Pembahasan LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina

15 cacing, pada 10 – 20 ppt terdapat rata-rata 4 cacing, pada 20 – 30 ppt rata- rata 18 cacing, dan pada tingkat salinitas 30 ppt terdapat rata-rata 9 cacing. Diperkirakan cacing-cacing ini sudah ada sejak serasah daun A. marina mengalami dekomposisi selama 15 – 30 hari, karena cacing-cacing yang ditemukan relatif besar yaitu panjangnya 5 sampai 6 cm dengan diameter badan 3 sampai 4 mm. Cacing-cacing ini diperkirakan untuk hidupnya memerlukan serasah daun A. marina sebagai bahan makanannya. Adapun pada serasah daun A. marina yang telah mengalami proses dekomposisi selama 60 hari pada semua tingkat salinitas tidak ditemukan lagi cacing. Menurut Dix dan Webster 1995 kecepatan dekomposisi serasah dipengaruhi oleh kecepatan serasah tersebut terpecah-pecah fragmented. Pemecahan ini sebagain besar dilakukan oleh banyak hewan tanah seperti siput, cacing, larva serangga dan lain-lain. Selanjutnya Kuter 1986 mengemukakan bahwa keberadaan cacing pada serasah daun menyebabkan pemecahan fragmented serasah daun tersebut lebih cepat berlangsung. Selain itu Benner dkk., 1986 diacu oleh Twiley dkk., 1997, menyatakan bahwa kecepatan dekomposisi serasah daun pada perairan mangrove berhubungan dengan kualitas kimia serasah daun. Selain cacing, jenis organisme lain yang ditemukan pada serasah daun A. marina adalah siput Gambar 9. Jenis siput besar Gambar 9A ditemukan hanya pada serasah yang mengalami dekomposisi selama 75 sampai 165 hari Gambar 8. Cacing yang ditemukan pada serasah daun A. marina yang telah mengalami dekomposisi selama 45 hari pada tingkat salinitas 10 ppt, 10 – 20 ppt, 20 – 30 ppt dan 30 ppt pada salinitas 20 – 30 ppt. Diperkirakan siput-siput ini juga ikut berperan dalam proses dekomposisi serasah daun A. marina. Hal ini dapat dilihat dari hasil 10 mm penelitian yang menunjukkan bahwa sisa serasah daun yang berada pada salinitas 20 – 30 ppt lebih sedikit dibanding dengan sisa serasah yang mengalami dekomposisi pada tingkat salinitas 10 ppt, 10 – 20 ppt dan 30 ppt. Pada tingkat salinitas 20 – 30 ppt ditemukan siput besar pada serasah daun yang telah mengalami dekomposisi selama 75, 90, 105, 120, 135, 150 dan 165 hari berturut-turut dengan jumlah rata-rata 7, 29, 52, 92, 65, 81 dan 162 siput. Pada serasah daun A. marina yang mengalami dekomposisi pada salinitas 10 ppt, 10 – 20 dan 30 ppt juga ditemukan siput yang tubuhnya lebih kecil Gambar 9 B, dibanding tubuh siput yang didapatkan pada serasah yang mengalami dekomposisi pada salinitas 20 – 30 ppt. Dalam hal ini jumlah tiap jenis siput tersebut tidak dicatat. Diperkirakan siput ini juga ikut berperan dalam proses dekomposisi serasah daun A. marina. Dengan makin berkurangnya ukuran-ukuran partikel serasah atau bahan tumbuhan maka kehilangan bobot kering makin cepat karena diikuti penyerangan oleh fungi Asiedu dan Smith, 1973. Makin luas lingkungan daerah pasang surut makin besar keheterogenan faktor-faktor seperti salinitas, cahaya celah kanopi dan sedimen unsur hara dan ruang, yang semuanya akan berpengaruh terhadap keberadaan dan ketahanan organisme Clarke dan Allaway, 1993. Gambar 9. Siput yang ditemukan pada serasah daun A. marina yang mengalami dekomposisi. Siput yang besar ditemukan pada serasah yang mengalami dekomposisi selama 75 hari sampai 165 hari A pada salinitas 20 – 30 ppt dan siput kecil yang ditemukan pada serasah daun A. marina yang mengalami dekomposisi pada salinitas 10 ppt, 10 – 20 ppt dan 30 ppt B A B Peningkatan salinitas dapat menyebabkan terjadi penghambatan aktivitas mikroorganisme tanah yang direfleksikan dalam bentuk perubahan kandungan CO 2 , aktivitas selulase dan humifikasi residu tumbuhan Malik dkk., 1979. Kecepatan dekomposisi dipengaruhi oleh tipe daun, aktivitas mikroorganisme, kecepatan air water velocity dan lama masa terendam di bawah permukaan air Eichem dkk., 1993. Kecepatan degradasi serasah daun berhubungan dengan frekuensi pasang surut air laut dan kualitas bahan kimia serasah daun tersebut Benner dkk., 1986 diacu Twiley dkk., 1997. Selain itu menurut Jensen 1974, konsentrasi unsur-unsur hara yang terdapat pada serasah berpengaruh terhadap kecepatan proses dekomposisi serasah dan jumlah unsur hara yang terlepas selama proses dekomposisi.

3.5. Kesimpulan

Laju proses dekomposisi serasah daun A. marina terbesar didapatkan pada serasah daun A. marina yang berada pada tingkat salinitas 20 – 30 ppt. Hal ini dapat diketahui dari bobot kering sisa serasah daun yang tertinggal pada kantong serasah yaitu rata-rata 2,34 g. Adapun bobot kering sisa serasah terbesar didapatkan pada lingkungan dengan tingkat salinitas 30 ppt, yaitu rata-rata 8.44 g. Nilai laju dekomposisi serasah daun A. marina yang telah mengalami proses dekomposisi dalam lingkungan dengan tingkat salinitas 30 ppt, adalah 3.95th residence time = 0.25 th. Nilai laju dekomposisi ini lebih kecil dibanding dengan nilai laju dekomposisi serasah yang ditempatkan pada tingkat salinitas 10 ppt, 10 – 20 ppt dan 20 – 30 ppt, yang berturut turut adalah, 4.98, 5.89, dan 6.80 dengan residence time berturut-turut 0.20 th, 0,16 th dan 0.15 th. Dengan demikian dapat diketahui bahwa proses dekomposisi serasah berlangsung lebih lambat pada tingkat salinitas 30 ppt dibanding dengan pada tingkat salinitas yang lebih kecil.

IV. KOLONISASI BAKTERI SELAMA PROSES DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina PADA

BERBAGAI TINGKAT SALINITAS

4.1. Pendahuluan

4.1.1. Latar Belakang Bakteri memainkan peran penting dalam sejumlah proses yang terjadi di lingkungan mangrove. Beberapa jenis bakteri dapat hidup bersimbiosis dengan organisme lainnya. Sebagai contoh bakteri bentuk batang umumnya terdapat pada usus detrivor mangrove Harris, 1993 dan pada cabang serta batang mangrove terdapat bakteri pengoksidasi yang hidup sebagai endosimbion dengan suku Lucinacea yang tumbuh pada lumpur mangrove. Bauer-Nebelsick dkk., 1996 dan Ott dkk., 1998 menemukan bakteri pengoksidasi sulfur hidup sebagai ektosimbion obligat pada Zoothamnium niveum yang hidup di hutan mangrove Belizian. Bakteri memainkan peran penting dalam penguraian serasah mangrove. Juga diketahui bahwa sedimen bakteri merupakan bahan penting dalam proses aliran karbon pada hutan mangrove. Pada bagian atas sedimen mangrove dengan ketebalan 2 cm dapat ditemukan 3,6 x 10 11 sel bakterigram bobot kering sedimen Hogarth, 1999. Sebagian besar peran bakteri dalam proses dekomposisi serasah secara langsung sebagai pengurai bagian-bagian serasah dan sebagian lagi secara tidak langsung pada bahan-bahan organik yang terakumulasi sebagai hasil dekomposisi serasah. Dalam peran tidak langsung ini bakteri dikenal sebagai agens mikolitik mycolytic agent Gyllenberg dan Eklund, 1974. Mangrove adalah suatu lingkungan ekologi yang unik sebagai tempat berkembang komunitas bakteri. Bakteri mengisi sejumlah relung niche dan merupakan komponen dasar fungsi lingkungan ini. Bakteri terutama penting untuk mengontrol bahan-bahan kimia di lingkungan mangrove. Sebagai contoh bakteri pereduksi sulfat Desulfovibrio, Desulfotomaculu, Desulfosarcina dan Desulfococcus Chandrika dkk., 1990 adalah pengurai utama pada sedimen mangrove. Berbagai jenis bakteri ini berperan dalam perubahan bentuk senyawa Besi, Fosfor dan Sulfur dan berkontribusi dalam pelepasan senyawa-senyawa ini