menentukan titik kritis waktu aging yang aman. Menurut Fardiaz 2002, kecepatan pertumbuhan konstan k dapat dihitung berdasarkan persamaan
berikut :
keterangan : k = kecepatan pertumbuhan konstan generasiwaktu
Nt = jumlah sel setelah waktu t No = jumlah sel awal
t = waktu dari No ke Nt jam atau menit
7. Pengujian Pengaruh Kelembaban Udara RH Rak Aging terhadap
Proses Retrogradasi Pati Lembaran Adonan pada Proses Aging
Lembaran adonan yang telah digulung menjadi bentuk rol diaging pada 4 rak aging yang dipilih secara acak, yaitu rak aging no. 14, 52, 65
dan 78. Kemudian, dilakukan pengukuran suhu bola basah dan suhu bola kering pada setiap rak aging. Suhu bola basah dan bola kering diplotkan
pada kurva psikometrik untuk mendapatkan nilai kelembaban udara RH. Kemudian dilakukan pengukuran kadar air lembaran adonan pada waktu
aging 0 dan 8 jam. 8.
Pengujian Pengaruh Laju Perubahan Kadar Air terhadap Tekstur Lembaran Adonan Selama Aging
Sebanyak 3 rol lembaran adonan diaging dan tiap rol dibagi menjadi empat bagian. Pada setiap rol dilakukan pengukuran kadar air pada
lembaran yang terletak pada posisi paling luar, tengah dan dalam dari rol. Pengukuran dilakukan pada 4 titik jam aging yang berbeda. Kemudian
dilakukan uji kekerasan terhadap tekstur lembaran adonan pada posisi luar, tengah dan dalam setelah diaging selama 12 jam.
9. Kurva Sorpsi Isoterm Pelet First Dryer
Desikator berisi contoh disimpan dalam ruang penyimpanan yang telah diatur suhunya 31
o
C dan dijaga tetap. Untuk mendapatkan kondisi RH yang diinginkan, diletakkan larutan garam jenuh sebagai pengatur
k = log Nt – log No 0.301t
kelembaban desikator. Larutan garam jenuh diperoleh dengan melarutkan garam dalam jumlah berlebih ke dalam air destilata.
RH gudang Taro adalah 65-90, sehingga dibuat kurva sorpsi isoterm pada kisaran RH tersebut. Garam jenuh yang digunakan adalah KI
RH 69, NaCl RH 74, KBr RH 83 dan Na
2
SO
4
RH 87. Pelet first dryer sebanyak ± 5 gram dimasukkan dalam cawan
alumunium yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan tersebut dimasukkan dalam desikator yang telah berisi larutan garam jenuh seperti
Gambar 13. Setiap tiga hari sekali cawan sampel ditimbang sampai
mencapai berat konstan. Keterangan :
1. Inkubator
2. Desikator
3. Cawan alumunium
4. Penyangga berlubang
5. Larutan garam jenuh
Gambar 13. Susunan Desikator 10.
Pengujian Pengaruh Kadar Air Pelet terhadap Indeks Ekspansi Hasil Goreng
Pelet first dryer dikeringkan pada mesin pengering kedua selama 150 menit dan setiap 30 menit sampel diturunkan sebagian dari mesin
pengering kedua. Sampel yang diturunkan diukur kadar airnya menggunakan moisture analyzer pada 5 titik yang berbeda. Pelet tersebut
kemudian digoreng pada mesin penggorengan dan diukur densitas kamba hasil gorengnya. Pengukuran densitas kamba menggunakan kotak bulk
density dengan volume 18 liter dan timbangan.
11. Pengujian Pengaruh Kadar Air Hasil Goreng terhadap Mutu
Organoleptik
Berdasarkan tekstur, hasil goreng dikelompokkan menjadi empat yaitu porian, keriting, standar dan bantat. Pada setiap kelompok ini
dilakukan pengukuran kadar air dan aw serta uji kerenyahan. Pengukuran kadar air menggunakan moisture analyzer, sedangkan a
w
menggunakan a
w
meter dengan ketelitian ±0.02. Uji kerenyahan dilakukan secara
organoleptik.
12. Perhitungan Waste
Waste pada tahap pemotongan dikumpulkan setiap batcg
pemotongan. Waste tersebut dipisahkan menjadi waste rol adonan dan waste
pelet, kemudian ditimbang. Waste pada tahap pengeringan pertama dikumpulkan untuk setiap mesin pengering pertama. Waste dipisahkan
menjadi waste yang tercecer di sekeliling mesin dan waste yang terdapat pada bagian dalam mesin, kemudian dilakukan penimbangan. Waste pada
tahap pengeringan kedua dikumpulkan untuk setiap mesin pengering kedua setelah penurunan pelet dari mesin dan dilakukan penimbangan.
13. Diagram Sebab Akibat