Mempelajari Pengaruh Kadar Air terhadap Karakteristik Mutu dan Minimalisasi Waste Selama Proses Produksi Snack Taro Net di PT. Rasa Mutu Utama, Bogor

(1)

SKRIPSI

MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI

PT. RASA MUTU UTAMA, BOGOR

Oleh :

MARLYNA SUNARYO F24102052

2006

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

Marlyna Sunaryo. F24102052. Mempelajari pengaruh kadar air terhadap karakteristik mutu dan minimalisasi waste selama proses produksi snack Taro net di PT. Rasa Mutu Utama, Bogor. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi dan Ir. Maulana W. Jumantara. 2006.

RINGKASAN

Perkembangan bisnis snack di Indonesia dalam lima tahun terakhir ini semakin menggelembung. Pada tahun 2004, pangsa pasar snack modern mencapai 59.500 ton dan nilai bisnisnya mencapai 1,9 triliun (Hidayat, 2006). Snack merupakan makanan ringan yang dimakan dalam waktu antara ketiga makanan utama dalam sehari (Muchtadi, et al., 1988). PT. Rasa Mutu Utama memproduksi snack dengan merk dagang “Taro”, yang diproduksi untuk PT. Unilever Indonesia.

Snack Taro net merupakan single layer pellet berbentuk net yang diproduksi secara semi-kontinyu menggunakan teknologi ebisen yang berasal dari Jepang. Snack ebisen ini bukan merupakan produk ekstrusi tetapi lebih menyerupai kerupuk. Proses produksi ebisen meliputi tahap pemasakan, sheeting, pendinginan dengan cooling conveyor, rolling, aging, pemotongan, pengeringan pertama (first dryer), pengeringan kedua (second dryer), penggorengan, flavouring dan pengemasan.

Untuk mendapatkan mutu produk akhir yang baik, maka mutu bahan harus dikendalikan mulai dari bahan baku, selama proses hingga penyimpanan produk akhir. Salah satu parameter yang sangat menentukan mutu produk snack adalah kadar air, yang akan menentukan mutu fisiko-kimia, biologis dan organoleptik produk.

Pemasakan bahan dilakukan dengan mencampurkan terigu, tapioka, gula, garam dan baking powder dengan sejumlah air pada steam cooker, lalu adonan akan masuk ke mesin sheeting dan dihasilkan adonan berbentuk lembaran (sheet). Jumlah air yang ditambahkan pada proses pemasakan berpengaruh nyata terhadap kadar air adonan, ketebalan dan elastisitas lembaran adonan. Setelah itu, lembaran adonan didinginkan pada cooling conveyor, lalu digulung menjadi bentuk rol dan diaging pada suhu kamar. Selama proses pendinginan sampai rol adonan diletakkan di rak aging memungkinkan adanya cemaran mikrobiologi yang bersumber dari udara, pekerja, alat dan sagu tabur.

Selama proses aging, pati mengalami retrogradasi yaitu kristalisasi kembali yang dapat dikarakteristik oleh fenomena fisik dan kimia, seperti perubahan tekstur, migrasi air, kristalisasi pati dan interaksi komponen. Perbedaan kelembaban udara ruang aging tidak berpengaruh nyata terhadap proses retrogradasi pati. Lembaran yang berada pada posisi paling luar memiliki laju penurunan kadar air paling cepat, kemudian posisi paling dalam dan posisi paling tengah yang memiliki laju penurunan kadar air paling lambat. Semakin cepat laju penurunan kadar air, maka tekstur lembaran adonan akan cepat mengeras. Endospora bakteri dan mikotoksin kapang terbentuk pada fase pertumbuhan lambat sebelum memasuki fase pertumbuhan tetap, yang berlangsung pada waktu aging 20 jam, sehingga waktu aging harus dibatasi.

Setelah diaging, sheet dipotong menjadi potongan kecil berbentuk persegi panjang yang biasa disebut “pelet”. Pelet-pelet ini kemudian dikeringkan pada


(3)

mesin pengering pertama (first dryer) dan disimpan sebagai stok di gudang pelet. Kadar air pelet berpengaruh terhadap tekstur pelet selama proses pengeringan. Semakin rendah kadar air pelet, maka tekstur pelet akan mudah rapuh. Selain itu, kadar air juga mempengaruhi mutu mikrobiologis pelet selama penyimpanan. Semakin tinggi kadar air pelet, maka potensi pertumbuhan mikroorganisme semakin besar. Berdasarkan kurva sorpsi isoterm pelet first dryer aman disimpan pada tingkat kadar air 12.41-14.17% untuk gudang penyimpanan Taro dengan RH ruangan 70-80%.

Sebelum digoreng, pelet yang berasal dari gudang dikeringkan kembali pada mesin pengering kedua (second dryer) sampai kadar air 8-9.5% (Serena, 1996). Kemudian pelet digoreng, ditambahkan flavour dan dikemas. Kadar air pelet second dryer berpengaruh nyata terhadap densitas kamba hasil goreng. Semakin tinggi kadar air pelet, maka densitas kamba hasil goreng semakin rendah. Selain itu, aw hasil goreng mempengaruhi tingkat kerenyahan produk. Semakin tinggi aw produk maka tingkat kerenyahan produk semakin rendah.

Produk snack memiliki aw yang rendah yaitu 0.27-0.33, sehingga produk aman dari cemaran mikrobiologis asalkan produk bisa dijaga dari kelembaban yang memungkinkan kenaikan kadar air. Mutu mikrobiologis snack Taro net sangat baik, karena memenuhi semua persyaratan mikrobiologis SNI makanan ringan ekstrudat.

Selama rangkaian proses produksi snack Taro net banyak dihasilkan waste, yang merupakan bahan baku yang tidak dapat diproses lebih lanjut. Waste paling banyak ditemukan pada tahap pemotongan, pengeringan pertama dan pengeringan kedua. Jumlah waste pada tahap pemotongan diperkirakan antara 0.39–0.73%, sedangkan jumlah waste pada tahap pengeringan pertama 0.26-0.43%. Jumlah waste pada tahap pengeringan kedua 1.89–2.97% per shift, yang diperoleh dari 5 mesin pengering kedua yang berbeda. Berdasarkan uji Post Hoc ANOVA pada mesin pengering kedua dapat disimpulkan bahwa mesin 1 dan mesin 6 memiliki perbedaan jumlah waste yang signifikan dibandingkan mesin pengering kedua yang lain.

Identifikasi penyebab tingginya jumlah waste disebabkan oleh 5 faktor yaitu manusia, metode, bahan, alat/wadah dan lingkungan. Upaya minimalisasi yang dilakukan adalah mengatasi penyebab masalah yang meliputi training karyawan, modifikasi metode dan mesin, perbaikan lingkungan dan kontrol proses.


(4)

MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE

SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU UTAMA, BOGOR

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MARLYNA SUNARYO F24102052

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE

SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU UTAMA, BOGOR

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MARLYNA SUNARYO F24102052

Dilahirkan pada tanggal 12 Maret 1984 di Bogor Tanggal lulus : 7 Oktober 2006

Menyetujui, Bogor, 28 Desember 2006

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi Ir. Maulana W. Jumantara Pembimbing Akademik Pembimbing Lapang

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Maret 1984 di Bogor. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, dari keluarga Amie Sunaryo dan Willianny. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Kesatuan Bogor sampai tahun 1996. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTP Kesatuan Bogor, dan pada tahun 2002 menyelesaikan Sekolah Menengah Umum di SMU Regina Pacis Bogor. Tahun 2002, penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama kuliah, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan kerohanian PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen), baik sebagai aktivis maupun pengurus. Selain itu, penulis juga aktif dalam beberapa kepanitian, dan aktif mengikuti seminar-seminar pangan, seperti Seminar dan Pelatihan HACCP 2004 (Hazard Analytical Critical Control Point), Training Auditor HACCP 2006, Seminar Nasional Teknologi Perisa dan Aplikasinya, Pangan Organik dan lain-lain. Pada tahun 2005, penulis terpilih sebagai 10 mahasiswa berprestasi Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Pada bulan Februari – Juni 2006, penulis melakukan kegiatan magang sebagai tugas akhir (skripsi) di PT. Unilever Indonesia dengan judul Mempelajari Pengaruh Kadar Air terhadap Karakteristik Mutu dan Minimalisasi Waste Selama Proses Produksi Snack Taro net di PT. Rasa Mutu Utama, Bogor di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi dan Ir. Maulana W. Jumantara.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala Puji, Hormat serta Syukur, penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala rahmat, kasih karunia dan pemeliharaan-Nya yang tidak putus-putusnya dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan magang dan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis, yaitu :

1. Kedua orang tua penulis, yang tidak habis-habisnya memberikan kasih, perhatian, dukungan dan doa kepada penulis. Adikku, Juhadi yang selalu siap sedia membantu penulis, Suk-suk, Pak-pak yang senantiasa mendukung studiku.

2. Ibu Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. yang telah membimbing penulis selama studi hingga penulisan skripsi. Terima kasih atas segala nasehat, bimbingan dan masukannya kepada penulis.

3. Bpk. Ir. Maulana W. Jumantara selaku pembimbing lapang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba banyak ilmu di PT. Unilever Indonesia. Terima kasih atas kepercayaan yang diberikan, ilmu, nasehat, bimbingan dan masukan yang sangat berarti bagi penulis.

4. Ibu Ir. Elvira Syamsir, MSi. yang telah berkenan menjadi dosen penguji. 5. Bpk. Yogi Sapta dan Pak Budi yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk melakukan kegiatan magang di PT. Rasa Mutu Utama dan menerima penulis dengan baik.

6. Pak Lukman, Pak Slamet Supriyadi, Mas Wiwit yang telah memberikan waktunya untuk membantu penulis selama melaksanakan kegiatan magang dan masukannya.

7. Pak Wakiyo, QC RMU : Pak Fajar, Pak Nanang, Pak Siswoyo; Supervisor RMU : Pak Atik, Pak Susilo, Pak Idrus, Pak Udin; leader produksi, karyawan produksi, RMS dan FPS yang telah sangat membantu kelancaran penulis dalam mengerjakan project dan trial. Staf RMU: Pak Asbi, Pak Makpur, Pak


(8)

Mudji, Pak Kamto, Mba Yuli, Mba Yani, Mba Unil, Pak Richard, Mba Indri, Ibu Jumini, Om Firzon; Satpam RMU, dll yang telah menerima penulis dengan ramah dan segala bantuannya.

8. Ibu Serena, Ibu Penny, Pak Sukardiman, Pak Eben, Pak Kusmanto, Ibu Ummy, Mba Peni, Pak Yono, Pak Yusuf, Pak Yusman, Pak Sule, dll yang telah menerima penulis dengan ramah dan segala bantuannya.

9. Pak Ali Manshur, Pak Nunung, Pak Heri, Pak Bambang terima kasih atas segala bantuannya, serta semua pihak di PT. Unilever Indonesia dan PT. Rasa Mutu Utama yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas segala keterbukaan dan keramahannya selama penulis magang.

10.Teman-teman seperjuanganku Qco dan Astri, terima kasih atas dukungan dan waktu-waktu yang kita habiskan bersama; Steisi dan Izal, terima kasih atas dukungan, kerja sama dan kekompakan yang ada; Gol B-4, teman seperjuangan ngerjain laporan, terima kasih buat dukungan dan kerja samanya, dan semua temen-teman TPG 39, terima kasih atas kebersamaannya selama di TPG.

11.My sisters: Dika, Vivi; Christ, Ko Hardi, teman-teman PMK IPB, Perkantas Bogor, GBIB, KNM 2006 terima kasih atas persahabatan, dukungan dan doa yang terus menguatkan penulis. HE giveth more grace when the burden grows greater and HE sendeth more strength when the labors increase...

Bogor, Oktober 2006


(9)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN... A. LATAR BELAKANG... B. TUJUAN... II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN... A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN... B. LOKASI PERUSAHAAN... C. BIDANG USAHA DAN PRODUK PERUSAHAAN... D. STRUKTUR ORGANISASI... E. MANAJEMEN PERUSAHAAN... F. PERATURAN KERJA... G. KESEJAHTERAAN DAN KESELAMATAN KERJA... III. TINJAUAN PUSTAKA... A. SNACK FOOD ... 1. Karakteristik Mutu Snack ... 2. Aspek Mikrobiologi Produk Snack ... B. AIR DALAM BAHAN PANGAN ... C. PERANAN AIR SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK ... D. PATI... 1. Pati untuk Snack... 2. Gelatinisasi Pati... 3. Retrogradasi Pati... E. PROSES PEMBUATAN SNACK TARO NET... 1. Bahan-bahan... 2. Proses Pembuatan... IV. METODOLOGI PENELITIAN...

iv vi ix xi xii 1 1 2 3 3 6 6 8 8 9 10 12 12 14 17 18 21 24 24 27 29 32 32 37 43


(10)

A. BAHAN DAN ALAT ... B. TAHAPAN PENELITIAN... C. METODE ANALISIS... V. HASIL DAN PEMBAHASAN... A. PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK

MUTU BAHAN BAKU... 1. Mutu Biologis Bahan Baku... 2. Mutu Fisiko-kimia Bahan Baku... 3. Mutu Organoleptik Bahan Baku... B. PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK

MUTU ADONAN DAN LEMBARAN ADONAN (SHEET)... 1. Pengaruh Kadar Air Pemasakkan terhadap Mutu

Organoleptik Adonan... 2. Pengaruh Kadar Air Pemasakkan terhadap Mutu Fisik

Lembaran Adonan (Sheet)... 3. Pengaruh Kadar Air Lembaran Adonan terhadap Potensi

Pertumbuhan Mikrobiologi Selama Proses Pendinginan (Cooling)... 4. Mutu Mikrobiologis Lembaran Adonan Selama Proses Aging... 5. Pengaruh Kelembaban Udara Ruang Aging terhadap Proses Retrogradasi Pati Lembaran Adonan pada Proses Aging... 6. Pengaruh Laju Perubahan Kadar Air Selama Aging terhadap Tekstur Lembaran Adonan... C. PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK

MUTU PELET... 1. Tekstur Pelet... 2. Potensi Pertumbuhan Mikrobiologi pada Penyimpanan

Pelet... 3. Kurva Sorpsi Isoterm Pelet... D. PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK

MUTU HASIL GORENG... 1. Proses Penggorengan... 2. Ekspansi Hasil Goreng... 3. Mutu Organoleptik Hasil Goreng... 4. Potensi Pertumbuhan Mikrobiologi pada Penyimpanan

43 46 50 57 57 57 62 63 64 64 66 69 72 77 78 79 79 80 81 82 82 85 87


(11)

SKRIPSI

MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI

PT. RASA MUTU UTAMA, BOGOR

Oleh :

MARLYNA SUNARYO F24102052

2006

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(12)

Marlyna Sunaryo. F24102052. Mempelajari pengaruh kadar air terhadap karakteristik mutu dan minimalisasi waste selama proses produksi snack Taro net di PT. Rasa Mutu Utama, Bogor. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi dan Ir. Maulana W. Jumantara. 2006.

RINGKASAN

Perkembangan bisnis snack di Indonesia dalam lima tahun terakhir ini semakin menggelembung. Pada tahun 2004, pangsa pasar snack modern mencapai 59.500 ton dan nilai bisnisnya mencapai 1,9 triliun (Hidayat, 2006). Snack merupakan makanan ringan yang dimakan dalam waktu antara ketiga makanan utama dalam sehari (Muchtadi, et al., 1988). PT. Rasa Mutu Utama memproduksi snack dengan merk dagang “Taro”, yang diproduksi untuk PT. Unilever Indonesia.

Snack Taro net merupakan single layer pellet berbentuk net yang diproduksi secara semi-kontinyu menggunakan teknologi ebisen yang berasal dari Jepang. Snack ebisen ini bukan merupakan produk ekstrusi tetapi lebih menyerupai kerupuk. Proses produksi ebisen meliputi tahap pemasakan, sheeting, pendinginan dengan cooling conveyor, rolling, aging, pemotongan, pengeringan pertama (first dryer), pengeringan kedua (second dryer), penggorengan, flavouring dan pengemasan.

Untuk mendapatkan mutu produk akhir yang baik, maka mutu bahan harus dikendalikan mulai dari bahan baku, selama proses hingga penyimpanan produk akhir. Salah satu parameter yang sangat menentukan mutu produk snack adalah kadar air, yang akan menentukan mutu fisiko-kimia, biologis dan organoleptik produk.

Pemasakan bahan dilakukan dengan mencampurkan terigu, tapioka, gula, garam dan baking powder dengan sejumlah air pada steam cooker, lalu adonan akan masuk ke mesin sheeting dan dihasilkan adonan berbentuk lembaran (sheet). Jumlah air yang ditambahkan pada proses pemasakan berpengaruh nyata terhadap kadar air adonan, ketebalan dan elastisitas lembaran adonan. Setelah itu, lembaran adonan didinginkan pada cooling conveyor, lalu digulung menjadi bentuk rol dan diaging pada suhu kamar. Selama proses pendinginan sampai rol adonan diletakkan di rak aging memungkinkan adanya cemaran mikrobiologi yang bersumber dari udara, pekerja, alat dan sagu tabur.

Selama proses aging, pati mengalami retrogradasi yaitu kristalisasi kembali yang dapat dikarakteristik oleh fenomena fisik dan kimia, seperti perubahan tekstur, migrasi air, kristalisasi pati dan interaksi komponen. Perbedaan kelembaban udara ruang aging tidak berpengaruh nyata terhadap proses retrogradasi pati. Lembaran yang berada pada posisi paling luar memiliki laju penurunan kadar air paling cepat, kemudian posisi paling dalam dan posisi paling tengah yang memiliki laju penurunan kadar air paling lambat. Semakin cepat laju penurunan kadar air, maka tekstur lembaran adonan akan cepat mengeras. Endospora bakteri dan mikotoksin kapang terbentuk pada fase pertumbuhan lambat sebelum memasuki fase pertumbuhan tetap, yang berlangsung pada waktu aging 20 jam, sehingga waktu aging harus dibatasi.

Setelah diaging, sheet dipotong menjadi potongan kecil berbentuk persegi panjang yang biasa disebut “pelet”. Pelet-pelet ini kemudian dikeringkan pada


(13)

mesin pengering pertama (first dryer) dan disimpan sebagai stok di gudang pelet. Kadar air pelet berpengaruh terhadap tekstur pelet selama proses pengeringan. Semakin rendah kadar air pelet, maka tekstur pelet akan mudah rapuh. Selain itu, kadar air juga mempengaruhi mutu mikrobiologis pelet selama penyimpanan. Semakin tinggi kadar air pelet, maka potensi pertumbuhan mikroorganisme semakin besar. Berdasarkan kurva sorpsi isoterm pelet first dryer aman disimpan pada tingkat kadar air 12.41-14.17% untuk gudang penyimpanan Taro dengan RH ruangan 70-80%.

Sebelum digoreng, pelet yang berasal dari gudang dikeringkan kembali pada mesin pengering kedua (second dryer) sampai kadar air 8-9.5% (Serena, 1996). Kemudian pelet digoreng, ditambahkan flavour dan dikemas. Kadar air pelet second dryer berpengaruh nyata terhadap densitas kamba hasil goreng. Semakin tinggi kadar air pelet, maka densitas kamba hasil goreng semakin rendah. Selain itu, aw hasil goreng mempengaruhi tingkat kerenyahan produk. Semakin tinggi aw produk maka tingkat kerenyahan produk semakin rendah.

Produk snack memiliki aw yang rendah yaitu 0.27-0.33, sehingga produk aman dari cemaran mikrobiologis asalkan produk bisa dijaga dari kelembaban yang memungkinkan kenaikan kadar air. Mutu mikrobiologis snack Taro net sangat baik, karena memenuhi semua persyaratan mikrobiologis SNI makanan ringan ekstrudat.

Selama rangkaian proses produksi snack Taro net banyak dihasilkan waste, yang merupakan bahan baku yang tidak dapat diproses lebih lanjut. Waste paling banyak ditemukan pada tahap pemotongan, pengeringan pertama dan pengeringan kedua. Jumlah waste pada tahap pemotongan diperkirakan antara 0.39–0.73%, sedangkan jumlah waste pada tahap pengeringan pertama 0.26-0.43%. Jumlah waste pada tahap pengeringan kedua 1.89–2.97% per shift, yang diperoleh dari 5 mesin pengering kedua yang berbeda. Berdasarkan uji Post Hoc ANOVA pada mesin pengering kedua dapat disimpulkan bahwa mesin 1 dan mesin 6 memiliki perbedaan jumlah waste yang signifikan dibandingkan mesin pengering kedua yang lain.

Identifikasi penyebab tingginya jumlah waste disebabkan oleh 5 faktor yaitu manusia, metode, bahan, alat/wadah dan lingkungan. Upaya minimalisasi yang dilakukan adalah mengatasi penyebab masalah yang meliputi training karyawan, modifikasi metode dan mesin, perbaikan lingkungan dan kontrol proses.


(14)

MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE

SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU UTAMA, BOGOR

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MARLYNA SUNARYO F24102052

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(15)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE

SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU UTAMA, BOGOR

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MARLYNA SUNARYO F24102052

Dilahirkan pada tanggal 12 Maret 1984 di Bogor Tanggal lulus : 7 Oktober 2006

Menyetujui, Bogor, 28 Desember 2006

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi Ir. Maulana W. Jumantara Pembimbing Akademik Pembimbing Lapang

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Maret 1984 di Bogor. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, dari keluarga Amie Sunaryo dan Willianny. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Kesatuan Bogor sampai tahun 1996. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTP Kesatuan Bogor, dan pada tahun 2002 menyelesaikan Sekolah Menengah Umum di SMU Regina Pacis Bogor. Tahun 2002, penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama kuliah, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan kerohanian PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen), baik sebagai aktivis maupun pengurus. Selain itu, penulis juga aktif dalam beberapa kepanitian, dan aktif mengikuti seminar-seminar pangan, seperti Seminar dan Pelatihan HACCP 2004 (Hazard Analytical Critical Control Point), Training Auditor HACCP 2006, Seminar Nasional Teknologi Perisa dan Aplikasinya, Pangan Organik dan lain-lain. Pada tahun 2005, penulis terpilih sebagai 10 mahasiswa berprestasi Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Pada bulan Februari – Juni 2006, penulis melakukan kegiatan magang sebagai tugas akhir (skripsi) di PT. Unilever Indonesia dengan judul Mempelajari Pengaruh Kadar Air terhadap Karakteristik Mutu dan Minimalisasi Waste Selama Proses Produksi Snack Taro net di PT. Rasa Mutu Utama, Bogor di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi dan Ir. Maulana W. Jumantara.


(17)

KATA PENGANTAR

Segala Puji, Hormat serta Syukur, penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala rahmat, kasih karunia dan pemeliharaan-Nya yang tidak putus-putusnya dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan magang dan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis, yaitu :

1. Kedua orang tua penulis, yang tidak habis-habisnya memberikan kasih, perhatian, dukungan dan doa kepada penulis. Adikku, Juhadi yang selalu siap sedia membantu penulis, Suk-suk, Pak-pak yang senantiasa mendukung studiku.

2. Ibu Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. yang telah membimbing penulis selama studi hingga penulisan skripsi. Terima kasih atas segala nasehat, bimbingan dan masukannya kepada penulis.

3. Bpk. Ir. Maulana W. Jumantara selaku pembimbing lapang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba banyak ilmu di PT. Unilever Indonesia. Terima kasih atas kepercayaan yang diberikan, ilmu, nasehat, bimbingan dan masukan yang sangat berarti bagi penulis.

4. Ibu Ir. Elvira Syamsir, MSi. yang telah berkenan menjadi dosen penguji. 5. Bpk. Yogi Sapta dan Pak Budi yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk melakukan kegiatan magang di PT. Rasa Mutu Utama dan menerima penulis dengan baik.

6. Pak Lukman, Pak Slamet Supriyadi, Mas Wiwit yang telah memberikan waktunya untuk membantu penulis selama melaksanakan kegiatan magang dan masukannya.

7. Pak Wakiyo, QC RMU : Pak Fajar, Pak Nanang, Pak Siswoyo; Supervisor RMU : Pak Atik, Pak Susilo, Pak Idrus, Pak Udin; leader produksi, karyawan produksi, RMS dan FPS yang telah sangat membantu kelancaran penulis dalam mengerjakan project dan trial. Staf RMU: Pak Asbi, Pak Makpur, Pak


(18)

Mudji, Pak Kamto, Mba Yuli, Mba Yani, Mba Unil, Pak Richard, Mba Indri, Ibu Jumini, Om Firzon; Satpam RMU, dll yang telah menerima penulis dengan ramah dan segala bantuannya.

8. Ibu Serena, Ibu Penny, Pak Sukardiman, Pak Eben, Pak Kusmanto, Ibu Ummy, Mba Peni, Pak Yono, Pak Yusuf, Pak Yusman, Pak Sule, dll yang telah menerima penulis dengan ramah dan segala bantuannya.

9. Pak Ali Manshur, Pak Nunung, Pak Heri, Pak Bambang terima kasih atas segala bantuannya, serta semua pihak di PT. Unilever Indonesia dan PT. Rasa Mutu Utama yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas segala keterbukaan dan keramahannya selama penulis magang.

10.Teman-teman seperjuanganku Qco dan Astri, terima kasih atas dukungan dan waktu-waktu yang kita habiskan bersama; Steisi dan Izal, terima kasih atas dukungan, kerja sama dan kekompakan yang ada; Gol B-4, teman seperjuangan ngerjain laporan, terima kasih buat dukungan dan kerja samanya, dan semua temen-teman TPG 39, terima kasih atas kebersamaannya selama di TPG.

11.My sisters: Dika, Vivi; Christ, Ko Hardi, teman-teman PMK IPB, Perkantas Bogor, GBIB, KNM 2006 terima kasih atas persahabatan, dukungan dan doa yang terus menguatkan penulis. HE giveth more grace when the burden grows greater and HE sendeth more strength when the labors increase...

Bogor, Oktober 2006


(19)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN... A. LATAR BELAKANG... B. TUJUAN... II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN... A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN... B. LOKASI PERUSAHAAN... C. BIDANG USAHA DAN PRODUK PERUSAHAAN... D. STRUKTUR ORGANISASI... E. MANAJEMEN PERUSAHAAN... F. PERATURAN KERJA... G. KESEJAHTERAAN DAN KESELAMATAN KERJA... III. TINJAUAN PUSTAKA... A. SNACK FOOD ... 1. Karakteristik Mutu Snack ... 2. Aspek Mikrobiologi Produk Snack ... B. AIR DALAM BAHAN PANGAN ... C. PERANAN AIR SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK ... D. PATI... 1. Pati untuk Snack... 2. Gelatinisasi Pati... 3. Retrogradasi Pati... E. PROSES PEMBUATAN SNACK TARO NET... 1. Bahan-bahan... 2. Proses Pembuatan... IV. METODOLOGI PENELITIAN...

iv vi ix xi xii 1 1 2 3 3 6 6 8 8 9 10 12 12 14 17 18 21 24 24 27 29 32 32 37 43


(20)

A. BAHAN DAN ALAT ... B. TAHAPAN PENELITIAN... C. METODE ANALISIS... V. HASIL DAN PEMBAHASAN... A. PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK

MUTU BAHAN BAKU... 1. Mutu Biologis Bahan Baku... 2. Mutu Fisiko-kimia Bahan Baku... 3. Mutu Organoleptik Bahan Baku... B. PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK

MUTU ADONAN DAN LEMBARAN ADONAN (SHEET)... 1. Pengaruh Kadar Air Pemasakkan terhadap Mutu

Organoleptik Adonan... 2. Pengaruh Kadar Air Pemasakkan terhadap Mutu Fisik

Lembaran Adonan (Sheet)... 3. Pengaruh Kadar Air Lembaran Adonan terhadap Potensi

Pertumbuhan Mikrobiologi Selama Proses Pendinginan (Cooling)... 4. Mutu Mikrobiologis Lembaran Adonan Selama Proses Aging... 5. Pengaruh Kelembaban Udara Ruang Aging terhadap Proses Retrogradasi Pati Lembaran Adonan pada Proses Aging... 6. Pengaruh Laju Perubahan Kadar Air Selama Aging terhadap Tekstur Lembaran Adonan... C. PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK

MUTU PELET... 1. Tekstur Pelet... 2. Potensi Pertumbuhan Mikrobiologi pada Penyimpanan

Pelet... 3. Kurva Sorpsi Isoterm Pelet... D. PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK

MUTU HASIL GORENG... 1. Proses Penggorengan... 2. Ekspansi Hasil Goreng... 3. Mutu Organoleptik Hasil Goreng... 4. Potensi Pertumbuhan Mikrobiologi pada Penyimpanan

43 46 50 57 57 57 62 63 64 64 66 69 72 77 78 79 79 80 81 82 82 85 87


(21)

Produk Akhir (Finish Product) ...... E. MINIMALISASI WASTE... 1. Perhitungan Waste... 2. Diagram Sebab Akibat... 3. Upaya Minimalisasi Waste... VI. KESIMPULAN DAN SARAN... A. KESIMPULAN... B. SARAN... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN...

88 90 91 94 98 102 102 103 105 109


(22)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Klasifikasi snack di Indonesia berdasarkan teknologi ...

Tabel 2. Syarat mutu makanan ringan ekstrudat (SNI 01-2886-2000)... Tabel 3. Pengukuran sifat fisik secara objektif selama proses produksi snack Taro net... Tabel 4. Pengukuran sifat sensori selama proses produksi snack Taro

net... Tabel 5. Nilai aw minimum untuk pertumbuhan mikroba ... Tabel 6. Karakteristik sifat beberapa jenis pati... Tabel 7. Mekanisme gelatinisasi pati... Tabel 8. Komposisi perisa snack Taro net... Tabel 9. Ambang batas maksimum kadar air bahan baku... Tabel 10. Analisis mikrobiologi bahan baku snack Taro net.... Tabel 11. Profil mikrobiologi tepung-tepungan... Tabel 12. Serangga-serangga yang menyerang serealia... Tabel 13. Parameter uji organoleptik bahan baku snack Taro net... Tabel 14. Karakteristik organoleptik penampakan adonan... Tabel 15. Analisa mikrobiologi udara ruang aging... Tabel 16. Waktu generasi beberapa mikroorganisme cemaran... Tabel 17. Hasil analisa mikrobiologi lembaran adonan selama aging... Tabel 18. Kecepatan pertumbuhan konstan mikroorganisme setiap fase... Tabel 19. Kelembaban udara rak aging... Tabel 20. Kadar air lembaran adonan setelah aging 8.5 jam... Tabel 21. Kemiringan rata-rata kurva regresi linear dan tingkat

kekerasan lembaran adonan setelah aging 12 jam... Tabel 22. Kondisi pelet setelah pengeringan... Tabel 23. Densitas kamba hasil goreng... Tabel 24. Deskripsi tekstur hasil goreng... Tabel 25. Tingkat kerenyahan hasil goreng... Tabel 26. Profil mikrobiologi breakfast cereal dan snack... Tabel 27. Analisa kadar air dan mikrobiologi finish product... Tabel 28. Upaya minimalisasi waste pada tahap pemotongan...

13 15 16 16 17 26 28 37 57 58 59 61 64 65 71 72 73 74 77 77 78 80 86 87 87 89 89 100


(23)

Tabel 29. Upaya minimalisasi waste pada tahap pengeringan kedua... Tabel 30. Upaya minimalisasi waste pada tahap pengeringan kedua... Tabel 31. Kadar air lembaran adonan (%)... Tabel 32. Ketebalan lembaran adonan (mm)... Tabel 33. Elastisitas lembaran adonan ...

100 101 115 116 117


(24)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Snack ebisen berbentuk net...

Gambar 2. Kurva moisture sorption isoterm... Gambar 3. Kurva stabilitas bahan pangan... Gambar 4. Keterlibatan air selama proses produksi snack Taro net... Gambar 5. Struktur amilosa dan amilopektin... Gambar 6. Proses retrogradasi pati... Gambar 7. Steam Cooker... Gambar 8. Proses aging... Gambar 9. Mesin pengering pertama... Gambar 10. Mesin pengering kedua... Gambar 11. Mesin penggorengan dan flavouring... Gambar 12. Diagram alir metodologi penelitian... Gambar 13. Susunan desikator... Gambar 14. Kadar air lembaran adonan (%)... Gambar 15. Ketebalan rata-rata lembaran adonan (mm)... Gambar 16. Elastisitas rata-rata lembaran adonan... Gambar 17. Waktu yang dibutuhkan selama sheeting, cooling, rolling

dan transportasi ke ruang aging... Gambar 18. Kurva hubungan antara jumlah koloni dengan waktu aging... Gambar 19. Kurva logaritmik pertumbuhan mikroorganisme... Gambar 20. Frekuensi waktu generasi beberapa mikroorganisme... Gambar 21. Kurva sorpsi isotermik pelet first dryer pada suhu 31oC... Gambar 22. Perubahan selama penggorengan deep frying... Gambar 23. Kurva regresi hubungan antara kadar air pelet dengan

densitas kamba... Gambar 24. Histogram jumlah waste pada tahap pemotongan... Gambar 25. Histogram jumlah waste pada tahap pengeringan pertama... Gambar 26. Histogram jumlah waste pada tahap pengeringan kedua... Gambar 27. Diagram sebab akibat waste tahap pemotongan... Gambar 28. Diagram sebab akibat waste tahap pengeringan pertama... Gambar 29. Diagram sebab akibat waste tahap pengeringan kedua...

13 19 21 22 25 30 38 39 40 41 42 44 49 67 67 68 70 73 76 76 81 83 86 91 92 93 95 96 97


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Struktur organisasi PT Unilever Indonesia...

Lampiran 2. Beberapa mikotoksin utama dalam penyimpanan bahan pangan... Lampiran 3. Persyaratan mutu tepung terigu (SNI 01-3751-1995)... Lampiran 4. Persyaratan mutu tapioka (SNI 01-3451-1994)... Lampiran 5. Persyaratan mutu gula kristal putih (SNI 01-3140-2000)... Lampiran 6. Persyaratan mutu minyak goreng (SNI 01-3741-1995)... Lampiran 7. Hasil analisis sidik ragam Rancangan Acak Lengkap

pengaruh jumlah air pemasakkan terhadap kadar air adonan (%)... Lampiran 8. Hasil analisis sidik ragam Rancangan Acak Lengkap

pengaruh jumlah air pemasakkan terhadap ketebalan lembaran adonan (mm)... Lampiran 9. Hasil analisis sidik ragam Rancangan Acak Lengkap

pengaruh jumlah air pemasakkan terhadap elastisitas lembaran adonan... Lampiran 10. Hasil analisa korelasi bivariate Pearson kelembaban udara

(%) dengan kadar air (%)... Lampiran 11. Kemiringan kurva regresi linear antara kadar air sheet (%)

dengan waktu aging (jam)... Lampiran 12. Hasil penyetimbangan kadar air pelet first dryer pada 4

tingkat RH... Lampiran 13. Kadar air kesetimbangan pelet first dryer pada 4 tingkat

RH... Lampiran 14. Kadar air rata-rata pelet second dryer... Lampiran 15. Hasil analisa korelasi bivariate Pearson kadar air pelet (%) dengan densitas kamba (g/cm3)... Lampiran 16. Statisitika deskriptif jumlah waste pada tahap pemotongan. Lampiran 17. Statisitika deskriptif jumlah waste pada tahap pengeringan

pertama... Lampiran 18. Statisitika deskriptif jumlah waste pada tahap pengeringan kedua... Lampiran 19. Transformasi data jumlah waste tahap pengeringan kedua.. Lampiran 20. Analisis ragam (ANOVA one-way) jumlah waste tahap

pengeringan kedua pada lima mesin pengering kedua... Lampiran 21. Analisis Post Hoc ANOVA jumlah waste tahap

109 110 112 113 114 114 115 116 117 118 119 119 120 120 120 121 122 123 124 125


(26)

pengeringan kedua pada lima mesin pengering kedua... Lampiran 22. Homogenous subsets jumlah waste pengeringan kedua

pada lima mesin pengering kedua... 126 128


(27)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Konsumsi snack telah menjadi sebuah hiburan di Amerika dan memiliki kontribusi terhadap peningkatan asupan energi. Sebagian besar masyarakat Amerika memperoleh 20% asupan kalori berasal dari konsumsi snack (Ranhotra dan Vetter, 1991). Konsumsi snack bukan sebuah fenomena baru, tetapi telah menjadi ciri khas dari gaya hidup Amerika (McCarthy, 2002).

Penjualan snack di seluruh dunia terus-menerus mengalami peningkatan dan konsumsi snack telah menjadi makanan keempat pada pola makan orang Amerika. Di Eropa, trend dari snack sehat menghasilkan beberapa variasi produk. Jerman telah menjadi pasar keripik kentang, di mana kacang merupakan kategori snack yang memiliki tingkat penjualan paling tinggi. Di Inggris, snack menjadi salah satu segmen terbesar dari industri pangan. Pasar snack di Swedia telah mencapai 4 pon per kapita dengan keripik kentang, produk ekstrusi dan kacang dengan peningkatan yang luar biasa (Ranhotra dan Vetter, 1991).

Perkembangan bisnis snack di Indonesia dalam lima tahun terakhir ini semakin menggelembung. Survey CIC (Corinthian Infopharma Corpora) tahun 2005 menyebutkan pada tahun 2004 pangsa pasar snack modern mencapai 59.500 ton atau naik dari tahun 2003 yang hanya sebesar 53.600 ton. Sementara, nilai bisnisnya pada tahun 2004 sebesar Rp. 1,9 triliun, sedangkan tahun 2003 Rp. 1,7 triliun. Pada tahun 2002 nilai bisnis snack sudah mencapai Rp. 1,5 triliun. Sampai pertengahan tahun 2005 terdapat 124 perusahaan yang berkiprah di industri snack modern di Indonesia dengan total kapasitas produksi 144.400 ton (Hidayat, 2006).

Snack merupakan makanan ringan yang dimakan di antara ketiga waktu makanan utama dalam sehari. Snack beragam berdasarkan bentuk, cara pengolahan dan penyajiannya (Muchtadi, et al., 1988). Snack juga merupakan komponen penting dalam makanan yang disajikan pada pesta, dan biasanya berfungsi sebagai pelengkap pada waktu makan (Ranhotra dan Vetter, 1991).

Dewasa ini, teknologi snack semakin maju sehingga dihasilkan produk snack yang beraneka ragam. Teknologi yang banyak berkembang di Indonesia


(28)

saat ini antara lain ebisen, extruder schaff, twist extruder, pelet extruder, fabricated chips dan slice chip. Snack Taro merupakan single layer pellet berbentuk net yang diproduksi secara semi-kontinyu menggunakan teknologi ebisen yang berasal dari Jepang. Snack ebisen ini bukan merupakan produk ekstrusi tetapi lebih menyerupai kerupuk.

Pada industri snack, kadar air merupakan parameter penting yang menentukan kualitas produk dan menjadi titik kritis produk snack (Anonim2, 2006). Selama proses produksi dan penyimpanan snack, kadar air memegang peranan penting dalam menentukan mutu fisiko-kimia, mikrobiologi dan organoleptik produk. Oleh karena itu, pengontrolan kadar air produk selama proses produksi diperlukan untuk menjaga konsistensi kualitas produk.

Hal lain yang menjadi masalah pada produksi Taro net adalah jumlah waste yang cukup tinggi. Waste produk Taro net mencapai dua ton per bulannya. Persentase waste terbesar ditemukan pada tahap pemotongan, pengeringan pertama dan pengeringan kedua. Adanya waste ini mengindikasikan adanya biaya (cost) yang hilang dan berpengaruh pada harga pokok produksi (HPP).

B. TUJUAN

Tujuan dari pelaksanaan magang ini adalah : 1. Mempelajari proses pembuatan produk snack Taro net.

2. Mempelajari pengaruh kadar air terhadap karakteristik mutu snack Taro net.

3. Mempelajari upaya minimalisasi waste selama proses produksi snack Taro net.


(29)

II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN

PT Rasa Mutu Utama berdiri pada tahun 1985 yang berlokasi di Gunung Putri, Bogor. Pada September 2003, PT. Rasa Mutu Utama diakuisisi oleh PT. Unilever Indonesia lengkap dengan pabrik dan segala fasilitasnya.

PT Unilever Tbk merupakan suatu perusahaan yang berstatus PMA (Penanaman Modal Asing) yang bergerak dalam bidang pengolahan makanan, deterjen, sabun dan kosmetik. PT Unilever Tbk memiliki banyak anak cabang yang tersebar di berbagai negara, termasuk di Indonesia. PT Unilever Indonesia berdiri pertama kali pada tahun 1933 saat Indonesia masih berada di bawah jajahan koloni Belanda. Pada saat Indonesia berada dalam pemerintahan Jepang, kegiatan produksi Unilever dihentikan dan akhirnya dimulai kembali setelah Perang Dunia II.

Sejarah berdirinya Unilever dapat dijelaskan sebagai berikut:

1885 Di Inggris, William Hasketh Lever dan saudaranya, James Darcy Lever, mendirikan perusahaan sabun yang bernama Lever Brothers. Produk pertama yang dihasilkan adalah Sunlight, diikuti dengan Lux dan Lifebuoy.

1927 Di Belanda, terdapat perusahaan milik keluarga Anton Jurgens yang telah berdiri sejak tahun 1868, dan memproduksi margarin. Perusahaan ini kemudian bergabung dengan perusahaan margarin milik keluarga Van den Bergh dan menamakannnya 'Margarine Unie'. Cabang perusahaan di Inggris dinamakan 'Margarine Union'. 1930 Perusahaan margarin ’Margarin Unie’ tersebut bergabung dengan

perusahaan Lever Brothers. Setelah bergabung, perusahaan tersebut berganti nama menjadi Unilever. Perusahaan ini memiliki 2 induk pimpinan, yaitu: Unilever Ltd (pusat di London) dan NV Unilever (pusat di Rotterdam).

1930 Pabrik sabun Lever's Zeepfabrieken NV didirikan di Angke, Jakarta, oleh Charles Tatlow, direktur Unilever Ltd.

1934 Pabrik margarin Van der Bergh's Fabrieken NV mulai beroperasi di Angke, Jakarta.


(30)

1936 Pabrik makanan Van der Bergh’s Fabrieken didirikan di Angke, Jakarta.

1941 Pabrik sabun Maatschappij ter Exploitatie der Colibri Fabrieken NV didirikan di Surabaya.

1944 Pabrik NSD (Non Soap Detergent) didirikan di Angke, Jakarta. 1948 Pabrik pengolahan minyak Oliefabriek Archa NV mulai beroperasi. 1952 Pabrik minyak Archa yang terletak di daerah perbankan Jakarta

dibeli oleh Unilever.

1957 Perkembangan Unilever terganggu karena adanya konfrontasi antara Indonesia dengan Belanda dan Malaysia.

1964 Unilever berproduksi kembali di bawah pemerintahan Indonesia. 1966 Situasi Indonesia membaik (pemerintahan Orde Baru).

1967 Pemerintah Indonesia mengeluarkan UU PMA nomor l tahun 1967 sehingga orang asing boleh memiliki perusahaannya kembali. Dengan demikian, Unilever menjadi lebih leluasa dalam menjalankan produksinya.

1970 Pabrik deterjen "Rinso" didirikan dan dioperasikan pertama kali di Angke, Jakarta.

1980 Pabrik Lever's Zeepfabrieken NV, Van der Bergh's Fabrieken, Oliefabriek Archa NV, dan Maatschappij ter Exploitatie der Colibri Fabrieken NV melakukan merger dan menyatakan diri untuk bernaung dalam perusahaan yang disebut PT Unilever Indonesia. 1981 PT Unilever Indonesia memulai kegiatan go public dengan cara

membuka penjualan saham sebesar 15% kepada para investor Indonesia.

1982 Unilever melakukan relokasi pada karyawan produksi yang berasal Colibri-Ngagel menuju Rungkut, Surabaya.

1983 Unilever melakukan pemindahan pabrik sabun dari Colibri-Ngagel ke Rungkut. Kemudian, pabrik kosmetik Elida Gibbs didirikan di Rungkut, Surabaya.

1989 Bisnis teh dimulai dengan teh merk lokal, Sariwangi. Proses produksinya dilakukan oleh pihak ketiga di Citeureup, Bogor.


(31)

1990 Produk teh Sariwangi mulai dipasarkan.

1992 Pabrik Ice Cream Wall's mulai beroperasi di Cikarang, Bekasi. TPM (Total Productive Maintenance) mulai diterapkan di pabrik yang berlokasi di Angke.

1994 Pabrik sabun di Angke, Jakarta dipindahkan ke Rungkut, Surabaya. Produksi Lipton Tea menggunakan ruang ganda di Citeureup, Bogor. Selain itu, juga dilakukan perluasan area pabrik Wall's IC. 1995 Pabrik yang beroperasi di Angke, Jakarta mulai dipindahkan ke

Cikarang, Bekasi

1996 Pabrik NSD dipindahkan dari Angke, Jakarta ke Cikarang, Bekasi. Selain itu, juga dilakukan perluasan area cold storage pabrik Wall's IC. PT Unilever Indonesia memperoleh penghargaan TPM Excellence Award, untuk kategori I dari Japan Institute of Plant Maintenance (JIPM)

1997 Pabrik makanan dipindahkan dari Angke, Jakarta ke Cikarang, Bekasi. PT Unilever Indonesia memperoleh akreditasi ISO 9001 untuk pabrik kosmetik di Rungkut, Surabaya dan diikuti pabrik lainnya. Proses produksi teh instan dipindahkan ke Citeureup, Bogor.

1998 TPM mulai dijalankan di Citeureup dan berhasil memperoleh akreditasi ISO 9001.

1999 PT Unilever Indonesia meraih Unilever Safety Award, Bronze Excellence Trophy ISO 14001, dan akreditasi Occupational Health Service and Management System (OHSMS) BS 8800. Sistem HACCP mulai diimplementasikan. Lisensi produksi teh berhasil diperoleh.

2000 PT Unilever Indonesia berhasil meraih penghargaan TPM Continuity Award, Unilever Safety Award, dan Silver Excellence Trophy. Pabrik teh dan teh instan dipindahkan ke Cikarang, Bekasi 2001 Unilever berhasil mengambil alih produksi Best Foods, Knorr, dan

kecap Bango.


(32)

stick serta mengakuisisi PT. Rasa Mutu Utama. 2004 Pabrik shampo dipindahkan ke Cikarang, Bekasi.

B. LOKASI PERUSAHAAN

PT Unilever Indonesia Tbk berpusat di Gedung Graha Unilever Jl. Gatot Subroto Kav. 15 Jakarta. Lokasi pabrik Unilever berada di dua daerah. Cikarang-Bekasi dan Rungkut-Surabaya. Ada dua bagian pabrik yang berlokasi di kawasan industri Cikarang, yaitu pabrik SCC&C (Spread Cooking Category & Culinary), TBB (Tea Based Beverage), dan Ice Cream Wall's (ketiganya digolongkan pabrik Foods) dan pabrik NSD (Non Soap Detergent), dengan alamat Jl. Jababeka IX Blok D No. 1-29 (Foods) dan 11 Jababeka VI Blok O (NSD), Desa Wangun Harja, Kecamatan Cikarang. Kabupaten Bekasi. Jawa Barat 17520.

Pabrik di kawasan industri Cikarang terdiri dari 2 lokasi, 1 lokasi memproduksi deterjen dan 1 lokasi lagi untuk memproduksi makanan dan es krim. Kedua pabrik tersebut dilengkapi dengan kantor, mushola/masjid, pos penjagaan, kantin, unit pengolahan limbah, gudang bahan mentah, tempat parkir, dan taman.

Pabrik Unilever Indonesia yang berlokasi di Rungkut, Surabaya memproduksi sabun dan bahan kosmetik seperti: Lux, Sunsilk, Pepsodent, Citra, dan sebagainya. Pemilihan lokasi pabrik didasarkan pada beberapa faktor, yaitu tempat yang strategis untuk kelancaran pemasaran produk, tersedianya sarana infrastruktur, area yang cukup untuk dilaksanakannya perluasan pabrik dan kemudahan suplai bahan baku.

C. BIDANG USAHA DAN PRODUK PERUSAHAAN

PT Unilever Indonesia, Tbk adalah perusahaan multinasional yang memproduksi bahan kebutuhan sehari-hari (consumer goods). Bidang produksi PT. Unilever Indonesia, Tbk dibagi menjadi empat divisi, yaitu: 1. Divisi Home Care

Divisi ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu: a. Non Soap Detergent


(33)

•Memproduksi deterjen pencuci (bubuk dan krim) dengan merk dagang Rinso. Surf, Omo dan Super Busa.

•Memproduksi cairan pewangi dan pelembut pakaian dengan merk dagang Comfort dan Molto

b. Household Care

Memproduksi barang-barang kebutuhan rumah tangga, seperti cairan pembersih lantai, bahan pengkilap dan penghilang kuman dengan merk dagang Super Pell, Sunlight,Vixal dan Domestos.

2. Divisi Personal Care

Divisi ini memproduksi barang-barang kebutuhan perawatan pribadi yang terdiri dari:

Hair dengan merk dagang Clear, Sunsilk, Brisk dan lain-lain. • Skin dengan merk dagang Pond's, Dove, Hazeline, Lux, Lifebuoy,

Cuddle, dan lain-lain.

Deodorant dengan merk dagang Axe dan Rexona. Dental dengan merk dagang Pepsodent dan Close Up.

3. Divisi Foods

Divisi ini dibagi menjadi kategori. yaitu: a. Spread Cooking Category and Culinary

• Memproduksi Margarine dan Bakery Fat dengan merk dagang Blue Band, VO, Top Bake, Croma Cromix, Croma Cake,Croma Korst, MCM, Snow White, dan Frytol.

• Memproduksi bermacam-macam bumbu masak, seperti Royco, dan Knorr.

• Memproduksi minuman ringan siap saji Lipton. b. Tea Based Beverage

Memproduksi teh untuk dikonsumsi dalam negeri maupun untuk diekspor yaitu: Sariwangi, Bushells. Choya, dan lain-lain.

c. Snacks


(34)

4. Divisi Ice Cream

Divisi ini memproduksi es krim Wall's dengan berbagai jenis, rasa dan kemasan.

D. STRUKTUR OGANISASI

Pabrik pengolahan makanan di Cikarang dipimpin oleh seorang direktur supply chain (Supply Chain Director Foods) yang membawahi beberapa orang manajer, yaitu :

1.Manajer Teknik Foods (Technical Manager Food) bertugas dan bertanggung jawab atas pengelolaan, lay out dan kinerja pabrik foods.

2.Manajer Produksi (Production Manager) yang bertugas dan bertanggung jawab dalam perencanaan produksi dan output produksi sehari-hari.

3.Plant Engineer yang bertanggung jawab atas engineering perusahaan. 4.Manajer Personalia (Works Personel Manager) bertugas dan bertanggung

jawab dalam bagian administrasi kepegawaian, urusan rumah tangga, keuangan, dan pengadaan Sumber Daya Manusia.

5.Manajer Pengembangan Senior (Senior Development Manager) bertugas dan bertanggung jawab atas pengembangan perusahaan.

6.Manajer Pengepakan (Packaging Manager) bertugas dan bertanggung jawab dalam kelancaran dan efisiensi proses pengepakan.

7.Manajer kualitas (Quality Manager) bertugas dan bertanggung jawab dalam pengawasan dan pengendalian mutu berdasar analisa dan penelitian laboratorium, keadaan bahan baku, pengendalian proses dan keadaan produk jadi.

8.Manajer Perencanaan (IED / Planning Manager) bertugas dan bertanggung jawab dalam perencanaan program-program dalam usaha pengembangan perusahaan.

Struktur organisasi PT. Unilever, Tbk. Pabrik SCC & C Cikarang dapat dilihat pada Lampiran 1.

E. MANAJEMEN PERUSAHAAN

Program pengembangan manajemen yang diberlakukan di PT Unilever Indonesia, Tbk adalah program Total Productive Maintenance (TPM).


(35)

Program TPM adalah metoda untuk mewujudkan Zero failure (tanpa kesalahan), Zero accident (tanpa kecelakaan) dan Zero defect (tanpa cacat).

Dasar pelaksanaan TPM adalah lima "S", yaitu Seiri, Seiton, Seiso, Seikatsu dan Shitsuke. Seiri (Clearing Up) yaitu menyingkirkan benda-benda yang tidak diperlukan, Seiton (Organizing), menempatkan barang-barang yang dibutuhkan dengan rapi, Seiso (Cleaning), membersihkan peralatan dan daerah kerja, Seikatsu (Standardizing), membuat standar kebersihan, pelumasan, dan inspeksi sedangkan Shitsuke (Training and Discipline), yaitu meningkatkan keterampilan dan moral.

Kelima dasar di atas kemudian ditunjang oleh sembilan pilar TPM untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan program, yaitu pemeliharaan mandiri (Autonomous Maintenance), peningkatan bagian, pemeliharaan terencana (Planned Maintenance), pelatihan (Training), kontrol awal dan pencegahan perawatan, pemeliharaan mutu (Quality Maintenance), TPM di perkantoran (TPM in Office), keselamatan, kesehatan, dan lingkungan kerja (Safely. Healthy, and Environment) dan manajemen rantai suplai (Supply Chain Management).

F. PERATURAN KERJA

Administrasi kantor dilaksanakan setiap hari kerja dengan jadwal: Senin - Jumat : 07.30 - 15.00 WIB

Sabtu : 07.30-13.00 WIB

Istirahat : 11.30 - 12.00 WIB, atau 12.00-12.30 WIB Sedangkan jadwal produksi harian dibagi menjadi 3 shift dengan pembagian sebagai berikut:

Shift Pagi : 06.00 - 14.00 WIB Shift Siang : 14.00 - 22.00 WIB Shift Sore : 22.00 - 06.00 WIB

Waktu operasi pabrik adalah 295 hari/tahun, 6 hari/minggu, 3 shift/hari dan hari libur sebanyak 52 hari minggu, 12 hari libur umum dan 6 hari Lebaran.


(36)

G. KESEJAHTERAAN DAN KESELAMATAN KERJA

PT. Unilever Indonesia sangat memperhatikan kesejahteraan karyawan. Hal ini diwujudkan dalam bentuk fasilitas-fasilitas jaminan sosial dan tunjangan-tunjangan yang diberikan kepada karyawannya, di mana perincian-perincian mengenai hal tersebut tertuang dalam Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) yang dibuat oleh serikat pekerja dan pihak perusahaan.

Serikat pekerja PT. Unilever Indonesia sudah berdiri sejak tahun 1970-an d1970-an pada tahun 1982 resmi menjadi 1970-anggota serikat pekerja seluruh Indonesia. Berdasarkan KKB tersebut fasilitas dan tunjangan yang diperoleh karyawan PT. Unilever Indonesia adalah:

1. Makan, disediakan untuk seluruh karyawan tetap pada jam-jam istirahat di kantin perusahaan.

2. Fasilitas pengobatan diberikan gratis kepada karyawan dan keluarganya sampai dengan tiga anak meliputi biaya perawatan di rumah sakit pada rumah sakit yang telah ditentukan, pembayaran gaji selama sakit, pengobatan dan perawatan gigi, pcnggantian biaya kaca mata dan frame, penggantian biaya bersalin untuk pekerja wanita dan bantuan bersalin istri pekerja.

3. Koperasi karyawan.

4. Program kepemilikan rumah.

5. Tunjangan perumahan diberi setahun sekali berupa uang. 6. Program kepemilikan kendaraan bermotor.

7. Klub olah raga. kesenian, rekreasi dan pernbinaan rohani. 8. Program ASTEK.

9. Tunjangan pensiun, berupa uang pesangon pada saat karyawan memasuki usia pensiun yaitu 55tahun.

10.Pernbinaan keluarga berencana lestari dan balita.

11.Tunjangan belajar anak karyawan, diberikan kepada anak karyawan yang menjadi juara kelas.

12.Beasiswa diberikan kepada anak karyawan yang diterima di perguruan tinggi negeri.


(37)

14.Penghargaan kerja diberikan kepada karyawan yang telah bekerja selama 15tahun dan kepada karyawan yang telah bekerja selama 25tahun.

15.Tunjangan cuti diberikan kepada karyawan 1 tahun sekali dalam bentuk gaji ke-13.

16.Cuti besar diberikan setiap 6 tahun masa kerja berupa 74 hari cuti diluar cuti tahunan dengan biaya pulang kampung ditanggung perusahaan atau dalam bentuk 2 bulan gaji ditambah 14 hari cuti diluar cuti tahunan.

17.Santunan kematian.

18.Kesempatan naik haji dengan pembayaran upah penuh. 19.Tunjangan Hari Raya.

20.Paket distribusi diberikan setiap akhir bulan berupa produk kebutuhan rumah tangga yang diproduksi oleh PT. Unilever.


(38)

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. SNACK FOOD

Snack food seringkali disebut savory snack, karena pada umumnya snack diberi flavor savory termasuk rasa asin atau berbumbu. Menurut Lusas (2000), di samping rasa yang lezat, ciri-ciri snack modern dengan flavor savory adalah:

• aman dan bebas dari bahaya kimia, substansi toksik dan mikroorganisme patogen sesuai peraturan yang berlaku,

• biasanya dipersiapkan secara komersial dalam jumlah besar dengan proses yang kontinyu,

• dibumbui, biasanya garam dan kadang-kadang ditambahkan flavor lainnya,

• stabil selama penyimpanan, tidak membutuhkan pendinginan untuk pengawetan,

• dikemas dengan kemasan siap konsumsi (ready-to-eat), biasanya dibagi menjadi potongan-potongan ukuran makan (bite-size), mudah ditangani dengan jari, dan memiliki penampakan berminyak atau kering tergantung dugaan konsumen untuk produk tertentu,

• dijual kepada konsumen dalam kondisi segar, yang dicapai dengan : ∗ pemakaian bahan pengemas untuk menghindari air, oksigen dan

cahaya, menjaga kerenyahan produk, memperlambat oksidasi alami minyak dan menghilangkan katalis oksidasi,

∗ menggunakan pengemasan atmosfer dengan gas inert (nitrogen) dan sistem antioksidan untuk proteksi minyak tambahan,

∗ pengkodean tanggal pada pengemas dan membuangnya dari rak penyimpanan jika tidak terjual selama umur simpan produk.

Dewasa ini, teknologi snack modern semakin maju sehingga dihasilkan produk snack yang beraneka ragam. Berdasarkan teknologi yang digunakan, snack di Indonesia dapat diklasifikasikan seperti tampak pada Tabel 1.


(39)

Tabel 1. Klasifikasi snack di Indonesia berdasarkan teknologi

Jenis Snack Basis bahan Teknologi Produk Ebisen (sheeted snack) Terigu Ebisen-line Taro net

Cheetos net Second-generation

snack ( direct-expanded)

Jagung, beras Twist extruder Taro stick, Cheetos

Third-generation snack (pellet)

Pati Pellet extruder

snack7

Jetz Co-extruder snack Serealia Single dan twin

screw extruder

Momogi stick paste

Fabricated chips Tepung Sheeting, stamping, frying, flavouring

Piattos, Pringles Slice chip Kentang,

buah

Frying, flavouring Chitato, Lays

Snack Taro net menggunakan teknologi ebisen yang berasal dari Jepang. Produk snack pertama yang menggunakan teknologi ini adalah shrimp cracknel (Ebi-Senbei) yang merupakan makanan tradisional Jepang. Snack Taro net merupakan hasil pengembangan dari teknologi ebisen (Gambar 1).

Gambar 1. Snack ebisen berbentuk net

Menurut Nagao (2000), pati dan tepung terigu adalah komposisi terpenting dari formula snack ini. Tepung terigu berprotein rendah dengan kadar abu 0.35-0.55% dan protein 7-10% dapat diproses dengan mudah untuk membuat senbei berbasis terigu. Tetapi, senbei berbasis terigu yang berkualitas tinggi membutuhkan terigu dengan kadar protein menengah dan kualitas gluten yang halus. Persyaratan kualitas utama yang terpenting adalah kerenyahan. Pada waktu bersamaan, senbei berbasis terigu harus melunak secara cepat di dalam mulut tanpa menjadi bergetah (gummy).


(40)

Pelet snack ebisen dapat berlapis satu (single layer) dan dua (double layer) tergantung bentuk yang diinginkan. Proses produksi snack ebisen meliputi tahap pemasakan, sheeting, pendinginan dengan cooling conveyor, rolling, aging, pemotongan, pengeringan pertama (first dryer), pengeringan kedua (second dryer), penggorengan, flavouring dan pengemasan.

1. Karakteristik Mutu Snack

Menurut ISO-9000, mutu didefinisikan sebagai derajat dari serangkaian karakteristik produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan atau harapan yang dinyatakan. Dalam industri pangan, mutu ditentukan oleh berbagai karakteristik yang terus berkembang mengikuti kebutuhan konsumen yang semakin meluas spektrumnya. Beberapa abad yang lalu telah dikembangkan karakteristik fungsional yang sampai saat ini terus berlanjut dalam penyempurnaan cara-cara pengukurannya termasuk peningkatan kemampuan instrumen alat pengukur (Muhandri dan Kadarisman, 2005).

Karakteristik fungsional pada produk pangan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar yaitu : sifat fisik (morfologi, sifat termal, sifat reologi dan sifat spektral), sifat kimia (komposisi kimia, senyawa kimia aktif, bahan kimia tambahan, bahan kimia pengolahan) dan sifat mikrobiologi (mikroba alami, mikroba kontaminan, mikroba patogen dan mikroba pembusuk (Muhandri dan Kadarisman, 2005). Karakteristik fungsional lebih bersifat objektif dalam menentukan sifat mutu pangan, sedangkan penilaian sifat mutu yang bersifat subjektif dilakukan menggunakan evaluasi organoleptik.

Menurut Soekarto (1985), penilaian dengan indera banyak digunakan untuk menilai mutu makanan. Penilaian dengan cara ini disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung dan dalam beberapa hal penilaian dengan indera melebihi ketelitian alat yang paling sensitif sekalipun.

Karakteristik mutu snack dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu karakteristik mutu fisik, kimia, mikrobiologis dan organoleptik. Persyaratan mutu makanan ringan yang telah ditetapkan oleh SNI 01-2886-2000 dapat


(41)

dilihat pada Tabel 2. Menurut SNI 01-2886-2000 (2000), makanan ringan ekstrudat adalah makanan ringan yang dibuat melalui proses ekstrusi dari bahan baku tepung dan atau pati untuk pangan dengan penambahan bahan makanan lain serta bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dengan atau tanpa melalui proses penggorengan.

Tabel 2. Syarat mutu makanan ringan ekstrudat (SNI 01-2886-2000)

No Jenis uji Satuan Persyaratan

1 1.1 1.2 1.3 Keadaan Bau Rasa Warna - - - normal normal normal

2 Kadar air % b/b maks. 4

3 3.1 3.2

Kadar lemak

Tanpa proses penggorengan Dengan proses penggorengan

% b/b % b/b

maks. 30 maks. 38

4 Kadar silikat % b/b maks. 0,1

5 5.1

5.2

Bahan tambahan makanan Pemanis buatan

Pewarna

-

-

Sesuai SNI 01-0222-1995 dan Permenkes no.722/Menkes/Per/ IX/1988 s.d.a. 6 6.1 6.2 6.3 6.4 Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Raksa (Hg) mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg maks. 1,0 maks. 10 maks. 40 maks. 0,05

7 Arsen (As) mg/g maks. 0,5

8 8.1 8.2 8.3

Cemaran mikroba Angka Lempeng Total Kapang

E. coli

koloni/g koloni/g APM/g

maks. 1,0 x 104 maks. 50 negatif

Secara umum, sifat fisik meliputi warna, bentuk dan ukuran. Pengukuran sifat fisik banyak dilakukan karena pengukurannya mudah dan cepat. Beberapa sifat fisik dapat diukur secara organoleptik maupun secara objektif. Pengukuran sifat fisik secara objektif yang dilakukan selama proses produksi snack Taro net dapat dilihat pada Tabel 3.


(42)

Tabel 3. Pengukuran sifat fisik secara objektif selama proses produksi snack Taro net

Sifat Fisik Alat Atribut yang diukur

Kadar air Moisture analyzer Kadar air bahan

Dimensi Jangka sorong Tebal sheet, dimensi pelet dan hasil penggorengan

Ukuran Neraca analitik Berat bahan

Indeks ekspansi Kotak Bulk Density Densitas bahan

Sifat fisik berhubungan erat dengan sifat organoleptik produk, misalnya rasa manis dengan kadar gula. Sifat mutu organoleptik diklasifikasikan menjadi empat golongan yaitu visual, aroma, rasa dan tekstur. Sifat sensori ini diukur secara langsung dengan indera manusia. Pengukuran sifat sensori yang dilakukan selama proses produksi snack Taro net dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengukuran sifat sensori selama proses produksi snack Taro net

Sifat Sensori Atribut Sampel

Warna Bahan baku, snack Visual

Ukuran, bentuk Pelet, snack

Aroma Bau minyak Snack

Kekerasan Pelet Tekstur

Kerenyahan Snack

Rasa Intensitas bumbu Snack

Karakteristik mutu kimia dapat menentukan kualitas bahan, salah satunya pada minyak goreng. Sifat kimia yang diukur adalah jumlah asam lemak bebas (FFA). Nilai FFA (free fatty acid) menentukan parameter kerusakan lemak. Semakin tinggi nilai FFA, berarti semakin tinggi hidrolisis yang terjadi.

Salah satu masalah yang sangat vital bagi industri dan bisnis pangan adalah keamanan pangan (Winarno, 2004). Oleh karena itu, mutu mikrobiologis bahan pangan sangat penting dalam penilaian mutu produk pangan. Mikroorganisme yang mengkontaminasi bahan pangan dapat menyebabkan penurunan mutu atau kerusakan produk serta membahayakan kesehatan konsumen. Toksin yang dihasilkan oleh beberapa


(43)

mikroorganisme seperti Clostridium botulinum dan Aspergillus flavus dapat membahayakan kesehatan konsumen.

2. Aspek Mikrobiologi Produk Snack

Pangan termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia. Walaupun makanan itu menarik, nikmat, tinggi gizinya, jika tidak aman dikonsumsi, praktis tidak ada nilainya sama sekali. Lebih dari 90% terjadinya penyakit pada manusia oleh makanan (foodborne disease) disebabkan oleh kontaminasi mikrobiologi (Winarno, 2004).

Snack adalah produk pangan dengan nilai kadar air yang rendah yaitu maksimum 4% (SNI. 01-2886-2000). Kadar air snack yang rendah berkorelasi dengan nilai aw yang rendah yaitu 0.25 - 0.33. Dengan nilai aw ini, produk snack relatif aman dari kontaminasi mikroba, karena nilai aw ini tidak memenuhi nilai aw minimum untuk pertumbuhan mikroba. Nilai aw minimum untuk pertumbuhan mikroba dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai aw minimum untuk pertumbuhan mikroba (Jay, 2000)

Organisme aw Organisme aw

Grup Grup

Bakteri pembusuk 0.90 Bakteri halofilik 0.75

Khamir pembusuk 0.88 Kapang xerofilik 0.61

Kapang pembusuk 0.80 Khamir osmofilik 0.61

Organisme spesifik Organisme spesifik

Clostridium botulinum, tipe E 0.97 Candida scotti 0.92 Pseudomonas spp. 0.97 Trichosporon pullulans 0.91 Acinetobacter spp. 0.96 Candida zeylanoides 0.90 Eschericia coli 0.96 Geotrichum candidum 0.90 Enterobacter aerogenes 0.95 Trichothecium spp. 0.90 Bacillus subtilis 0.95 Byssochlamys nivea 0.87 Clostridium botulinum, tipe A, B 0.94 Staphylococcus aureus 0.86 Candida utilis 0.94 Alternaria citri 0.84 Vibrio parahaemolyticus 0.94 Penicillium patulum 0.81 Botrytis cinerea 0.93 Eurotium repens 0.72 Rhizopus stolonifer 0.93 Aspegillus glaucus 0.70 Mucor spinosus 0.93 Aspegillus conicus 0.70 Aspegillus echinulatus 0.64 Zygosaccharomyces rouxii 0.62 Xeromyces bisporus 0.61


(44)

Produk snack Taro net mengalami proses penggorengan sehingga kadar air dan nilai aw bahan menjadi rendah. Hal ini menyebabkan rendahnya resiko kontaminasi pada produk snack, namun selama proses produksi Taro net dari bahan baku sampai produk setengah jadi memiliki resiko yang tinggi. Tepung terigu, yang merupakan bahan baku utama snack Taro net memiliki resiko kontaminasi Bacillus cereus dan kapang. Resiko ini dapat diminimalkan dengan mengontrol aw yang rendah untuk menghambat pertumbuhan mikroba (Jay, 2000). Pada proses selanjutnya bahan ini akan mengalami proses pemasakan yang dapat membunuh mikroorganisme yang mengkontaminasi bahan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan pembentukan mikotoksin oleh kapang.

Titik kritis dari kontaminasi mikrobiologi adalah pada proses aging, ketika lembaran adonan diaging pada suhu ruang (30-33oC) selama 8-16 jam. Karakteristik lembaran adonan dengan kadar air 30-33% dan aw 0.9-0.95 dapat memicu pertumbuhan mikroorganisme. Penggulungan lembaran adonan yang dilakukan secara manual oleh pekerja, memiliki resiko kontaminasi mikroorganisme seperti Staphylococcus aureus dan Salmonella dari tangan pekerja. Setelah proses aging, dilakukan pemotongan yang dilanjutkan dengan pengeringan. Pada tahapan pengeringan, kemungkinan besar mikroorganisme akan mati, namun pengeringan tidak dapat menginaktivasi toksin yang mungkin dihasilkan mikroorganisme selama proses aging. Toksin yang dihasilkan oleh kapang atau mikotoksin adalah alfatoksin, okhratoksin, patulin, islanditoksin, luteoskirin, rugulosin, zearalenon, trikhotesen, sterigmatositin, asam penisilat, dan sitrinin. Karakteristik masing-masing mikotoksin dapat dilihat pada Lampiran 2.

B. AIR DALAM BAHAN PANGAN

Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita. Bahkan dalam bahan makanan yang kering sekalipun, seperti buah kering, tepung serta


(45)

biji-bijian, terkandung air dalam jumlah tertentu. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan itu. Sebagian besar dari perubahan-perubahan bahan makanan terjadi dalam media air yang ditambahkan atau yang berasal dari bahan itu sendiri (Winarno, 1997).

Peranan air dalam bahan pangan dinyatakan sebagai kadar air dan aktivitas air, sedangkan di udara dinyatakan sebagai kelembaban relatif (RH) dan kelembaban mutlak (H). Dalam bahan pangan, air terutama berperan sebagai pelarut yang digunakan selama proses metabolisme. Tingkat mobilitas dan peranan air bagi proses kehidupan biasanya dinyatakan dengan besaran aktivitas air (aw) (Syarief dan Halid, 1993).

Aktivitas air adalah rasio antara tekanan parsial air (P) di atas sampel dengan tekanan uap murni pada suhu yang sama (P0). Hubungan antara kadar air dalam bahan pangan dengan aktivitas air pada suhu konstan diketahui sebagai moisture sorption isoterm (MSI). Informasi mengenai kurva MSI bermanfaat untuk proses pemekatan dan pengeringan, karena kesulitan penghilangan air berhubungan erat dengan tekanan uap relatif (relatif vapor pressure); formulasi campuran bahan untuk mencegah transfer air antara bahan pangan; menentukan sifat ketahanan terhadap air yang dibutuhkan pada bahan pengemas; menentukan apakah kadar air dapat menghambat pertumbuhan mikroba; memprediksi stabilitas kimia dan fisika dari bahan pangan sebagai fungsi air. Kurva MSI secara umum untuk bahan pangan berkadar air rendah pada suhu 20oC dapat dilihat pada Gambar 2 (Fennema, 1996).


(46)

Ketika air ditambahkan, komposisi sampel bergerak dari zona 1 (kering) menuju zona 3 (kelembaban tinggi) dan sifat air berhubungan dengan perbedaan zona secara signifikan. Air yang berada pada zona 1 terikat secara kuat dan tidak dapat dimobilisasi. Air ini terikat pada bagian polar bahan pangan dengan ikatan air-ion atau interaksi air-dipol, tidak dapat membeku pada suhu -40oC, tidak dapat digunakan sebagai pelarut, dan jumlahnya tidak dapat membuat bahan padat menjadi plastis. Air zona 1 merupakan bagian dari padatan, jumlahnya sedikit sekali dan memiliki nilai entalpi lebih besar dari nilai entalpi air (Fennema, 1996). Menurut Winarno (1997), sebagian air ini dapat dihilangkan dengan cara pengeringan biasa.

Air pada zona 2 berhubungan dengan molekul air lain dan molekul terlarut yang berikatan hidrogen, sedikit dapat dimobilisasi, tidak dapat membeku pada suhu -40oC, dapat membuat padatan menjadi plastis, menurunkan suhu transisi gelas dan menyebabkan pengembangan mula-mula dari matriks padatan. Air pada zona 1 dan 2 biasanya mengandung air kurang dari 5% pada bahan pangan dengan kelembaban tinggi (Fennema, 1996).

Penghilangan air tipe II (zona 2 pada moisture sorption isoterm) ini akan mengakibatkan penurunan aw (water activity) sehingga pertumbuhan mikroba dan reaksi-reaksi kimia yang bersifat merusak bahan makanan seperti reaksi browning, hidrolisis, atau oksidasi lemak akan dikurangi. Jika air tipe II ini dikurangi seluruhnya, kadar air bahan akan berkisar antara 3-7% dan kestabilan optimum bahan makanan akan tercapai, kecuali pada produk-produk yang dapat mengalami oksidasi akibat adanya kandungan lemak tidak jenuh (Winarno, 1997).

Air pada zona 3 tidak terikat kuat, dapat dimobilisasi dan terperangkap dalam bahan pangan. Air ini dapat membeku, dapat digunakan sebagai pelarut, dan mendukung pertumbuhan mikroorganisme. Air pada zona 3 baik terperangkap maupun bebas, biasanya mengandung lebih dari 95% total air pada bahan pangan dengan kelembaban tinggi (Fennema, 1996). Menurut Winarno (1997), apabila air tipe III (zona III) ini diuapkan seluruhnya, kandungan air bahan berkisar antara 12-25% dengan aw (water activity) kira-kira 0.8 tergantung dari jenis bahan dan suhu.


(47)

Menurut Syarief dan Halid (1993), interaksi antara bahan pangan dengan molekul air yang terkandung di dalamnya dan molekul air di udara sekitarnya sangat dominan dalam terjadinya penyimpangan mutu atau kerusakan bahan pangan. Labuza (1972) menyajikan ambang batas tingkat hidratasi (aw) dalam hubungannya dengan kecepatan reaksi kerusakan. Hubungan ini digambarkan dengan peta stabilitas yaitu hubungan antara kecepatan reaksi dengan aw bahan (Gambar 3).

Gambar 3. Kurva stabilitas bahan pangan (Winarno, 1997)

C. PERANAN AIR SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK

Air merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan produk snack. Air yang digunakan dalam produksi harus memenuhi persyaratan mutu air minum yaitu memiliki penampakan yang baik dan tidak tercemar baik secara fisik, kimia maupun mikrobiologi. Air ditambahkan dalam proses pemasakan, baik air secara langsung maupun air yang berasal dari uap (steam). Namun, ada air yang sengaja dihilangkan melalui proses pengeringan dan penggorengan. Kenaikan kadar air pelet selama penyimpanan merupakan proses kesetimbangan dengan RH lingkungan, sedangkan migrasi air selama proses aging merupakan dampak dari proses retrogradasi pati. Keterlibatan air selama proses produksi snack Taro net dapat dilihat pada Gambar 4.


(48)

Air Mixing +

sheeting Aging Cutting

First

Drying Stock

Second

Drying Frying Packaging Air dari

steam

Air

(evaporasi) Air

Air

(kesetimbangan) Air Air

Air Mixing +

sheeting Aging Cutting

First

Drying Stock

Second

Drying Frying Packaging Air dari

steam

Air

(evaporasi) Air

Air

(kesetimbangan) Air Air

Gambar 4. Keterlibatan air selama proses produksi snack Taro net Air merupakan komponen penting dalam pembentukan gluten serta berfungsi sebagai pelarut garam dan pengikat karbohidrat sehingga dihasilkan adonan yang baik (Mulyani, 2000). Air bersenyawa dengan protein membentuk gluten, sehingga menentukan konsistensi dan karakteristik reologi adonan. Daya serap air akan meningkat dengan semakin tingginya kandungan protein.

Air berperan sebagai plasticizer untuk kristal pati. Adanya air akan menurunkan suhu dari transisi gelas (Tg) dan titik leleh kristal. Selain itu, kandungan air juga mempengaruhi sifat reologi dari gel pati (Eliasson dan Gudmunsson, 1996).

Retrogradasi pati terjadi ketika pati yang telah mengalami gelatinisasi disimpan pada suhu rendah sehingga terjadi rekristalisasi pati. Selama proses ini terjadi ikatan hidrogen antara gugus OH amilosa pada pati yang tergelatinisasi sehingga air dipaksa keluar dari struktur gel dan pati menjadi tidak dapat dilarutkan. Oleh karena itu, selama proses aging kadar air lembaran adonan cenderung menurun disertai dengan meningkatnya kekerasan dan kekakuan lembaran adonan.

Lembaran adonan yang telah dipotong menjadi pelet basah dikeringkan menggunakan alat pengering pertama (first dryer) dengan hembusan udara panas yang berasal dari boiler. Fellows (2000) mendefinisikan pengeringan sebagai aplikasi panas di bawah kondisi terkontrol untuk menghilangkan sebagian besar air yang secara normal ada di makanan dengan evaporasi (atau sublimasi pada freeze drying). Tujuan utama dari proses pengeringan adalah memperpanjang umur simpan dengan mereduksi aktivitas air (aw) yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim.


(49)

Pada proses pembuatan snack Taro net dilakukan pengeringan sebanyak dua kali. Pengeringan pertama bertujuan untuk mendapatkan kadar air pelet yang aman untuk disimpan atau aman dari cemaran biologis yang mungkin tumbuh baik mikroba maupun serangga. Proses pengeringan kedua bertujuan untuk mendapatkan kadar air siap goreng, sehingga tekstur yang dihasilkan sesuai standar, tidak berpori dan tidak bantat.

Penyimpanan dan pengeringan bahan pangan hasil pertanian berhubungan dengan kadar air kesetimbangan. Kadar air kesetimbangan adalah kadar air bahan dalam keadaan setimbang dengan udara di sekitarnya. Bahan dalam keadaan setimbang dengan lingkungannya bila laju air yang hilang dari bahan ke lingkungan sama dengan laju air yang bertambah ke dalam bahan dari lingkungan (Hall, 1980 di dalam oleh Prastyanty, 1998). Masing-masing bahan pangan memiliki nilai kadar air kesetimbangan yang berbeda-beda.

Menurut Prastyanty (1998), secara alami bahan pangan baik yang belum diolah maupun yang sudah diolah bersifat higroskopis yaitu dapat menyerap air dari udara sekeliling dan sebaliknya dapat melepaskan sebagian air yang terkandung ke udara. Secara umum, sifat-sifat hidratasi ini digambarkan dengan kurva sorpsi isoterm.

Pelet yang telah dikeringkan dengan mesin pengering kedua digoreng untuk meningkatkan kualitas makan (eating quality). Pada proses penggorengan terjadi pengembangan kerupuk yang ditentukan oleh kandungan air bahan. Pengembangan ini merupakan hasil sejumlah besar letusan dari air ikatan yang menguap dengan cepat selama proses penggorengan dan sekaligus terbentuk rongga-rongga udara yang tersebar secara merata pada seluruh struktur kerupuk goreng (Muliawan, 1991). Kandungan air bahan akan menentukan tekstur hasil goreng. Jika kadar air bahan terlalu tinggi, permukaan bahan akan mengalami bulbing atau membentuk gelembung-gelembung. Sebaliknya, jika kadar air bahan terlalu rendah bahan tidak akan mengembang atau bantat.

Kandungan air bahan juga mempengaruhi mutu minyak goreng. Pada suhu tinggi air akan menghidrolisa gliserida-gliserida minyak menjadi gliserol


(50)

dan asam lemak bebas. Gliserol selanjutnya akan terpecah menjadi acrolein yang mempunyai bau pedas dan merangsang keluarnya air mata (Djatmiko, et al., 1985).

Walaupun telah mengalami proses penggorengan, produk akhir snack masih mengandung air sekitar 2-3%. Kandungan air ini akan menentukan kerenyahan produk dan peningkatan kadar air akan menurunkan kerenyahan produk snack. Kadar air produk snack yang rendah yaitu maksimal 4%, membuat umur simpan produk relatif lama sampai 8 bulan. Dengan mengontrol kandungan air produk, maka struktur, tekstur, stabilitas dan densitas bahan dapat dipertahankan.

D. PATI

1. Pati Untuk Snack

Pati memainkan peranan penting pada pengembangan produk pangan, baik sebagai bahan baku atau bahan tambahan seperti pengental, penstabil, atau penguat tekstur. Penambahan pati ditujukan untuk meningkatkan retensi air, mengontrol mobilitas air, dan juga menjaga kualitas produk pangan selama penyimpanan (Pongsawatmanit, et al., 2001).

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sebanyak 4-5% dari berat total (Winarno, 1997). Struktur amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 5.


(1)

Lampiran 17.

Statisitika deskriptif jumlah waste pada tahap pengeringan pertama

Statistics Jumlah waste (%)

Valid 12

N

Missing 0

Mean .3450

Std. Error of Mean .03677

Median .3100

Std. Deviation .12739

Variance .016

Skewness .879

Std. Error of Skewness .637

Kurtosis .429

Std. Error of Kurtosis 1.232

Range .44

Minimum .16

Maximum .60

10 .1810

25 .2650

50 .3100

75 .4100

Percentiles

90 .5850

Jumlah waste (%)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

.16 1 8.3 8.3 8.3

.23 1 8.3 8.3 16.7

.26 1 8.3 8.3 25.0

.28 1 8.3 8.3 33.3

.29 1 8.3 8.3 41.7

.30 1 8.3 8.3 50.0

.32 1 8.3 8.3 58.3

.35 1 8.3 8.3 66.7

.38 1 8.3 8.3 75.0

.42 1 8.3 8.3 83.3

.55 1 8.3 8.3 91.7

.60 1 8.3 8.3 100.0

Valid

Total 12 100.0 100.0

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Jumlah waste (%) 12 .16 .60 .3450 .12739


(2)

Lampiran 18.

Statisitika deskriptif jumlah waste pada tahap pengeringan kedua

Statistics Persentase waste rata-rata per shift (%)

Valid 7

N

Missing 61

Mean 2.4314

Std. Error of Mean .24083

Median 2.4600

Std. Deviation .63717

Variance .406

Skewness .228

Std. Error of Skewness .794

Kurtosis -.511

Std. Error of Kurtosis 1.587

Range 1.82

Minimum 1.60

Maximum 3.42

10 1.6000

25 1.7600

50 2.4600

75 2.9800

Percentiles

90 3.4200

Persentase waste rata-rata per shift (%)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

1.60 1 1.5 14.3 14.3

1.76 1 1.5 14.3 28.6

2.32 1 1.5 14.3 42.9

2.46 1 1.5 14.3 57.1

2.48 1 1.5 14.3 71.4

2.98 1 1.5 14.3 85.7

3.42 1 1.5 14.3 100.0

Valid

Total 7 10.3 100.0

Missing System 61 89.7

Total 68 100.0

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Persentase waste

rata-rata per shift (%) 7 1.60 3.42 2.4314 .63717


(3)

Lampiran 19.

Transformasi data jumlah waste tahap pengeringan kedua

Mesin

Jumlah waste SD (%)

Transformasi data

1 2.70

1.64

2 3.10

1.76

3 2.70

1.64

5 2.74

1.66

6 5.88

2.42

1 1.20

1.10

2 4.17

2.04

3 2.36

1.54

5 2.10

1.45

6 2.47

1.57

1 1.00

1.00

2 1.62

1.27

3 1.52

1.23

5 1.41

1.19

6 3.25

1.80

1 1.14

1.07

2 3.30

1.82

3 2.48

1.57

5 3.05

1.75

6 2.43

1.56

1 2.53

1.59

2 2.58

1.61

3 2.74

1.66

5 1.14

1.07

6 2.61

1.62

1 1.54

1.24

2 3.60

1.90

3 2.61

1.62

5 1.80

1.34

6 5.34

2.31

1 1.12

1.06

2 1.23

1.11

3 1.30

1.14

5 2.40

1.50


(4)

Lampiran 20.

Analisis ragam (ANOVA one-way) jumlah waste tahap

pengeringan kedua pada lima mesin pengering kedua

Descriptives tans_waste

95% Confidence Interval for Mean

N

Mean

Std. Deviation

Std. Error

Lower Bound

Upper Bound

Minimum

Maximum Mesin 1 7 1.2423 .26665 .10079 .9957 1.4889 1.00 1.64 Mesin 2 7 1.6435 .33947 .12831 1.3296 1.9575 1.11 2.04 Mesin 3 7 1.4854 .20985 .07931 1.2914 1.6795 1.14 1.66 Mesin 5 7 1.4206 .24255 .09167 1.1963 1.6449 1.07 1.75 Mesin 6 7 1.8201 .38971 .14730 1.4596 2.1805 1.46 2.42 Total 35 1.5224 .34303 .05798 1.4046 1.6402 1.00 2.42

Test of Homogeneity of Variances tans_waste

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

1.071 4 30 .388

ANOVA tans_waste

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 1.354 4 .339 3.838 .012

Within Groups 2.647 30 .088


(5)

Lampiran 21.

Analisis

Post Hoc ANOVA jumlah waste tahap pengeringan

kedua pada lima mesin pengering kedua

Multiple Comparisons Dependent Variable: tans_waste

95% Confidence Interval (I) No. Mesin (J) No. Mesin Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound Tukey Mesin 1 Mesin 2 -.40123 .15876 .111 -.8617 .0593 HSD Mesin 3 -.24313 .15876 .551 -.7036 .2174 Mesin 5 -.17830 .15876 .793 -.6388 .2822 Mesin 6 -.57776(*) .15876 .008 -1.0383 -.1173 Mesin 2 Mesin 1 .40123 .15876 .111 -.0593 .8617 Mesin 3 .15810 .15876 .855 -.3024 .6186 Mesin 5 .22293 .15876 .630 -.2376 .6834 Mesin 6 -.17654 .15876 .799 -.6370 .2840 Mesin 3 Mesin 1 .24313 .15876 .551 -.2174 .7036 Mesin 2 -.15810 .15876 .855 -.6186 .3024 Mesin 5 .06483 .15876 .994 -.3957 .5253 Mesin 6 -.33463 .15876 .243 -.7951 .1259 Mesin 5 Mesin 1 .17830 .15876 .793 -.2822 .6388 Mesin 2 -.22293 .15876 .630 -.6834 .2376 Mesin 3 -.06483 .15876 .994 -.5253 .3957 Mesin 6 -.39946 .15876 .114 -.8600 .0610 Mesin 6 Mesin 1 .57776(*) .15876 .008 .1173 1.0383 Mesin 2 .17654 .15876 .799 -.2840 .6370 Mesin 3 .33463 .15876 .243 -.1259 .7951 Mesin 5 .39946 .15876 .114 -.0610 .8600 Bonfer Mesin 1 Mesin 2 -.40123 .15876 .170 -.8822 .0798 roni Mesin 3 -.24313 .15876 1.000 -.7241 .2379 Mesin 5 -.17830 .15876 1.000 -.6593 .3027 Mesin 6 -.57776(*) .15876 .010 -1.0588 -.0968 Mesin 2 Mesin 1 .40123 .15876 .170 -.0798 .8822 Mesin 3 .15810 .15876 1.000 -.3229 .6391 Mesin 5 .22293 .15876 1.000 -.2581 .7039 Mesin 6 -.17654 .15876 1.000 -.6575 .3045 Mesin 3 Mesin 1 .24313 .15876 1.000 -.2379 .7241 Mesin 2 -.15810 .15876 1.000 -.6391 .3229 Mesin 5 .06483 .15876 1.000 -.4162 .5458 Mesin 6 -.33463 .15876 .435 -.8156 .1464 Mesin 5 Mesin 1 .17830 .15876 1.000 -.3027 .6593 Mesin 2 -.22293 .15876 1.000 -.7039 .2581 Mesin 3 -.06483 .15876 1.000 -.5458 .4162 Mesin 6 -.39946 .15876 .174 -.8805 .0816 Mesin 6 Mesin 1 .57776(*) .15876 .010 .0968 1.0588 Mesin 2 .17654 .15876 1.000 -.3045 .6575 Mesin 3 .33463 .15876 .435 -.1464 .8156 Mesin 5 .39946 .15876 .174 -.0816 .8805 * The mean difference is significant at the .05 level.


(6)

Lampiran 22.

Homogenous subsets jumlah waste pengeringan kedua pada lima

mesin pengering kedua

Homogeneous Subsets

tans_waste

Subset for alpha = .05

No. Mesin N 1 2

Mesin 1 7 1.2423

Mesin 5 7 1.4206 1.4206

Mesin 3 7 1.4854 1.4854

Mesin 2 7 1.6435 1.6435

Mesin 6 7 1.8201

Tukey HSD(a)

Sig. .111 .114

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 7.000.