Kadar Unsur Hara N

cabang dan akar. Kemudian dalam suatu proses yang kompleks, glukosa mengalami modifikasi secara kimia dengan dipindahkannya satu molekul air dari tiap unit dan terbentuklah suatu anhidrid glukosa C 6 H 12 O 6 glukosa – H 2 O = C 6 H 10 O 5 anhidrid glukosa. Unit-unit anhidrid glukosa kemudian saling bersambungan ujung-ujungnya dan membentuk polimer berantai panjang yaitu selulosa C 6 H 10 O 5 n dengan n derajat polimerisasi sama dengan 500 – 10000. Haygreen dan Bowyer, 1993. Dalam dinding sel rantai selulosa tersusun dalam bagian-bagian yang dikenal sebagai mikrofibril dan amorf. Ruang antar mikrofibril dan ruang antar lamella tengah diisi oleh matriks selulosa dan lignin. Area antara dinding sel primer yang berdekatan dengan lamela tengah diisi oleh lignin sebanyak 40 – 85 . Di dalam sel sekunder terdapat lignin kira-kira 80 . Hemiselulosa dibangun oleh β -1,4 glikosidik berikatan dengan glikan, bentuknya adalah lurus atau bercabang dan relatif pendek terdiri dari 100 – 300 residu gula dibanding selulosa. Subtitut pada polimer ini meliputi kelompok asetil, monosakarida, dan asam uronik. Subtitut utama hemiselulosa adalah xilan β -1,4 - berikatan dengan unit-unit D-xilopiranosa dan glukomanan yaitu kopolimer D- glukopiranosa dan unit-unit D-mannapiranosa berikatan dengan β -1,4. Sjostrom, 1995 ; Fengel dan Wegener, 1995. Lignin merupakan zat organik polimer yang banyak dan penting dalam dunia tumbuhan. Penyatuan lignin ke dalam dinding sel tumbuhan memungkinkan lignin menguasai permukaan bumi. Lignin menaikkan sifat-sifat kekuatan mekanik sedemikian rupa sehingga tumbuhan besar seperti pohon yang tingginya lebih dari 100 m tetap dapat kokoh berdiri. Lignin merupakan komponen kimia dan merupakan karakteristik jaringan tumbuhan tingkat tinggi seperti Pteridofita dan Spermatofita Gimnospermae dan Angisopermae Fengel dan Wegener, 1995. Lignin adalah suatu polimer yang kompleks dengan bobot molekul tinggi, tersusun oleh unit-unit fenilpropan. Meskipun tersusun oleh karbon, hidrogen dan oksigen, lignin bukanlah suatu karbohidrat dan bahkan tidak ada hubungannya dengan golongan senyawa tersebut. Sebaliknya, lignin pada dasarnya adalah suatu fenol. Lignin sangat stabil dan sukar dipisahkan serta mempunyai bentuk yang bermacam-macam, karena susunan lignin yang pasti di dalam kayu tidak menentu. Lignin terdapat di antara sel-sel dan di dalam dinding sel berada di bagian amorf. Dalam dinding sel, lignin sangat erat hubungannya dengan selulosa dan berfungsi untuk memberikan ketegaran pada sel. Di antara sel-sel, lignin berfungsi sebagai perekat untuk mengikat satu sel dengan sel lainnya. Lignin juga berpengaruh dalam memperkecil perubahan dimensi yang berhubungan dengan perubahan kandungan air kayu dan lignin mempertinggi sifat racun kayu yang membuat kayu tahan terhadap serangan fungi dan serangga Haygreen dan Bowler, 1993. Selain itu lignin juga merupakan bahan penguat yang terdapat bersama- sama dengan selulosa di dalam dinding sel tumbuhan. Kadar lignin beragam mulai dari beberapa persen tumbuhan herba sampai sekitar 30 Coniferae. Paku-pakuan dan lumut juga mengandung lignin Robinson, 1991. Lignin adalah bahan penguat yang terdapat bersama selulosa dan polisakarida lainnya di dinding sel dalam jaringan tertentu terutama di xilem pada semua jenis tumbuhan tingkat tinggi. Lignin terdapat dalam jumlah besar di kayu, terhimpun di lamela tengah, dinding primer dan dinding sekunder xilem. Lignin biasanya terdapat di antara mikrofibril yang dapat mencegah gaya pemampatan. Pembentukan lignin dianggap oleh ahli evolusi sangat penting dalam adaptasi tumbuhan terhadap lingkungan daratan. Lignin diperkirakan merupakan senyawa organik kedua terbanyak di bumi dan hanya selulosa yang melebihinya. Lignin mencakup 15 sampai 25 dari bobot kering tumbuhan berkayu. Di samping fungsi penguat, lignin juga memberi perlindungan terhadap serangan patogen dan pemangsaan oleh herbivora, baik serangga maupun mamalia Swain, 1979 diacu oleh Salisbury dan Ross, 1991. Biodegradasi lignin adalah kemampuan yang unik dimiliki beberapa jenis fungi pelapuk yang tidak dimiliki oleh banyak jenis mikroorganisme lainnya. Lignin diuraikan oleh enzim dengan proses oksidatif sedang selulosa dan henmiselulosa diuraikan enzim dengan proses hidrolitik. Pemisahaan secara oksidatif antara karbon dengan karbon dan antara ikatan eter dengan ikatan eter lainnya termasuk unit-unit fenilpropan dilakukan oleh enzim peroksidase. Untuk kelangsungan reaksi enzimatik diperlukan sumberdaya ekstraseluler H 2 O 2 Zabel dan Morel,1992. Lignin berbeda dari hemiselulosa dan selulosa karena lebih tahan terhadap biodegradasi. Lignin terbentuk oleh kopolimerisasi oksidatif radikal bebas yang terdiri atas tiga oksi-sinapil alkohol yang berbeda. Perubahan nisbah ketiga oksi- sinapil alkohol bergantung pada jenis pohon. Pada penguraian lignin terdapat dua aspek penting yaitu a terjadi non-hidrolisis yang akan membedakan biopolimer ; b Adanya lapisan pelindung yang mengelilingi polisakarida kayu dan dibatasi oleh selulosa di dalam dinding sel. Urutan penguraian sisa tumbuhan dimulai dengan penguraian selulosa dan penggunaan karbon terlarut yang selanjutnya diikuti oleh penguraian protein dan terakhir lignin. Dekomposisi Trifolium Martin dkk., 1972 diacu oleh Dix dan Webster, 1995 memerlukan waktu maksimum 20 hari untuk penguraian selulosa dan 40 hari untuk pengurain hemiselulosa Penguraian selulosa dan hemiselulosa oleh fungi lapuk putih white rot berlangsung dengan kecepatan yang sama sedang lignin terurai relatif lebih cepat. Hifa fungi lapuk putih terkonsentrasi pada sel jari-jari dan pembuluh, karena hifa pertama sekali menyerang sel jar-jari dan pembuluh melalui noktah atau langsung mempenetrasi dinding sel. Banyak macam enzim yang dihasilkan pada ujung hifa dan permukaan lateral. Berbagai macam enzim ini membantu mempenetrasi dinding sel. Hifa yang tumbuh di dalam rongga sel, mendegradasi dinding sekunder dari dalam dan selanjutnya pada dinding tersier ke arah luar. Bahan-bahan yang dihasilkan dari penguraian komponen dinding sel wall layer adalah kompleks dan dapat diserap oleh hifa. Cowling 1961, diacu oleh Highley dan Kirk, 1979 mengemukakan bahwa berdasarkan analisis bahan kimia, fungi pelapuk putih berhasil memperoleh komponen dinding sel yang dapat digunakan oleh fungi dalam serangkaian kegiatan metabolisme. Peran sistem enzim fungi pelapuk putih terbatas pada lapisan luar dinding sel, berbeda dengan enzim- enzim fungi pelapuk coklat brown rot yang terdifusi ke lapisan dalam dinding sel. Erikson 1978, diacu oleh Highley dan Kirk, 1979 mengemukakan bahwa hidrolisis selulosa fungi pelapuk putih Phanerochaete chrysosporium dan didukung oleh studi yang dilakukan peneliti lain yang menggunakan Fungi Imperfekti mendapatkan, bahwa terdapat satu atau lebih endo-1,4- β -D-glukanase yang berperan secara acak dalam penguraian selulosa. Dapat dijelaskan bahwa hidrolisis yang dilakukan oleh enzim ekso-1,4- β -glukanase dapat menghasilkan glukosa. Enzim eksoglukanase dan enzim endoglukanase berperan sinergis sebagai pengurai yang kompleks. Endoglukanase dapat digunakan untuk penguraian komponen-komponen C1 molekul selulosa yang kompleks. Pada P. chrysosporium , terkandung 5 endoglukanase dan 1 eksoglukanase. Total bobot protein endoglukanase adalah kira-kira sebanding dengan protein eksoglukanase. Enzim-enzim hidrolitik pada fungi pelapuk putih yang terlibat