorengan yang tercecer di bawah oil separator ... 92

6. Data kadar minyak bulan Februari 2010 ... 93

7. Data kadar minyak hasil goreng a. Pada batch fryer 1 ... 94

b. Pada batch fryer 2 ... 95

8. Data pengaruh kadar air pelet terhadap kadar minyak hasil goreng sebelum proses pemisahan minyak pada batch fryer 1 ... 96

9. Hasil statistik data pengaruh kadar air pelet terhadap kadar minyak hasil goreng sebelum proses pemisahan minyak pada batch fryer 1 ... 97

10. Data pengaruh kadar air pelet terhadap kadar minyak hasil goreng sebelum proses pemisahan minyak pada batch fryer 2 ... 98

11. Hasil statistik data pengaruh kadar air pelet terhadap kadar minyak hasil goreng sebelum proses pemisahan minyak pada batch fryer 2 ... 99

12. Data perbandingan waktu setting dan waktu aktual perputaran oil separator ... 100

13. Hasil trial kadar air pelet dan waktu perputan oil separator terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng pada batch fryer 1 ... 101

14. Hasil statistik data trial kadar air pelet dan waktu perputaran oil separator terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng pada batch fryer 1. ... 102

15. Hasil statistik hubungan waktu aktual dan perputaran oil separator terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng ... 103

16. Hasil trial kadar air pelet dan waktu perputaran oil separator terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng pada batch fryer 2 ... 104

17. Hasil statistik data trial kadar air pelet dan waktu perputaran oil separator terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng pada batch fryer 2. ... 105


(17)

1 I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Industri snack merupakan salah satu industri pangan yang banyak diminati dan cukup pesat perkembangannya. Taro merupakan merek dagang snack yang diproduksi oleh PT Rasa Mutu Utama, Cicadas, Gunung Putri untuk PT Unilever Indonesia Tbk. Taro merupakan jenis makanan ringan yang berupa kepingan pipih yang digoreng dan ditambahkan berbagai macam perisa. Snack ini dibuat melalui tahapan proses pemasakan, pembentukan lembaran adonan, aging, pemotongan, pengeringan, penggorengan dan penambahan perisa.

Pada proses produksi Taro, proses penggorengan merupakan proses penting yang harus diperhatikan. Proses menggoreng adalah perendaman dan pemasakan bahan pangan dalam minyak panas dengan tujuan untuk memperoleh produk dengan karakteristik warna, aroma dan tekstur yang khas (Dana dan Saguy, 2003). Tujuan proses penggorengan antara lain untuk meningkatkan kualitas makan (eating quality) dari makanan, memperpanjang daya simpan yang diperoleh karena adanya pemusnahan mikroba, perusakan enzim-enzim dan pengurangan kadar air (Fellows, 2000).

Dalam proses penggorengan, minyak dipergunakan sebagai medium penghantar panas. Minyak yang biasa digunakan untuk menggoreng adalah minyak kelapa sawit. Minyak merupakan salah satu bahan baku yang penting dalam proses pembuatan Taro dan dibutuhkan dalam jumlah yang cukup banyak. Penggunaan minyak goreng pada proses penggorengan harus efisien. Hal ini berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan dan mutu produk yang dihasilkan.

Selama proses produksi, ditemukan fakta bahwa banyak terjadi kehilangan (loss) minyak goreng. Tingginya loss minyak pada proses produksi mengakibatkan peningkatan biaya produksi. Berdasarkan Summary Losses Material pada perusahaan, terdapat sebanyak 24,73% atau 10293,76 kg minyak goreng yang terhitung sebagai loss minyak goreng pada bulan Januari 2010. Namun tingginya loss minyak pada proses pembuatan Taro tidak diketahui secara pasti penyebabnya. Hal ini sangat merugikan bagi


(18)

2 pihak produsen. Oleh karena itu, perlu dianalisis fakta-fakta yang menyebabkan kehilangan minyak goreng serta jumlahnya di setiap fakta.

Melalui kegiatan magang ini, secara umum dilakukan pengamatan pada seluruh proses produksi Taro yang berpotensi menyebabkan terjadinya loss minyak goreng. Dari hasil analisis sumber penyebab loss ini kemudian akan dibuat rancangan solusi alternatif perbaikan proses yang diharapkan dapat meminimalkan terjadinya kehilangan (loss) minyak goreng untuk mencegah kerugian perusahaan.

B. Tujuan

1. Mempelajari aspek produksi Taro baik dari bahan baku serta teknologi proses produksi yang digunakan

2. Melakukan analisis sumber penyebab kehilangan (loss) minyak goreng untuk mengetahui sumber penyebab utama sehingga dapat dicari solusi perbaikan yang dapat dilakukan

3. Memberikan saran perbaikan pada perusahaan sebagai solusi untuk meminimalkan loss minyak goreng

C. Manfaat

1. Mengembangkan pengetahuan, sikap dan kemampuan profesionalisme mahasiswa melalui penerapan ilmu, latihan kerja dan latihan langsung tentang teknik-teknik yang diterapkan di lapangan sesuai dengan bidang keahlian

2. Mengetahui aspek produksi yang diterapkan selama proses produksi Taro 3. Mengetahui dan menganalisis penyebab loss minyak goreng selama proses

produksi Taro

4. Mendapatkan solusi pemecahan masalah loss minyak goreng pada proses produksi Taro


(19)

3 II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

PT Rasa Mutu Utama telah berdiri pada tahun 1984 dengan nama awal PT Rasa Murni Utama. Pada tahun 1985, PT Rasa Murni Utama mulai memproduksi snack Taro. Pada bulan Juni 2003, PT Unilever Indonesia Tbk. mengakuisisi PT Rasa Murni Utama lengkap dengan pabrik dan segala fasilitasnya. Setelah diakuisisi, maka pada tahun 2004, PT Rasa Murni Utama berganti nama menjadi PT Rasa Mutu Utama. Sampai saat ini, PT Rasa Mutu Utama memproduksi Taro untuk PT Unilever Indonesia Tbk. Setelah 3 tahun bersama Unilever Indonesia, volume, dan nilai Taro telah mengalami pertumbuhan pesat dan sekarang menjadi pemimpin pasar untuk kategori makanan ringan modern. Dengan tingginya permintaan, Taro telah menambah kapasitas produksinya dengan mendirikan pabrik di tiga lokasi yaitu Gunung Putri di Bogor, Sidoarjo, dan Medan.

Unilever merupakan salah satu perusahaan terbesar di dunia yang beroperasi di sekitar 75 negara. Perusahaan yang berlogo “U” ini bergerak di bidang kebutuhan dasar dengan pasaran utama adalah deterjen, pangan dan barang kosmetika. Unilever secara resmi berdiri tanggal 1 Januari 1930 dengan kantor pusat di London (Inggris) dan Rotterdam (Belanda).

Pada tahun 1885 terdapat dua perusahaan yang masing-masing memproduksi sabun dan margarin. Perusahaan yang memproduksi sabun bernama Lever Brother yang berlokasi di Inggris dan dikelola oleh dua bersaudara, William dan James Lever. Sedangkan perusahaan yang memproduksi margarin bernama Margarine Unie yang berlokasi di Belanda dan dimiliki oleh Anton Jurgens dan keluarga Van den Berg. Kemudian, pada tahun 1929 kedua perusahaan tersebut melakukan merger dan mengukuhkannya dengan nama Unilever.

PT. Unilever Indonesia Tbk. didirikan pada 5 Desember 1933 sebagai Zeepfabrieken N.V. Lever dengan akta No.33 yang dibuat oleh Tn. A.H. van Ophuijsen, notaris di Batavia. Akta ini disetujui oleh Gubernur Jenderal van Raad van Justitie di Batavia dengan No.302 pada tanggal 22 Desember 1933


(20)

4 dan diumumkan dalam Javasche Courant pada tanggal 9 Januari 1934. Dengan akta no.171 yang dibuat oleh notaris Ny. Kartini Mulyadi tertanggal 22 Juli 1980, nama perusahaan diubah menjadi PT. Unilever Indonesia. Dengan akta no.92 yang dibuat oleh notaris Tn. Mudofir Hadi, S.H. tertanggal 30 Juni 1997, nama perusahaan diubah lagi menjadi PT. Unilever Indonesia Tbk. Akta ini disetujui oleh Mentri Kehakiman dengan keputusan No.C2-I.049HT.01.04TH.98 tertanggal 23 Februari 1998 dan diumumkan di Berita Negara No.2620 tanggal 15 Mei 1998.

PT Unilever Indonesia Tbk. berhasil mendapat pengakuan di tingkat nasional dan internasional dengan menerima 66 penghargaan di tahun 2008, diantaranya yaitu:

1. The Asian Most Admired Knowledge Enterprise (MAKE) 2008, sebagai perusahaan Indonesia yang paling diminati di Asia .

2. International Energy Globe Award 2008, program Inovasi Pendidikan, Unilever Indonesia sebagai salah satu pemenang World Energy Globe Award. Program ini mendapat kehormatan sebagai pemenang nasional untuk Indonesia.

3. The Indonesia Best Brand (IBBA) Award 2008, yaitu sebelas produk Unilever Indonesia menerima IBBA seperti Sunlight, Pepsodent, Lux,

Lifebuoy, Sunsilk, Pond’s, Rinso, Citra, dan Molto.

4. Zero Accident Award, Unilever Indonesia menerima penghargaan dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk Kecelakaan Nilai dan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

5. Indonesia Best Packaging Award 2008 yang dinilai berdasarkan hasil survei oleh Marketing Extra Magazine.

B. Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan

Visi Unilever Indonesia adalah “Menjadi pilihan utama bagi konsumen, pelanggan dan masyarakat”. Untuk mencapai visi tersebut, Unilever memiliki

misi, yaitu :

1. Menjadi yang pertama dan terbaik dikelasnya dalam menemukan kebutuhan dan aspirasi dari konsumen.


(21)

5 2. Menjadi dekat dalam pasar untuk langganan dan pemasok.

3. Memindahkan aktivitas tambahan yang tidak bernilai dari semua proses. 4. Mencapai kepuasan kerja untuk semua.

5. Menuju target usaha dan penambahan keuntungan dan kepastian mengenai upah untuk pekerja dan para pemegang saham.

6. Patut mendapat kehormatan dan kesempurnaan, perhatian terhadap komunitas dan lingkungan.

PT Unilever Indonesia, Tbk. adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri penyediaan kebutuhan sehari-hari (Consumer Goods). Untuk itu perusahaan ini menetapkan tujuan pendirian sebagai berikut:

1. Memenuhi kebutuhan sehari-hari setiap anggota masyarakat dimanapun mereka berada, mengantisipasi aspirasi konsumen dan pelanggan, serta menanggapi secara kreatif dan kompetitif dengan produk-produk bermerk dan layanan yang meningkatkan kualitas kehidupan.

2. Akar yang kokoh dalam budaya dan pasar lokal di dunia merupakan warisan yang tidak ternilai dan menjadi dasar bagi pertumbuhan kami di masa yang akan datang. Kami akan menyertakan kekayaan pengetahuan dan kemahiran internasional untuk melayani konsumen lokal sehingga menjadikan kami perusahaan yang benar-benar multilokal.

3. Keberhasilan jangka panjang kami menuntut komitmen yang menyeluruh terhadap standar kinerja dan produktivitas yang sangat tinggi terhadap kerjasama yang sangat efektif dan kesediaan untuk menyerap gagasan-gagasan baru serta keinginan untuk belajar terus-menerus.

4. Kepercayaan bahwa keberhasilan memerlukan perilaku bersama yang berstandar tinggi terhadap karyawan, konsumen dan masyarakat, serta dunia tempat kita tinggal.

Unilever memiliki akar yang kokoh dalam budaya dan pasar lokal di dunia sehingga memiliki hubungan yang erat dengan konsumen dan merupakan landasan pertumbuhan Unilever di masa depan. Unilever juga menyertakan kekayaan pengetahuan dan keahlian internasional dalam melayani konsumen lokal, menjadikan Unilever sebagai perusahaan multinasional yang multilokal.


(22)

6 Keberhasilan jangka panjang Unilever menuntut komitmen menyeluruh terhadap standar kinerja dan produktivitas yang sangat tinggi terhadap kerjasama yang efektif dan kesediaan untuk menyerap gagasan baru serta keinginan untuk belajar secara terus-menerus. Dengan misi yang diemban oleh Unilever diharapkan dapat mencapai pertumbuhan yang langgeng dan menguntungkan untuk menciptakan nilai jangka panjang yang berharga bagi para pemegang saham, karyawan, dan mitra usaha.

Sebagai perwujudan dari komitmen perusahaan untuk menjamin standar mutu produk bertaraf internasional, seluruh pabrik PT Unilever Indonesia, Tbk. telah mendapat sertifikat ISO 9001. Perolehan sertifikat tersebut diawali oleh pabrik sabun dan kosmetika di Rungkut, Surabaya, pada tahun 1997 dan disusul oleh pabrik-pabrik lainnya pada 1998. Sebelumnya pabrik-pabrik Unilever juga sudah mendapatkan sertifikat Total Productive Maintenance (TPM) dari Japan Institute of Plant Maintenance (JIPM) Jepang, serta penghargaan nihil kecelakaan dari Unilever Global maupun pemerintah RI. Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan kerja karyawan, PT Unilever Indonesia, Tbk. juga mulai menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3)

C. Logo

Pada tahun 2005, Unilever mengganti logo perusahaannya menjadi sebuah logo yang menggambarkan visi dan misi Unilever terhadap peningkatan vitalitas kehidupan melalui berbagai produknya.

Gambar 1. Logo Unilever Sumber: http://unilever.com


(23)

7 Logo baru terdiri atas 22 icon berbeda dimana setiap icon tersebut

melambangkan produk Unilever dan tersusun dalam huruf “U”. Setiap 22

icon tersebut memiliki makna tersendiri, yaitu :

Merupakan sumber primer

alami yang melambangkan vitalitas.

Melambangkan penampilan yang baik dan kebersihan

pakaian.

Menggambarkan susunan kehidupan serta sebagai simbol dari bio-science.

Lambang kebersihan & kesegaran. Lambang kebersihan air

dan kemurnian.

Melambangkan kreatifitas, kerja keras, dan biodiversitas.

Lambang sensitivitas, kepedulian & kebutuhan.

Melambangkan cinta, kepedulian, dan kesehatan.

Melambangkan keharuman.

Melambangkan kesegaran dan transformasi wujud benda.

Melambangkan kecantikan dan kelembutan.

Melambangkan kebersihan, kesehatan, dan energi.

Merupakan penghasil minyak kelapa yang melambangkan sumber

daya alam.

Melambangkan kebebasan.

Melambangkan mixing dan stirring.

Melambangkan komitmen Unilever dalam menjaga kesinambungan lingkungan.

Melambangkan nutrisi, rasa, dan masakan.

Melambangkan kecantikan, penampilan, dan rasa.


(24)

8

D. Produk dan Pemasaran

Unilever secara global (termasuk PT Unilever Indonesia Tbk.) memproduksi barang-barang konsumen (consumer goods). Bidang produksi PT Unilever Indonesia Tbk. dibagi menjadi empat divisi, yaitu :

1. Divisi Home Care

Divisi ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu : a. Non Soap Detergent

Memproduksi deterjen pencuci (bubuk dan krim) yaitu: Rinso, Surf, Omo, dan Super Busa serta memproduksi cairan pewangi dan pelembut pakaian yaitu Molto

b. Household Care

Memproduksi barang-barang kebutuhan rumah tangga yaitu: Super Pell, Sunlight, Vixal dan Domestos

2. Divisi Personal Care

Divisi ini memproduksi barang-barang kebutuhan perawatan pribadi yang terdiri dari : Hair (Clear. Sunsilk, Brisk), Skin (Pond’s, Dove, Hazeline, Lux, Lifeboy, Cuddle), Deodorant (Axe dan Rexona) dan Dental (Pepsodent dan Close Up)

Melambangkan aroma makanan serta soup dan

masakan siap saji.

Melambangkan kenyamanan dan kenikmatan.

Melambangkan komposisi bumbu yang segar.

Melambangkan ekstrak tanaman dan sebagai simbol kesuburan.

perkebunan..

Melambangkan makanan, laut, dan air

tawar.

Melambangkan ilmu pengetahuan.


(25)

9 Gambar 2. Produk home and personal care

3. Divisi Foods

Divisi ini dibagi menjadi kategori-kategori, yaitu: a. Spread Cooking Category and Culinary

Memproduksi margarin, bakery fat bumbu masak dan minuman ringan siap saji, yaitu Blue Band, VO, Top Bake, Croma Cromix, Royco, Knorr dan Lipton

b. Tea Based Beverage

Memproduksi teh untuk dikonsumsi dalam negeri dan luar negeri (ekspor) yaitu: Sariwangi, Bushell, dan Choya

c. Snacks

Memproduksi makanan ringan yaitu Taro 4. Divisi Ice Cream

Divisi ini memproduksi es krim Wall’s dengan berbagai jenis rasa dan

kemasan

Gambar 3. Produk foods dan ice cream

Produk-produk yang diproduksi tersebut akan dipasarkan oleh PT Unilever Indonesia, Tbk. ke seluruh konsumen yang tersebar di Indonesia maupun yang ada di luar negeri. PT Unilever Indonesia, Tbk. sebagai


(26)

10 perusahaan yang berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) tidak menjual produknya secara langsung ke konsumen atau pengecer tetapi menjual melalui distributor dan pedagang-pedagang besar yang berjumlah 300 distributor yang tersebar di seluruh Indonesia.

Produksi (Pabrik)

Gudang Barang Jadi (FPS)

Gudang Pusat

(Central Warehouse) Depot Distributor

Pedagang Eceran

Konsumen

Gambar 4. Diagram alir pemasaran produk PT Unilever Indonesia, Tbk. PT Unilever Indonesia, Tbk. memiliki kantor-kantor depot yang tersebar di beberapa kota besar di Indoneasi antara lain Jakarta, Surabaya, Medan, Padang, Bandung, Yogyakarta, Semarang, dan sebagainya. Masing-masing depot ini dikelola oleh seorang manajer, yang bertugas membantu para distributor dalam hal mempromosikan hasil produksi dari perusahaan untuk dipasarkan kepada konsumen.

E. Lokasi Perusahaan

PT Unilever Indonesia Tbk. berpusat di gedung Graha Unilever, Jl. Jendral Gatot Subroto Kav. 15, Jakarta 12930, dengan lokasi pabrik yang beralamatkan di Kawasan Industri Cikarang Jl. Jababeka Raya Blok O dengan 3 pabrik, yaitu pabrik Spread Cooking Category and Culinary (SCC&C), Tea Based Beverage (TBB), dan Ice Cream (IC). Sementara untuk produk Non Soap Detergent and Liquid berada di Kawasan Industri Cikarang Jl. Jababeka IX Kav. D1-29, serta di Rungkut, Surabaya dan di Subang untuk pabrik Kecap BANGO.


(27)

11 Pabrik Taro merupakan salah satu pabrik yang dimiliki PT Unilever Indonesia, Tbk. beralamat di Jl. Raya Cicadas km 9, Gunung Putri, Kabupaten Bogor. Pabrik ini dikelola oleh PT Rasa Mutu Utama.

F. Organisasi dan Pengelolaan PT Rasa Mutu Utama

Gambar 5. Struktur organisasi pabrik PT Rasa Mutu Utama

PT Rasa Mutu Utama bertekad untuk memproduksi produk-produk dengan mutu yang konsisten, aman, dan halal untuk dikonsumsi, juga memenuhi peraturan pemerintah yang berlaku, dan persyaratan dari PT Rasa Mutu Utama dengan efisien dan meminimalkan dampak terhadap lingkungan serta dirancang untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

PT Rasa Mutu Utama menjamin standar mutu yang ditetapkan memenuhi kebutuhan konsumen dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku serta persyaratan-persyaratan untuk keamanan produk dan lingkungan hidup secara konsisten dengan melakukan peningkatan mutu yang berkesinambungan pada setiap area secara menyeluruh.

Direktur

Quality control Umum

personalia

Pembukuan keuangan

Produksi Finish Product Factory

Manager

Supervisor shift

Raw material Production

plan

Maintenance

Receptionist-Satpam-Kebersihan

Ketua seksi operator


(28)

12 Karyawan PT Rasa Mutu Utama sebagai sumber daya utama keberhasilan oleh karena itu komitmen Perusahaan untuk memberi pelatihan yang sesuai, mengembangkan serta membekali dengan ketrampilan yang dibutuhkan untuk mengerjakan tugasnya secara efektif. Perusahaan mengutamakan dan mematuhi peraturan-peraturan tentang kebijaksanaan lingkungan hidup, kesehatan dan keselamatan kerja karyawan.

Prosedur penarikan produk akan dilaksanakan bila terjadi masalah yang berhubungan dengan mutu, keamanan produk, kesehatan atau alasan lain yang dapat menyebabkan gangguan yang merugikan kesehatan konsumen dan dapat merusak citra produk maupun perusahaan.

G. Ketenagakerjaan PT Rasa Mutu Utama.

PT Rasa Mutu Utama memiliki dua jenis tenaga kerja, yaitu staff dan non staff. Tenaga kerja bagian staff dan administrasi (dinas normal) mempunyai jam kerja yang dimulai pukul 08.00 sampai 16.00 dengan waktu istirahat pukul 12.00 sampai dengan 13.00 untuk hari Senin sampai Jumat dan pukul 08.00 sampai 13.00 untuk hari Sabtu. Tenaga kerja dinas shift (regu) bekerja selama 8 jam kerja dari hari Senin sampai Jumat dengan waktu istirahat selama 1 jam. Pembagian shift per hari yang diterapkan untuk hari Senin-Jumat adalah sebagai berikut:

1. Shift pagi bekerja dari pukul 06.00 sampai 14.00 dengan waktu istirahat dari pukul 12.00 sampai 13.00.

2. Shift siang bekerja dari pukul 14.00 sampai 22.00 dengan waktu istirahat dari pukul 19.00 sampai 20.00.

3. Shift malam bekerja dari pukul 22.00 sampai 06.00 dengan waktu istirahat dari pukul 03.00 sampai 04.00.

Pada hari Sabtu, jam kerja tenaga kerja dinas shift (regu) selama 4 jam kerja dan tidak ada jam istirahat. Tenaga kerja dinas shift pagi bekerja mulai pukul 06.00 sampai 11.00. Tenaga kerja dinas shift siang bekerja mulai pukul 11.00 sampai 16.00. Tenaga kerja dinas shift malam bekerja mulai pukul 16.00 sampai 21.00.


(29)

13 Pengisian daftar hadir karyawan menggunakan kartu prick clock yang diisi pada saat masuk dan pulang kerja. Kerja lembur akan dilaksanakan bila ada pekerjaan yang tidak bisa ditangguhkan atau dilaksanakan pada jam kerja normal. Sistem pengupahan karyawan PT Rasa Mutu Utama berdasarkan atas tanggung jawab pekerjaan atau prestasi karyawan tersebut.

Karyawan PT Rasa Mutu Utama memperoleh fasilitas-fasilitas yang menunjang kesejahteraan karyawan, diantaranya adalah makanan yang disediakan untuk seluruh karyawan tetap dan kontrak pada jam istirahat di kantin pabrik, koperasi karyawan, seragam kerja, tunjangan hari raya serta Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Jamsostek yang diberikan meliputi biaya pengobatan dan tunjangan hari tua.


(30)

14 III. TINJAUAN PUSTAKA

A. Makanan Ringan

Makanan ringan (snack food) adalah makanan yang dikonsumsi diantara jam makan regular. Snack food biasanya disebut juga dengan savory snack karena pada umumnya, snack diberi flavor savory termasuk rasa asin atau berbumbu. Menurut Lusas (2001), ciri-ciri snack dengan flavor savory adalah :

1. Aman dan bebas dari bahaya kimia, substansi toksik dan mikroorganisme patogen sesuai peraturan yang berlaku

2. Biasanya dipersiapkan secara komersial dalam jumlah besar dengan proses yang kontinyu

3. Dibumbui, biasanya garam dan kadang-kadang ditambahkan flavor lainnya.

4. Stabil selama penyimpanan, tidak membutuhkan pendinginan untuk pengawetan

5. Dikemas dalam bentuk yang siap dikonsumsi, biasanya dibagi menjadi potongan-potongan ukuran siap makan, mudah ditangani dengan jari dan memiliki penampakan berminyak atau kering tergantung dengan dugaan konsumen untuk produk tertentu

6. Dijual kepada konsumen dalam kondisi segar yang dicapai dengan pemakaian bahan pengemas untuk menghindari air, oksigen dan cahaya, menjaga kerenyahan produk, memperlambat oksidasi alami minyak dan menghilangkan katalis oksidasi; menggunakan pengemas atmosfer dengan gas inert (nitrogen) dan sistem antioksidan untuk proteksi minyak; pengkodean tanggal pada pengemas dan membuangnya dari rak penyimpanan jika tidak terjual selama umur simpan produk.

Snack Taro merupakan teknologi ebisen yang berasal dari Jepang. Produk snack pertama yang menggunakan teknologi ini adalah shrimp cracknel (Ebi-Senbei) yang merupakan makanan tradisional Jepang. Snack Taro net merupakan hasil pengembangan dari teknologi ebisen. Pelet snack ebisen dapat berlapis satu (single layer) dan dua (double layer) tergantung


(31)

15 bentuk yang diinginkan. Proses produksi snack ebisen meliputi tahap pemasakan, sheeting, pendinginan dengan cooling conveyor, rolling, aging, pemotongan, pengeringan pertama (first dryer), pengeringan kedua (second dryer), penggorengan, penambahan perisa dan pengemasan (Nagao, 2001).

B. Proses Penggorengan

Proses menggoreng adalah perendaman dan pemasakan bahan pangan dalam minyak panas dengan tujuan untuk memperoleh produk dengan karakteristik warna, aroma dan tekstur yang khas (Dana dan Saguy, 2003). Tujuan proses penggorengan antara lain untuk meningkatkan kualitas makan (eating quality) dari makanan, meningkatkan daya simpan karena adanya pemusnahan mikroba, perusakan enzim-enzim dan pengurangan kadar air (Fellows, 2000). Proses penggorengan secara deep-fat frying menurut Robertson (1967) dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Proses penggorengan secara deep-fat frying

Pada saat bahan pangan masuk ke dalam proses penggorengan, maka bahan pangan tersebut akan membawa oksigen, air, leachable metal, komponen warna pada minyak, dan sistem enzim yang melengkapi beberapa reaksi degradasi walaupun cepat diinaktivasi. Oksigen akan berkontribusi terhadap oksidasi lemak yang menyebabkan peningkatan komponen volatil dan polimetrik, air akan berkontribusi terhadap hidrolisis lemak dan

Steam

Finished fried product Frying oil

Prepared Raw Food

Heat Filtered Crumbs

Steam-entrained Fat and Fatty by product


(32)

16 peningkatan asam lemak bebas, monogliserida, digliserida dan gliserin, (Banks dan Lusas, 2002).

Menurut Blumenthal (1996), kelebihan proses menggoreng adalah waktu yang lebih singkat, pemasakan yang efektif, minyak yang digunakan menjadi bagian produk akhir, produk lebih renyah, serta warna produk menjadi agak kecoklatan yang akan meningkat selama proses penggorengan tersebut. Proses penggorengan pada umumnya hanya beberapa detik hingga beberapa menit. Perbedaan suhu yang besar antara minyak dan produk selama proses penggorengan menyebabkan pemasakan menjadi efektif ketika tingkat surfaktan mulai meningkat sehingga kontak antara produk dan minyak menjadi optimal.

Proses menggoreng melibatkan pindah panas, pindah massa dan interaksi yang kompleks antara produk yang digoreng dan minyak. Fellows (2000) menyatakan bahwa berdasarkan pindah panas yang terjadi, terdapat dua metode mengoreng yaitu shallow frying dan deep-fat frying. Pindah panas pada metode shallow frying ini terjadi secara konduksi melalui lapisan tipis dari minyak sedangkan pada metode deep-fat frying, pindah panas terjadi secara kombinasi antara konveksi dalam minyak panas dan konduksi dari minyak ke dalam produk. Keunggulan metode deep-fat frying dibanding dengan shallow frying adalah pada metode deep-fat frying semua permukaan mendapatkan perlakuan panas yang sama sehingga menghasilkan penampakan produk yang sama.

Suhu yang digunakan untuk menggoreng pada umumnya ditentukan oleh pertimbangan ekonomi dan persyaratan produk. Pada suhu tinggi (180-2000C), waktu proses yang diperlukan singkat dan tingkat produksi akan meningkat. Namun suhu tinggi dapat menyebabkan percepatan kerusakan minyak dan pembentukan asam lemak bebas yang mengubah viskositas, aroma dan warna minyak serta berbusa. Hal ini akan meningkatkan frekuensi penggantian minyak goreng sehingga biaya akan meningkat.

1. Perubahan Bahan Pangan selama Proses Penggorengan

Proses penggorengan bahan pangan melibatkan beberapa tahap proses, yaitu mulai pemasukan bahan, case hardening, pengerasan permukaan,


(33)

17 penurunan kelembaban, akhir penggorengan dan absorpsi minyak. Pada tahap pemasukan bahan, bahan mentah terendam dalam minyak panas, lalu pati pada permukaan bahan tergelatinisasi dengan cepat dan permukaan produk tertutup merata oleh gelembung uap kecil karena air pada permukaan bahan menguap.

Gambar 7. Reaksi-reaksi yang terjadi selama proses deep fat frying (Ziaiifar, 2008)

Pada tahap case hardening, lapisan paling luar pada permukaan produk mengalami dehidrasi. Ketika air permukaan semakin berkurang, air internal bahan berubah menjadi uap. Pada tahap pengerasan permukaan, lapisan tambahan dari permukaan sel mulai mengalami dehidrasi dan mengembangkan struktur kerak (Banks dan Lusas, 2001).

Selama tahap penggorengan akhir, suhu permukaan secara cepat mendekati suhu minyak. Kadar air rendah dan suhu tinggi mendukung reaksi asam amino, protein dan karbohidrat. Suhu yang semakin meningkat mendukung penurunan kadar air akhir, pengembangan kerak,

HEAT

Isomerization Cylisation Polymerisation

Trans Fatty Cyclic Dimers Acid Compounds Trimers

Polymers OXYGEN

Oxidation

Hydroperoxydes

Aldehydes Ketones

Acids Epoxides Dimers-Trimers

Hydrolysi

WATER

FOOD

FRYING OIL Oil uptake Dehydration Hydrolysis

Mono, di- glycerides Glicerol FFA

Polar compounds


(34)

18 dengan tekstur yang renyah. Kadar minyak dalam bahan akan meningkat selama proses ini, namun sebagian besar minyak berada di permukaan bahan. Pada tahap absorpsi minyak, kadar lemak bahan yang digoreng diperoleh dari pembasahan permukaan, penyerapan minyak melalui kapiler bahan dan absorpsi vakum. Pada tahap akhir, minyak diabsorpsi oleh kapiler untuk mengisi kekosongan yang terbentuk pada bahan pangan. Pada proses pendinginan, uap air dalam produk terkondensasi membentuk vakum parsial yang mempercepat penyerapan minyak pada permukaan (Banks dan Lusas, 2001).

2. Perubahan Minyak selama Proses Penggorengan.

Minyak yang digunakan untuk proses penggorengan mengalami empat perubahan yaitu perubahan warna, oksidasi, polimerisasi dan hidrolisis. Perubahan warna terjadi karena adanya senyawa dari bahan pangan yang digoreng seperti pati, protein, fosfat, sulfur, dan metal (Hawson, 1995).

Oksidasi minyak terjadi akibat adanya kontak antara minyak dengan oksigen dari udara. Oksidasi menyebabkan minyak menjadi tengik sehingga dapat mempengaruhi karakteristik organoleptik produk hasil goreng. Oksidasi terjadi secara berantai. Oksidasi primer menghasilkan hidroperoksida. Oksidasi sekunder memecah hidroperoksida menjadi senyawa polar dan oksidasi tersier merupakan reaksi polimerisasi dari senyawa-senyawa sekunder. Polimerisasi akan mempercepat terjadinya kerusakan minyak. Polimer yang terbentuk akan meningkatkan viskositas minyak, mengurangi kemampuan pindah panas, menghasilkan buih selama penggorengan dan menghasilkan off-colour. Polimer juga dapat menyebabkan peningkatan penyerapan minyak di produk (Choe dan Min, 2007). Hidrolisis merupakan reaksi yang terjadi antara air dengan trigliserida.

Menurut Gebhardt (1996), selama proses deep fat frying, minyak dipanaskan secara terbuka sehingga ada kontak antara minyak dengan udara sehingga menyebabkan perubahan sifat fisiko-kimia minyak yang digunakan. Perubahan ini meliputi perubahan fisik seperti bertambahnya


(35)

19 kadar air karena perpindahan dari bahan yang digoreng, perubahan kimia dan interaksi kimia antara minyak goreng dengan komponen bahan yang digoreng. Perubahan fisiko-kimia akan dipercepat dengan adanya keberadaan air pada bahan pangan yang digoreng dan menimbulkan reaksi hidrolisis pada minyak, oksigen dari udara yang kontak dengan permukaaan minyak dan ketinggian suhu penggorengan. Makin tinggi suhu penggorengan, makin cepat proses kerusakan minyak

C. Minyak Goreng

Minyak goreng adalah minyak yang telah mengalami proses pemurnian yang meliputi degumming, netralisasi, pemucatan dan deodorisasi. Jenis minyak yang digunakan untuk menggoreng umumnya adalah minyak nabati, sehingga di dalam SII didefinisikan sebagai minyak yang diperoleh dengan cara pemurnian minyak nabati dan dipergunakan sebagai bahan makanan. Minyak nabati yang banyak digunakan sebagai minyak goreng di Indonesia antara lain minyak kelapa sawit dan minyak kedelai.

Dalam proses penggorengan, minyak berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan (Ketaren, 1986). Selain itu, minyak goreng memegang peranan penting karena minyak tersebut menjadi bagian dari produk akhir.

Mutu minyak goreng sangat dipengaruhi oleh komponen asam lemaknya, karena asam lemak tersebut akan sangat mempengaruhi sifat fisik, kimia dan stabilitas minyak selama proses penggorengan. Selain komponen asam lemak yang terdapat pada minyak goreng, stabilitas minyak goreng juga dipengaruhi oleh derajat ketidakjenuhan asam lemaknya, penyebaran ikatan rangkap dari asam lemaknya serta bahan-bahan yang dapat mempercepat atau memperlambat terjadinya proses kerusakan minyak terdapat secara alami atau sengaja ditambahkan (Serena, 1996).

Titik asap berperan dalam menentukan mutu minyak goreng. Minyak goreng yang mempunyai titik asap tinggi adalah minyak goreng yang bermutu baik. Titik asap didefinisikan sebagai suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang dapat menimbulkan rasa gatal pada


(36)

20 tenggorokan (Winarno, 2006). Akrolein terbentuk akibat hidrasi gliserol ketika dilakukan pemanasan yang berlebihan sehingga gliserol hancur. Titik asap sendiri ditentukan oleh kandungan asam lemak bebas yang terdapat di dalam minyak. Semakin rendah kandungan asam lemak bebasnya, maka titik asap dari minyak goreng tersebut akan semakin tinggi. Menurut AOCS (1978) titik asap dari suatu minyak goreng tidak boleh kurang dari 2150C.

D. Penyerapan Minyak Goreng

Penyerapan minyak (absorpsi) merupakan proses menyerapnya minyak goreng ke dalam bahan pangan. Proses absorpsi ini menyebabkan bertambahnya berat atau volume suatu benda akibat adanya suatu zat yang terserap ke dalamnya. Absorpsi juga menyebabkan suatu benda mengalami perubahan tekstur karena minyak yang terabsorpsi tersebut akan melunakkan bagian luar bahan pangan dan membasahi produk (Robertson, 1967).

Penyerapan minyak oleh makanan yang digoreng dapat diketahui dari struktur bahan pangan yang dapat dilihat pada Gambar 8. Makanan yang digoreng pada umumnya mempunyai struktur yang sama yaitu terdiri dari bagian dalam yang masih mengandung air (core), bagian luar bahan pangan yang mengalami dehidrasi (outer zone/crust) dan bagian luar yang berwarna coklat (outer zone surface)

outer zone surface

crust

core

Gambar 8. Struktur bahan pangan

Lapisan bagian dalam dari makanan masih mengandung air. Pada bahan yang tipis, bagian dalam sangat sedikit sekali atau malah tidak ada, yang ada hanya bagian tengah (crust). Air yang keluar dari bahan, akan diisi oleh


(37)

21 minyak yang terserap. Menurut Robertson (1967), jumlah minyak yang diserap oleh bahan pangan tergantung dari ketebalan core dengan crust, makin tebal crust makin banyak minyak yang terserap. Lapisan permukaan adalah lapisan terluar makanan yang berwarna coklat kekuningan, dimana warna tersebut merupakan hasil reaksi Maillard (browning non enzimatic).

Minyak yang terabsorpsi ke dalam produk gorengan dapat memberi dampak positif dan negatif baik terhadap produk itu sendiri maupun penerimaan konsumen. Menurut Yustica (1997), dampak positif dari penyerapan minyak yang terabsorpsi dalam bahan pangan yakni mengempukkan produk, memberi flavor yang khas dan kerenyahan, serta menambah rasa lezat dan gurih. Sedangkan dampak negatifnya adalah mengurangi tingkat penerimaan konsumen bila penampakan produk berminyak. Selain itu juga mempengaruhi mutu produk, dimana produk dengan absorpsi minyak tinggi akan mudah mengalami ketengikan dibandingkan dengan produk dengan absorpsi minyak rendah.

Menurut Pokorny (1999), penyerapan minyak oleh produk goreng dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya suhu, waktu, air yang terkandung dalam bahan pangan yang akan tergantikan oleh minyak selama proses penggorengan dan kualitas minyak yang digunakan. Jenis bahan pangan yang akan digoreng pun akan mempengaruhi penyerapan minyak. Produk goreng yang berasal dari bahan nabati dan mengandung pati akan menyerap minyak lebih banyak daripada bahan hewani.

Kualitas minyak goreng akan mempengaruhi tingkat penyerapan minyak dalam produk pangan. Tegangan permukaan antara minyak goreng dan bahan pangan tinggi saat minyak yang digunakan merupakan fresh oil. Selama penggorengan berulang, polaritas minyak meningkatkan akibat proses pemanasan sehingga tegangan permukaan antara minyak goreng dan bahan pangan yang digoreng menurun. Penyerapan minyak akan meningkat dengan semakin banyak penggorengan berulang.


(38)

22 E. Profil Penyerapan Minyak

Proses penggorengan memungkinkan bahan pangan menyerap sejumlah minyak selama proses penggorengan. Menurut Dana dan Saguy (2006), terdapat dua mekanisme yang mungkin dapat menjelaskan fenomena penyerapan minyak yaitu penggantian air (water replacement) dan efek pendinginan (cooling-phase effect).

1. Penggantian Air (Water Replacement)

Mekanisme ini menjelaskan bahwa minyak akan menggantikan air yang menguap selama terjadi proses penggorengan. Ketika produk pangan terkena suhu penggorengan yang tinggi, air di permukaan produk akan menguap secara cepat. Permukaan produk akan mengering dan terbentuklah kerak yang bertekstur pori-pori seperti spons. Air di dalam produk akan berubah menjadi uap dan menimbulkan gradien tekanan positif. Uap air akan ini kemudian akan meloloskan diri dari produk melalui celah, retakan, maupun kapiler yang terbentuk. Selama proses penguapan air berlangsung, minyak yang menempel pada permukaan akan menempati lubang-lubang besar dan celah yang terbentuk akibat perubahan tekstur selama penggorengan. Hal ini didukung fakta bahwa kadar minyak yang terserap amat dipengaruhi oleh kadar air awal pada produk (Mellema, 2003). Teori ini tidak dapat berdiri sendiri karena penelitian-penelitian menunjukkan bahwa penyerapan minyak terutama terjadi selama fase pendinginan.

2. Efek Fase Pendinginan (Cooling Phase Effect)

Teori ini berpendapat bahwa minyak tidak masuk ke produk selama proses penggorengan karena terhalang oleh tekanan uap air yang tinggi di permukaan produk. Minyak bahkan cenderung terdorong ke luar. Baru ketika proses menggoreng selesai, produk dipindahkan dari penggorengan dan mulai menjadi dingin. Uap air dalam produk terkondensasi sehingga tekanan dalam produk turun. Minyak yang melekat pada permukaan produk akhirnya akan tersedot dikarenakan adanya efek vakum yang tercipta (Dana dan Saguy, 2006)


(39)

23 Proses penyerapan minyak dalam teori ini sangat dipengaruhi oleh keberadaan kerak dan pori-pori (Mellema, 2003). Hal ini disebabkan karena air menguap ke permukaan melalui pori-pori produk sehingga terjadi efek vakum karena terjadi kondensasi uap, minyak akan tersedot melalui pori-pori tersebut.

F. Siklus Pemecahan Masalah

Berdasarkan Sutalaksana (1979), ada 5 langkah sistematis untuk memecahkan suatu masalah, yaitu : pendefinisian masalah, analisis masalah, pencarian alternatif-alternatif, mengevaluasikan alternatif-alternatif dan pengambilan keputusan. Langkah pertama adalah pendefinisian masalah yang tidak memerlukan teknis-teknis khusus. Pada tahap ini, tujuan yang akan dicapai harus dinyatakan, artinya dilakukan penentuan kriteria-kriteria dan hasil yang diinginkan.

Penganalisisan masalah dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada dibuat spesifikasi dan batasan-batasannya, menyajikan data secara sistematis, serta melakukan pengujian kembali atas permasalahan. Dilakukan pembatasan masalah dengan tepat yang dilakukan dengan menentukan bagaimana persoalan tersebut mempengaruhi kerja unit atau departemen atau perusahaan, menentukan penyebab masalah dengan menggunakan analisis sebab-akibat dan memeriksa diagnosis dengan menggunakan check sheet, samping, grafik dan analisis Pareto (Crocker, et all., 2007).

Berdasarkan analisis masalah yang dilakukan, dicari alternatif-alternatif yang disusun sebagai alternatif-alternatif pemecahan masalah. Alternatif-alternatif yang diperoleh, dipilih yang paling baik dengan menggunakan prinsip-prinsip dan teknik-teknik yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Sutalaksana, 1979). Setelah keputusan untuk tindakan pemecahan masalah akan dilaksanakan, harus dilakukan perencanaan tindakan. Rencana ini menentukan apa yang akan dijalankan, siapa yang akan melaksanakan, kapan batas waktunya, bagaimana melakukannya, sumber daya apa yang diperlukan dan standar yang harus memenuhi. Pemecahan masalah yang telah dilaksanakan harus dipantau dan dievaluasi. Langkah pemantauan dan


(40)

24 evaluasi bertujuan untuk memperoleh kepastian bahwa masalah dapat terpecahkan, untuk mengukur perbaikan, dan untuk memperbaiki setiap akibat tambahan yang mungkin tidak diperkirakan tetapi dapat merusak pemecahan (Crocker, et all., 2007).

Menurut Sutalaksana (1979), untuk melakukan perbaikan sistem kerja, terdapat delapan langkah pemecahan masalah, yaitu : observasi masalah, menemukan faktor-faktor penyebab masalah, meneliti faktor-faktor yang paling berpengaruh, menyusun langkah-langkah perbaikan, mengadakan evaluasi hasil, mencegah terulang masalah yang sama dan mencatat masalah yang belum terselesaikan.

G. Diagram Pareto

Analisis Pareto (Pareto analysis) dikembangkan oleh profesor ilmu ekonomi Italia yang bernama Vilfredo Pareto pada akhir abad ke 19 dan selanjutnya dikenal sebagai Pareto chart. Analisis ini merupakan pendekatan logis dari tahap awal pada proses perbaikan suatu situasi yang digambarkan dalam bentuk histogram. Hal ini dikenal sebagai konsep vital few and trivial many (yang penting itu sedikit, tetapi yang tidak penting itu banyak), yaitu penelusuran untuk mendapatkan penyebab utama (sesuai urutan kepentingannya). Dalam penggambarannya, data hasil pengukuran diklasifikasikan ke dalam kategori yang dinyatakan dalam bentuk balok (frekuensi cacat atau rusak) dan totalnya digambarkan dalam bentuk grafik kumulatif (Hubeis dan Kadarisman, 2007).

Diagram Pareto dibuat berdasarkan data statistik (sebab-sebab kehilangan/kerugian dalam nilai mata uang atau jumlah cacat) dan prinsip (sebaran yang menyimpan dan pandangan ekonomi) bahwa 20% penyebab atau bertanggung jawab terhadap 80% masalah yang muncul. Hal tersebut dapat diartikan koreksi 80% situasi yang ada dengan 20% energi total yang diperlukan untuk mengatur total masalah atau sebaliknya, untuk menyelesaikan 20% sisanya harus mengeluarkan energi yang tidak digunakan (80%). Aksioma tersebut menegaskan bahwa lebih mudah mengurangi bagian jalur yang terletak di bagian kiri diagram Pareto daripada mencoba untuk


(41)

25 menghilangkan secara sistematik lajur yang terletak di sebelah kanan diagram. Hal ini dapat diartikan bahwa diagram pareto dapat menghilangkan sedikit sebab penting untuk meningkatkan mutu produk atau jasa (Hubeis dan Kadarisman, 2007).

Selain itu, Diagram Pareto juga dapat digunakan untuk memastikan dan mengukur dampak dari upaya peningkatan atau perbaikan yang telah dilakukan. Jika perbaikan tersebut efisien, maka akan terjadi perubahan urutan faktor penyebab pada diagram Pareto yang dibuat sebelum dan setelah perbaikan dilaksanakan. Namun perbandingan tersebut harus dilakukan dalam interval yang sama antara sebelum dan sesudah pelaksanaan perbaikan sehingga interpretasi yang dihasilkan akan lebih akurat (Ishikawa, 1982).

Menurut Besterfield (1990), cara membuat diagram Pareto adalah sebagai berikut :

1. Menentukan metode pengklasifikasian (kategori) data berdasarkan masalah, penyebab, tipe ketidaksesukaan dan lain-lain

2. Memutuskan apakah jumlah uang atau frekuensi yang akan digunakan memeringkat data

3. Mengumpulkan data pada selang waktu tertentu

4. Merangkum data, memeringkat mulai dari yang paling besar jumlah atau frekuesnsinya

5. Menghitung persentase kumulatif dan membuat diagram

H. Diagram Sebab Akibat

Diagram Sebab Akibat ditemukan oleh orang Jepang yang bernama Kaoru Ishikawa, sehingga sering disebut sebagai Diagram Ishikawa. Selain itu, diagram ini sering juga disebut sebagai Diagram Tulang Ikan (Fish Bone Diagram). Penyusunannya dilakukan dengan teknik brainstorming (Muhandri dan Kadarisman, 2008).

Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang digunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan faktor-faktor penyebab tersebut (Gaspersz, 1998). Ishikawa (1989) menyebutkan bahwa diagram sebab akibat dibuat untuk


(42)

26 menggambarkan dengan jelas macam-macam sebab yang dapat mempengaruhi kualitas produk dengan cara menyisihkan dan mencari hubungannya dengan sebab-sebab tersebut.

Menurut Muhandri dan Kadarisman (2008), meskipun tiap perusahaan dapat menentukan sendiri faktor-faktor utama dalam penyusunan Diagram Sebab Akibat, namun secara umum terdapat lima faktor yang berpengaruh, yaitu lingkungan, manusia, metode, bahan, dan mesin peralatan. Langkah-langkah penyusunannya dijelaskan sebagai berikut :

1. Tentukan masalah (kondisi) akan diperbaiki (diamati). Gambarkan garis panah dengan kotak diujung garis sebelah kanan dan tuliskan masalah yang akan diperbaiki itu di dalam kotak.

2. Cari faktor-faktor utama yang berpengaruh atau mempunyai akibat pada masalah (kondisi) tersebut. Tuliskan dalam kotak yang telah dibuat di atas atau di bawah garis panah.

3. Cari lebih lanjut faktor-faktor yang lebih rinci yang berpengaruh terhadap faktor utama tersebut. Tuliskan faktor-faktor rinci tersebut di kiri atau di kanan panah penghubung dan buatlah panah di bawah faktor rinci tersebut menuju garis penghubung.

4. Cari penyebab-penyebab utama. Dari diagram-diagram yang sudah lengkap, dicari penyebab-penyebab utama dengan menganalisis data yang sudah ada dan buatlah urutannya dengan memakai Diagram Pareto. Bila analisis data tidak dapat dilakukan, maka analisislah faktor-faktor mana saja yang berpengaruh dan mana yang tidak berpengaruh. Faktor yang tidak berpengaruh untuk sementara dapat diabaikan.


(43)

27 IV. KEGIATAN MAGANG

A. Deskripsi Kegiatan Magang

Kegiatan magang dilaksanakan di pabrik Taro PT Unilever Indonesia Tbk., Gunung Putri, Bogor selama 4 bulan. Kegiatan ini dimulai pada tanggal 13 Maret 2010 sampai 13 Juli 2010 dengan jam kerja pukul 08.00-16.00 WIB, kecuali pada saat pengambilan data di luar jam kerja tersebut. Topik penelitian ini sudah ditentukan oleh pihak perusahaan yang sesuai dengan kondisi permasalahan yang terjadi pada proses produksi di pabrik tersebut. Tugas yang diberikan berkaitan dengan tingginya loss minyak goreng pada proses produksi pembuatan Taro.

B. Metode Kerja

Kegiatan magang yang dilakukan menggunakan metode kerja sebagai berikut :

1. Mempelajari Proses Produksi Taro

Pada tahap awal kegiatan observasi, dilakukan pengenalan proses pembuatan Taro. Sistem produksi yang dipelajari dimulai dari penerimaan bahan baku sampai penyimpanan finish product. Proses produksi yang diamati mulai pada tahap penimbangan, pencampuran dan pemasakan, pembentukan lembaran, aging, pengeringan, penggorengan, seasoning dan pengemasan, namun secara khusus dipelajari proses penggorengan karena kaitannya dengan penggunaan minyak goreng.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi secara aktual yang terjadi. Informasi yang diperoleh dengan wawancara mengenai proses pembuatan Taro, kondisi umum perusahaan dan operasional berjalannya proses produksi. Narasumber pada wawancara ini terdiri dari operator, supervisor, manajer produksi, tim maintenance dan quality control.


(44)

28 3. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan mencari referensi dan literatur yang berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan, untuk mendukung serta mencari alternatif pemecahan permasalahan sesuai dengan bidang ilmu yang dikaji. Studi pustaka dilakukan dengan pencarian buku dan literatur lain di perpustakaan serta pencarian dengan media elektronik.

4. Pengumpulan dan Analisis Data

Untuk mengkaji akar dari permasalahan tingginya loss minyak goreng, diperlukan pengumpulan dan analisis data. Data tersebut dikumpulkan dan dianalisis dengan cara:

a. Brainstorming

Brainstroming dilakukan dengan pihak perusahaan yang berkaitan dengan potensi terjadi loss minyak goreng. Dengan brainstorming, dapat diketahui tahapan proses mana saja yang berpotensi menyebabkan loss minyak goreng dan parameter yang perlu diamati untuk mengetahui besarnya loss minyak goreng yang terjadi.

b. Tools kendali mutu 1.) Diagram Sebab Akibat

Diagram Ishikawa pada tahap pencarian faktor-faktor penyebab masalah untuk mencari setiap sebab lebih jauh dan untuk membedakan antara sebab utama dari suatu masalah beserta akibat-akibatnya. Dalam operasionalnya, diagram ini merupakan kelanjutan dari penerapan teknik brainstroming pada kegiatan penyelesaian masalah mutu karena merupakan gabungan dari seluruh permasalahan dan penjabaran yang bersifat konstruktif dan produktif. Diagram Ishikawa merupakan visualisasi grafik sederhana yang dapat mengidentifikasi masalah secara praktis menurut sebab-sebab tetap (hubungan di antara ciri-ciri dan faktor yang berpengaruh) dan potensial (cacat yang mudah dideteksi dan diukur) oleh pemakainya (Hubeis dan Kadarisman, 2007)


(45)

29 2.) Diagram Pareto

Diagram Pareto digunakan untuk menemukan faktor utama penyebab masalah pada tahap proses penggorengan. Pembuatannya mengunakan data kuantitas. Setelah mendapatkan fakta faktor penyebab dari diagram sebab-akibat, maka dapat diperoleh faktor penyebab yang dapat diukur. Lalu dilakukan pengukuran data dan disajikan dalam bentuk histogram.

c. Pembuatan neraca kesetimbangan massa

Neraca kesetimbangan massa dibuat pada tahap proses penggorengan untuk mengetahui banyaknya minyak goreng yang digunakan dan minyak goreng yang terbuang. Untuk membuat neraca kesetimbangan massa dilakukan penimbangan berat semua bahan yang masuk (input) dan keluar (output). Hasil dari neraca kesetimbangan massa digunakan sebagai data pembuatan diagram Pareto untuk menganalisis faktor terbesar penyebab loss minyak goreng pada tahap penggorengan. Berikut adalah skema proses pada tahap penggorengan :

Gambar 9. Neraca massa proses penggorengan Taro BS Seasoning

flavor

Taro Penggorengan

minyak

goreng

gorengan pelet

Gorengan BS, minyak goreng tercecer, uap air,


(46)

30 d. Pengukuran waktu perputaran oil separator

Waktu perputaran oil separator dihitung dengan alat stopwatch. Waktu perputaran oil separator dihitung mulai dari detik ke-0 saat poros mesin bergerak sampai poros mesin berhenti.

e. Pengukuran kadar air

Pengukuran kadar air dilakukan pada pelet dan produk hasil gorengan dengan menggunakan alat Halogen Moisture Analyzer Toledo (Gambar 10). Pengukuran kadar air pelet dilakukan untuk mengetahui hubungan kadar air pelet dengan penyerapan minyak goreng produk. Selisih pengukuran kadar air produk hasil gorengan dengan kadar air pelet digunakan untuk menghitung banyaknya air yang menguap selama proses penggorengan.

Gambar 10. Halogen Moisture Analyzer Toledo

Prinsip pengukuran alat ini adalah pemanasan bahan yang akan dianalisis pada suhu tertentu sampai mencapai berat keringnya. Berat kering tercapai ditandai dengan berat yang stabil. Alat ini mengukur berat secara kontinu selama proses pengeringan dan menunjukan penurunan kelembaban. Setelah pengeringan selesai, kelembaban atau padatan dari sampel akan ditampilkan.

Pada pengukuran kadar air pelet, terlebih dahulu pelet dipatahkan menjadi empat bagian kemudian dimasukkan ke dalam alat sebanyak ±3 gram, lalu dilakukan pemanasan pada suhu 2000C sampai berat keringnya tercapai karena semua air dalam bahan sudah


(47)

31 menguap. Pada pengukuran kadar air hasil gorengan, sampel digerus terlebih dahulu sampai halus lalu dimasukkan ke dalam alat sebanyak ±3 gram, lalu dilakukan pemanasan pada suhu 1050C sampai mencapai berat keringnya karena semua air dalam bahan sudah diuapkan. Kadar air sampel dapat dihitung dengan rumus :

Kadar air (%) = berat sampel awal−berat sampel akhir

berat sampel awal × 100%

f. Pengukuran kadar minyak goreng dalam produk

Pengukuran kadar minyak goreng dalam produk hasil gorengan menggunakan alat Soxtec Auto Fat Extraction dengan prinsip kerja yang sama dengan alat soxhlet yaitu ekstraksi minyak (Gambar 11).

Gambar 11. Soxtec Auto Fat Extraction

Pelarut yang digunakan adalah heksan analitis. Sampel terlebih dahulu digerus kemudian ditimbang sebanyak ±2 gram dan dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring. Setelah itu, selongsong kertas dimasukkan ke dalam cup selongsong dan dipasangkan pada alat yang sudah siap pada suhu pemanasan 1500C. Lalu heksan sebanyak ±80 ml dimasukkan ke dalam cup. Setelah alat dijalankan (60 menit), sisa minyak goreng yang terekstrak ditimbang. Kadar minyak goreng yang terdapat pada hasil goreng dihitung dengan rumus :

Kadar minyak goreng (%)

=

berat minyak (gram )


(48)

32 C. Metodologi Pemecahan Masalah

Langkah-langkah yang dilakukan pada kegiatan magang untuk memecahkan masalah menggunakan teknik dasar kendali mutu yang sesuai yaitu sebagai berikut :

1. Observasi Masalah

Tahapan ini dilakukan pemahaman masalah yang terjadi. Observasi masalah dilakukan dengan teknik wawancara pada pihak-pihak yang berkaitan dan observasi langsung pada proses.

2. Menemukan Faktor-Faktor Penyebab Masalah

Tahapan ini meliputi pengamatan berbagai macam faktor eksternal dan internal sehingga dapat ditentukan faktor yang berkontribusi pada masalah, mengkaji kembali faktor-faktor tersebut sehingga dapat ditentukan penyebab dari permasalahan dan mengintegrasikan faktor penyebab masalah tersebut (Hellriegel et al., 2002).

Tahap ini dilakukan wawancara dan menggunakan alat bantu berupa Diagram Sebab Akibat (Diagram Ishikawa). Diagram Sebab Akibat berguna untuk mengetahui faktor-faktor yang mungkin (memiliki peluang) menjadi penyebab munculnya masalah atau berpengaruh terhadap hasil. (Muhandri dan Kadarisman, 2008). Selain itu juga dilakukan pengambilan data untuk memverifikasi hasil observasi faktor penyebab yang dilakukan. 3. Meneliti Faktor-Faktor yang Paling Berpengaruh

Setelah dibuat Diagram Ishikawa, akan dianalisis penyebab utama yang paling berpengaruh terhadap terjadinya loss minyak goreng dengan membuat Diagram Pareto. Selain itu juga dilakukan analisis untuk mengetahui faktor-faktor yang memiliki pengaruh yang cukup signifikan untuk diperbaiki. Setelah ditemukan faktor utama penyebab loss minyak goreng, disusun langkah-langkah perbaikan yang akan mungkin dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan.

4. Menyusun Langkah-Langkah Perbaikan

Dalam penyusunan langkah-langkah perbaikan ini, diperlukan keikutsertaan pihak perusahaan dalam teknik brainstorming yang akan dilakukan. Pihak-pihak tersebut terdiri dari bagian produksi, quality


(49)

33 control (QC) dan maintenance/engineering. Langkah perbaikan yang dilakukan harus sesuai dengan kondisi dan kemampuan perusahaan. Langkah tersebut juga harus mempertimbangkan keefektifan dan keefisienan untuk menjadi prioritas. Langkah-langkah lanjutan dalam penyelesaian masalah tidak dilaksanakan dalam kegiatan magang ini.

Diagram alir langkah-langkah yang dilakukan untuk pemecahan masalah dalam kegiatan magang ini dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Skema tahapan yang dilakukan Observasi masalah

Menemukan faktor-faktor penyebab masalah

Meneliti faktor-faktor yang paling berpengaruh

Menyusun langkah-langkah perbaikan

Observasi proses penggorengan

Wawancara

Diagram Ishikawa

Verifikasi keterangan (data)

Trial Diagram Pareto


(1)

101

Lampiran 13

. Hasil

trial

kadar air pelet dan waktu perputaran

oil separat

or

terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng pada

batch fryer

1.

Ka

Waktu perputaran

oil

separator

Ulangan

Kadar minyak (%)

(%)

Setting

(s)

Aktual (s)

Awal

Akhir

Penurunan

10,6

2

3,68

1

33,06

19,29

13,77

2

16,82

16,24

3

19,01

14,05

3

5,11

1

15,82

17,24

2

12,09

20,97

3

15,91

17,15

4

6,12

1

12,74

20,32

2

11,92

21,14

3

14,68

18,38

5

7,29

1

14,24

18,82

2

11,15

21,91

3

12,99

20,07

6

8,16

1

12,97

20,09

2

11,19

21,87

3

12,82

20,24

10,92

2

3,74

1

35,18

17,63

17,55

2

18,17

17,01

3

20,62

14,56

3

4,86

1

16,25

18,93

2

16,87

18,31

3

17,06

18,12

4

5,94

1

16,07

19,11

2

14,62

20,56

3

14,75

20,43

5

6,94

1

12,98

22,20

2

12,94

22,24

3

13,43

21,75

6

7,81

1

13,17

22,01

2

12,41

22,77


(2)

102

Between-Subjects Factors

2 6

3 6

4 6

5 6

6 6

10,6 15

10,92 15

1 2 3 4 5 waktu_setting

1 2 kadar_air

Value Label N

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: penurunan_kadar_miny ak

146,440a 9 16,271 9,831 ,000

11137,289 1 11137,289 6728,979 ,000

136,406 4 34,102 20,604 ,000

6,084 1 6,084 3,676 ,070

3,950 4 ,987 ,597 ,669

33,102 20 1,655

11316,832 30

179,543 29

Source

Corrected Model Intercept waktu_sett ing kadar_air

waktu_sett ing * kadar_air Error

Total

Corrected Total

Ty pe I II Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = , 816 (Adjusted R Squared = , 733) a.

penurunan_kadar_minyak

Duncana,b

6 15,5300

6 18,4533

6 19,9900 19,9900

6 20,8317

6 21,5333

1,000 ,052 ,062

waktu_set ting 2

3 4 5 6 Sig.

N 1 2 3

Subset

Means f or groups in homogeneous subsets are display ed. Based on Ty pe III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 1,655. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. a.

Alpha = , 05. b.

Lampiran 14

. Hasil statistik data

trial

kadar air pelet dan waktu perputaran

oil

separat

o

r

terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng pada

batch fryer

1.


(3)

103

Between-Subjects Factors

3,68 3

5,11 3

6,12 3

7,29 3

8,16 3

3,74 3

4,86 3

5,94 3

6,94 3

7,81 3

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 waktu_aktual

Value Label N

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: penurunan_kadar_miny ak

146,440a 9 16,271 9,831 ,000

11137,289 1 11137,289 6728,979 ,000

146,440 9 16,271 9,831 ,000

33,102 20 1,655

11316,832 30

179,543 29

Source

Corrected Model Intercept waktu_aktual Error Total

Corrected Total

Ty pe I II Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = , 816 (Adjusted R Squared = ,733) a.

penurunan_kadar_minyak

Duncana,b

3 14,6867

3 16,3733 16,3733

3 18,4533 18,4533

3 18,4533 18,4533

3 19,9467 19,9467

3 20,0333 20,0333

3 20,2667 20,2667

3 20,7333 20,7333

3 21,3967

3 22,3333

,124 ,074 ,067 ,056

waktu_akt ual 3,68

3,74 5,11 4,86 6,12 5,94 7,29 8,16 6,94 7,81 Sig.

N 1 2 3 4

Subset

Means f or groups in homogeneous subsets are display ed. Based on Ty pe III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 1,655. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000. a.

Alpha = , 05. b.

Lampiran 15

. Hasil statistik hubungan waktu aktual perputaran

oil separator

terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng pada

batch fryer

1

Univariate Analysis of Variance

Post Hoc Tests

waktu_aktual


(4)

104

Lampiran 16

. Hasil

trial

kadar air pelet dan waktu perputaran

oil separator

terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng pada

batch fryer

2

ka Ulangan

(%) setting (s) aktual (s) awal (%) akhir (%) penurunan (%)

10,57 2 7,9 1 35,95 17,89 18,06

2 13,70 22,25

3 10,98 24,97

3 8,93 1 12,04 23,91

2 12,48 23,47

3 13,03 22,92

4 10,34 1 11,20 24,75

2 11,79 24,16

3 11,91 24,04

5 11,47 1 11,89 24,06

2 10,55 25,40

3 11,14 24,81

6 12,13 1 9,81 26,14

2 9,31 26,64

3 9,12 26,83

10,73 2 6,39 1 38,06 13,07 24,99

2 13,44 24,62

3 14,32 22,76

3 7,69 1 13,04 25,02

2 12,33 25,73

3 13,42 24,64

4 8,74 1 11,25 26,81

2 12,22 25,84

3 11,73 26,33

5 9,7 1 10,32 27,74

2 12,27 25,79

3 12,15 25,91

6 10,95 1 11,70 26,36

2 11,49 26,57

3 10,45 27,61

12,2 2 6,49 1 40,23 19,67 20,65

2 19,33 20,99

3 17,40 22,92

3 7,93 1 18,61 21,71

2 18,88 21,44

3 18,14 22,18

4 8,59 1 17,79 22,53

2 17,71 22,61

3 16,01 24,31

5 9,56 1 16,88 23,44

2 16,68 23,64

3 15,89 24,43

6 10,84 1 15,97 24,35

2 15,98 24,34

3 15,79 24,53


(5)

105

Lampiran 17

. Hasil statistik data

trial

kadar air pelet dan waktu perputaran

oil

separat

o

r

terhadap penurunan kadar minyak hasil goreng pada

batch

fryer

2.

Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors

10,57 15

10,73 15

12,2 15

2 9

3 9

4 9

5 9

6 9

1 2 3 kadar_air

1 2 3 4 5 waktu_setting

Value Label N

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: penurunan_kadar_miny ak

132,369a 14 9,455 7,224 ,000

26557,472 1 26557,472 20290,502 ,000

61,030 2 30,515 23,314 ,000

66,198 4 16,550 12,644 ,000

5,141 8 ,643 ,491 ,853

39,266 30 1,309

26729,107 45

171,635 44

Source

Corrected Model Intercept kadar_air waktu_sett ing

kadar_air * waktu_setting Error

Total

Corrected Total

Ty pe I II Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = , 771 (Adjusted R Squared = , 664) a.


(6)

106

Post Hoc Tests

kadar_air

Homogeneous Subsets

waktu_setting

Homogeneous Subsets

penurunan_kadar_minyak

Duncana,b

15 22,9380

15 24,1607

15 25,7813

1,000 1,000 1,000

kadar_air 12,2 10,57 10,73 Sig.

N 1 2 3

Subset

Means f or groups in homogeneous subsets are display ed. Based on Ty pe III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 1,309. Uses Harmonic Mean Sample Size = 15,000. a.

Alpha = , 05. b.

penurunan_kadar_minyak

Duncana,b

9 22,4678 9 23,4467

9 24,5978

9 25,0244 25,0244

9 25,9300

,080 ,435 ,104

waktu_set ting 2

3 4 5 6 Sig.

N 1 2 3

Subset

Means f or groups in homogeneous subsets are display ed. Based on Ty pe III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 1,309. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9,000. a.

Alpha = , 05. b.