c. Memiliki sarana – sarana yang menunjang proses belajar mengajar.
2.3 Model dan Metode Pembelajaran
1. Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Arends dalam Agus 2009:46 model pembelajaran merupakan pola yang digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan pembelajaran di kelas
maupun tutorial yang mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan pembelajaran, tahap
– tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan dan pengelolaan kelas. Adapun model pembelajaran kooperatif
menurut Slavin 2008:8 merupakan proses pembelajaran dimana siswa dengan kemampuan yang berbeda akan duduk bersama dalam kelompok yang
beranggotakan empat orang atau lebih untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Pembelajaran kooperatif menyumbangkan ide bahwa siswa yang aktif
bekerja sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap teman satu timnya mampu membuat siswa belajar sama baiknya. Panitz dalam Agus 2009:54
mendefinisikan model pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk
– bentuk yang lebih diarahkan oleh guru dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan
–pertanyaan serta menyediakan bahan
– bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan
bentuk ujian tertentu pada akhir tugas. Wina 2008:240 mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan
atau tim kecil yaitu antara 4 – 6 orang yang mempunyai latar belakang
kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda atau heterogen. Dukungan Teori Konstruktivisme Sosial Vygotsky terhadap model pembelajaran
kooperatif adalah adanya penekanan belajar sebagai proses dialog interaktif serta arti penting belajar kelompok dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran
kooperatif adalah pembelajaran berbasis sosial. Menurut Anita Lie dalam Agus 2009:56, pembelajaran kooperatif didasarkan pada falsafah homo homini socius.
Dialog interaktif adalah kunci dari semua kehidupan sosial. Tanpa interaksi sosial maka tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Dengan kata lain kerja sama
merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup. Roger David Johnson dalam Agus 2009:58 mengatakan bahwa
pembelajaran kooperatif memiliki lima unsur penting yaitu : 1.
Saling ketergantungan positif Keberhasilan suatu karya sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya.
Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan
tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. 2.
Tanggung jawab perseorangan Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan
pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang
terbaik. Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan tugasnya.
3. Interaksi promotif
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk
membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dan sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi
kekurangan masing-masing. 4.
Komunikasi antar anggota Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai
keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Keberhasilan suatu
kelompok tergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapatnya.
5. Pemprosesan kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar
selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang
beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajaran terlibat dalam kegiatan pembelajaran cooperative learning.
Model pembelajaran kooperatif menurut Sulastri 2009 dikembangkan untuk mencapai setidak
– tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yaitu : 1.
Hasil belajar akademik
Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan sosial, pembelajaran kooperatif juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa
dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep konsep yang sulit.
2. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas
tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.
3. Pengembangan ketrampilan sosial
Pengembangan keterampilan sosial adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.
Slavin dalam Wina 2006:240 mengemukakan dua alasan tentang penggunaan model pembelajaran kooperatif. Pertama, beberapa hasil penelitian
membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial,
menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan
kebutuhan siswa
dalam belajar
berpikir, memecahkan
masalah dan
mengintegrasikan pengetahuan dengan ketrampilan. Agus 2009:58 juga menyatakan keuntungan yang dapat diperoleh dari
penerapan pembelajaran kooperatif adalah dapat menumbuhkan pembelajaran yang efektif yakni bercirikan : 1 “ memudahkan siswa belajar ” sesuatu yang
“bermanfaat” seperti fakta, ketrampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama, 2 pengetahuan, nilai dan ketrampilan diakui oleh mereka yang
berkompeten menilai. Slavin menyatakan keuntungan pembelajaran kooperatif adalah tidak
hanya mampu meningkatkan prestasi belajar akademik siswa saja tetapi juga cara untuk meningkatkan kemampuan afeksi dan interpersonal. Douglass dalam Slavin
juga menyatakan keuntungan pembelajaran kooperatif mampu mengembangkan ketrampilan kerjasama yang sangat penting Basic Cooperatif Skill seperti
mendengarkan secara aktif, memberikan balikan secara konstruktif, respek terhadap orang lain, melibatkan orang lain dalam diskusi dan lain sebagainya.
Murda, 2006:636 Dari pendapat dua ahli tersebut tentang keuntungan dari penerapan model
pembelajaran kooperatif, maka pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki proses pembelajaran yang selama ini
masih memiliki kelemahan.
2. Metode Pembelajaran
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru tidak harus terpaku
dengan menggunakan satu metode, tetapi guru sebaiknya menggunakan metode bervariasi agar jalannya pengajaran tidak membosankan, tetapi menarik perhatian
anak didik. Menurut Roestiyah 1989 dalam Djamarah 2010:74 menyatakan bahwa guru harus memiliki strategi agar anak didik dapat belajar secara efektif
dan efisien dan mengena pada tujuan yang diharapkan yakni melalui teknik –
teknik penyajian atau disebut dengan metode mengajar. Oleh karena itu, disinilah kompetensi guru diperlukan dalam pemilihan metode yang tepat. Selain itu
metode mengajar sangat menentukan dan menunjang berhasilnya proses belajar mengajar yang diciptakan oleh seorang guru. Djamarah,2010:46 .
Menurut Surakhmad dalam Djamarah 2010:46 mengemukakan ada lima faktor yang mempengaruhi penggunaan metode mengajar sebagai berikut:
2 Tujuan yang berbagai-bagai jenis dan fungsinya
Tujuan adalah sasaran yang dituju dari setiap kegiatan belajar mengajar. Perumusan tujuan akan mempengaruhi kemampuan pada diri anak didik,
proses pengajaran dan penyeleksian metode yang akan digunakan. Metode yang dipilih harus sejalan dengan taraf kemampuan anak didik.
3 Anak didik yang bermacam – macam tingkat kematangannya
Masing-masing peserta didik mempunyai latar belakang, aspek biologis, intelektual dan psikologis yang berbeda sehingga mempengaruhi pemilihan
metode yang akan digunakan untuk menciptakan lingkungan belajar yang kreatif dalam waktu yang relatif lama. Jadi, kematangan peserta didik yang
bervariasi mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode pengajaran. 4
Situasi dengan Berbagai Keadaan Situasi kegiatan belajar mengajar yang diciptakan guru tidak selamanya sama.
Seorang guru harus dapat memilih metode mengajar yang sesuai dengan situasi yang diciptakannya itu.
5 Fasilitas dengan Berbagai Kualitas dan Kuantitas
Fasilitas adalah kelengkapan penunjang belajar anak didik di sekolah, lengkap tidaknya fasilitas belajar akan mempengaruhi pemilihan metode mengajar.
6 Pribadi Guru serta Kemampuan Profesionalnya yang Berbeda.
Setiap guru mempunyai kepribadian, latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar yang berbeda. Seorang guru yang bertitel sarjana
pendidikan berbeda dengan guru yang sarjana bukan pendidikan. Jadi latar belakang pendidikan dan pengalaman belajar adalah permasalahan intern yang
dapat mempengaruhi pemilihan dan penentuan mengajar. Selain itu menurut Bobbi De Porter mengutip pendapat Dr Vernon dalam
buku Quantum Teaching Slameto, 2004 :77 mengatakan bahwa orang belajar 10 dari yang dibaca, 20 dari apa yang didengar, 30 dari apa yang dilihat,
50 dari yang dilihat dan didengar, 70 dari yang dikatakan dan 90 dari apa yang dikatakan dan dilakukan. Oleh karena itu stategi pembelajaran yang akan
lebih memberikan hasil belajar yang optimal bagi siswa adalah pembelajaran yang melibatkan siswa untuk berbicara, berargumen, dan mengutarakan gagasannya.
Sebaliknya hasil belajar akan rendah apabila siswa hanya pasif dan menjadi pendengar ceramah tanpa dengan metode penolongnya. Selain itu mengadakan
pembelajaran yang berhasil haruslah dalam suasana menyenangkan dan menggembirakan fun .
3. Metode Pembelajaran Tipe Jigsaw
Metode pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw adalah metode pembelajaran yang terdiri dari tim-tim belajar heterogen, beranggotakan 4 - 6
siswa dimana setiap siswa bertanggung jawab atas penguasaan bagian dari materi belajar dan harus mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota tim
lainnya. Slavin,2008:14 Jigsaw merupakan sebuah teknik yang dipakai secara luas yang memiliki
kesamaan dengan teknik “ pertukaran dari kelompok ke kelompok ” Group to group exchange. Setiap peserta didik mempelajari sesuatu yang dikombinasi
dengan materi yang telah dipelajari oleh peserta didik lain. Mel Silberman : 160. Teknik mengajar Jigsaw dapat digunakan dalam beberapa mata pelajaran, seperti
ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, matematika, agama, dan bahasa. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan
berbicara Anita Lie dalam Agus, 2009:56 . Metode Jigsaw terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok asal dan kelompok ahli Saptono, 2003: 36 .
Menurut Arends dalam Sulastri 2009 langkah – langkah penerapan
metode jigsaw adalah berikut : 1.
Membentuk kelompok heterogen yang terdiri dari 4 – 6 orang. 2.
Masing – masing kelompok mengirimkan satu orang wakil mereka untuk membahas topik, wakil ini disebut dengan kelompok ahli.
3. Kelompok ahli berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling
membantu untuk menguasai topik tersebut.
4. Setelah memahami materi, kelompok ahli menyebar dan kembali ke kelompok
awal, kemudian menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya. 5.
Guru memberikan tes individual pada akhir pembelajaran tentang materi yang telah didiskusikan.
Adapun menurut Slavin 2009:241 metode jigsaw terdiri atas siklus reguler dari kegiatan
– kegiatan pengajaran berikut : 1.
Membaca, para siswa menerima topik ahli dan membaca materi yang diminta untuk menemukan informasi.
2. Diskusi kelompok ahli, para siswa dengan keahlian yang sama bertemu untuk
mendiskusikannya dalam kelompok – kelompok ahli.
3. Laporan tim, para ahli kembali kepada kelompok mereka masing – masing
untuk mengajari topik – topik mereka kepada teman satu timnya.
4. Tes, para siswa mengerjakan kuis individual yang mencakup semua topik.
5. Recognisi tim, skor tim dihitung kemudian diumumkan tim terbaik.
Kerangka pembelajaran dengan metode jigsaw menurut Saptono 2003:36 dapat digambarkan sebagai berikut :
Kelompok asal
Kelompok ahli
Gambar 2.1 Kerangka Pembelajaran Jigsaw
X X X X
X X X X
X X
X X X X
X X X X
X X
X X X X
X
X X
X X
X
Keterangan : Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik
yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain
untuk mempelajari topik mereka tersebut. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok semula asal dan berusaha
mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada kelompok ahli. Selanjutnya diakhir pembelajaran, siswa diberi kuis secara
individu yang mencakup topik materi yang telah dibahas. Kelebihan dari pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menurut Davidson
1991 dalam Suyatna dan Yulianti 2009 meliputi : 1.
Memacu siswa untuk berfikir kritis 2.
Memberikan kesempatan siswa membuat kata – kata yang tepat untuk menjelaskan kepada teman lain, ini akan membantu siswa mengembangkan
kemampuan sosialnya. 3.
Diskusi yang terjadi tidak didominasi siswa tertentu, tetapi semua siswa dituntut untuk menjadi aktif.
Menurut Apriyani 2007 kelebihan metode jigsaw adalah : 1.
Dapat mengembangkan hubungan antara pribadi positif diantara siswa yang memiliki kemampuan belajar berbeda
2. Menerangkan bimbingan sesama teman
3. Rasa harga diri siswa yang lebih tinggi
4. Memperbaiki kehadiran
5. Penerimaan terhadap perbedaan individu lebih besar
6. Sikap apatis berkurang
7. Pemahaman materi lebih mendalam
8. Meningkatkan motivasi belajar
Adapun kelemahannya menurut Roy Killen 1996 dalam Sulastri dan Yulianti 2009 adalah :
a. Prinsip utama pembelajaran ini adalah “ peer teaching “, pembelajaran oleh