MEY sebesar 1,24 milyar rupiah yang dicapai pada saat upaya penangkapan sebanyak 1.422 trip, dan hasil tangkapan sebesar 85, 32 ton Tabel 13.
Tabel 13 Hasil Analisis Ekonomi Gordon-Schaefer Ikan Demersal
Jenis ikan Kriteria
Aktual MEY
MSY OA
Kurisi Produksi ton
116,76 141,00
141,22 21,26
Effort trip 1.404
1.276 1.327
2.552 Keuntungan juta Rp
315,18 391,11
390,46 Rajungan
Produksi ton 62,67
141,80 141,90
15,08 Effort trip
6.265 7.542
7.754 15.085
Keuntungan juta Rp 1.410,13
3.356,36 3.353,71 Pepetek
Produksi ton 447,28
877,48 877,54
29,00 Effort trip
2.363 1.740
1.755 3.480
Keuntungan juta Rp 1.282,77
2.588,94 2.588,76 Kakap merah
Produksi ton 14,10
18,34 18,47
5,60 Effort trip
1.111 1.479
1.613 2.959
Keuntungan juta Rp 395,86
512,73 508,56
Pari Produksi ton
15,00 17,84
18,43 10,86
Effort trip 1.621
1.304 1.589
2.607 Keuntungan juta Rp
49,48 74,44
70,87 Udang
Produksi ton 21,09
46,17 46,22
5,89 Effort trip
5.541 6.478
6.699 12.957
Keuntungan juta Rp 1.021,43
2.377,56 2.374,81 Kuwe
Produksi ton 22,27
29,37 29,51
7,52 Effort trip
1.350 1.985
2.131 3.970
Keuntungan juta Rp 650,54
845,25 840,70
Bawal hitam Produksi ton
6,53 12,51
12,52 1,59
Effort trip 1.531
1.116 1.154
2.233 Keuntungan juta Rp
190,28 409,95
409,47 Layur
Produksi ton 58,36
85,32 85,33
4,74 Effort trip
1.752 1.422
1.443 2.845
Keuntungan juta Rp 831,60
1.244,21 1.243,95 Ekor kuning
Produksi ton 2,20
2,86 3,01
2,05 Effort trip
655 409,09
522,73 818,19
Keuntungan juta Rp 14,06
46,02 42,47
Beloso Produksi ton
41,51 53,82
54,18 16,38
Effort trip 1.543
1.638 1.785
3.276 Keuntungan juta Rp
168,98 228,12
226,29 Manyung
Produksi ton 23,71
51,41 52,97
30,14 Effort trip
4.221 3.134
3.784 6.268
Keuntungan juta Rp 44,42
472,49 452,16
Keterangan: MEY
: maximum economic yield
MSY :
maximum sustainable yield OA
: open acces
Pada Tabel 13 terlihat bahwa upaya penangkapan yang dilakukan terhadap beberapa jenis ikan kondisinya telah melebihi upaya penangkapan
pada tingkat MEY dan MSY namun masih di bawah tingkat open acces, yaitu kurisi, pepetek, pari, bawal hitam, layur, dan manyung. Namun yang menarik
pada pepetek, dan layur adalah keduanya memiliki jumlah produksi aktualnya
berada di bawah tingkat MEY dan MSY. Hal ini diduga karena tiga hal. Pertama adalah jumlah sumber daya ikan di Teluk Banten berkurang, kedua adalah ikan
tidak didaratkan di TPI yang ada di Teluk Banten, dan yang ketiga adalah produksi ikan tidak tercatat dengan baik Contoh perhitungan model bionomi
dapat dilihat pada Lampiran 12.
20 40
60 80
100 120
140 160
2500 5000
7500 10000 12500
15000 17500
Effort Tripth Rajungan
C a
tc h
T o
n t
h
500 1000
1500 2000
2500 3000
3500 4000
Catch TR x1000000
TC x1000000
OA=15,08 ton MEY=141,80 ton
MSY=141,90 ton Phi=Rp3,36 milyar
Gambar 18 Grafik Bionomi Rajungan.
5.2 Komoditi Unggulan
5.2.1 Model location quotient LQ
Berdasarkan hasil perhitungan bionomi terhadap 23 jenis ikan menunjukkan bahwa hanya 9 jenis ikan yang masih menguntungkan secara
ekonomi dan kondisi upaya penangkapannya belum optimal. Lima jenis dari sembilan jenis ikan merupakan ikan pelagis dan 4 jenis ikan demersal.
Kesembilan jenis ikan tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan model location quotient LQ untuk menentukan komoditi unggulan berdasarkan
kriteria jumlah produksi. Berdasarkan analisis model LQ diperoleh bahwa cumi-cumi, teri, dan
rajungan mendapatkan nilai lebih dari satu LQ1. Hal ini menunjukkan bahwa cumi-cumi, teri, dan rajungan juga memiliki peluang ekspor. Sedangkan keenam
jenis yang lain memiliki nilai LQ1 Tabel 14. Kecilnya nilai LQ ini dikarenakan rendahnya produksi, mengingat yang dijadikan dasar perhitungan LQ adalah
besarnya produksi hasil tangkapan. LQ1, bukan berarti kebutuhan terhadap
kedelapan jenis ikan ini di kawasan Teluk Banten kurang, sehingga perlu suplai dari daerah lain, namun ketiganya dapat digantikan degan jenis ikan lain yang
cukup beragam jenisnya. Tabel 14 Nilai LQ Komoditi Unggulan
No. Jenis Ikan
Nilai LQ 1 Kembung
0,60 2 Cumi-cumi
2,81 3 Teri
2,00 4 Tongkol
0,15 5 Lemuru
0,83 6 Rajungan
1,70 7 Kakap merah
0,08 8 Udang
0,39 9 Kuwe
0,45
5.2.2 Indeks spesialisasi IS
Berdasarkan hasil perhitungan indeks spesialisasi terhadap kesembilan jenis ikan, diperoleh bahwa delapan jenis ikan memiliki selisih negatif yaitu kurisi,
kembung, tongkol, lemuru, tenggiri, kakap merah, udang, dan kuwe Tabel 15. Nilai IS sebesar 0,39 menunjukkan tingkat spesialisasi komoditi unggulan rendah
di kawasan Teluk Banten, ini berarti konsentrasi komoditi unggulan cukup merata di kawasan Teluk Banten, yaitu cumi-cumi di TPI Karangantu, TPI Terate, dan
TPI Kepuh, teri di TPI Wadas Bojonegara, rajungan di Karangantu. Tabel 15 Perhitungan Indeks Spesialisasi Komoditi Unggulan di Kawasan Teluk
Banten
No Jenis
Komoditi Prod.Teluk
Banten Ton Persen
Prod. Prov. Banten Ton
Persen Selisih
IS 1 Kembung
136,32 16,74
4848,80 27,76 -11,02
0.39 2 Cumi-cumi
270,41 33,20
2064,00 11,82
21,38 3 Teri
253,35 31,11
2721,20 15,58
15,53 4 Tongkol
20,28 2,49
2886,10 16,52 -14,03
5 Lemuru 34,32
4,21 883,70
5,06 -0,85
6 Rajungan 49,17
6,04 619,20
3,54 2,49
7 Kakap merah 3,52
0,43 1003,10
5,74 -5,31
8 Udang 24,80
3,04 1376,60
7,88 -4,84
9 Kuwe 22.31
2,74 1064,20
6,09 -3,35
Total produksi 814,47
17.466,90
5.2.3 Deskriptif
Berdasarkan pendekatan secara deskriptif, yang diukur berdasarkan nilai produksi, harga ikan, wilayah pemasaran, dan nilai tambah maka diperoleh hasil
bahwa rajungan, teri, dan cumi-cumi, merupakan tiga jenis ikan yang dapat dijadikan unggulan Tabel 16.
Tabel 16 Hasil Skoring Penentuan Komoditi Unggulan di Kawasan Teluk Banten
No. Nama
Komoditi Ikan
Nilai Produksi
Rp 000 FN
Harga Rp
FN WP
FN NT
FN Total
RFN RK
1 Kembung
2.03.,805 0,27
15.000 0,26
1 0,00
1 0,00
0,53 0,13
7 2
Cumi-cumi 7.433.191
1,00 27.000
0,70 2
0,50 1
0,00 2,20
0,55 3
3 Teri
2.102.331 0,28
8.000 0,00
3 1,00
3 1,00
2,28 0,57
2
4 Tongkol
307.643 0,04
15.000 0,26
1 0,00
1 0,00
0,30 0,07
8 5
Lemuru 21.440
0,00 8.000
0,00 1
0,00 1
0,00 0,00
0,00 9
6 Rajungan
1.133.047 0,15
23.000 0,56
3 1,00
3 1,00
2,71 0,68
1
7 Kakap merah
98.084 0,01
28.000 0,74
1 0,00
1 0,00
0,75 0,19
6 8
Udang 674.417
0,09 35.000
1,00 1
0,00 1
0,00 1,09
0,27 4
9 Kuwe
624.114 0,08
28.000 0,74
1 0,00
1 0,00
0,82 0,21
5 Keterangan: FN = fungsi nilai; WP = wilayah pemasaran; NT = nilai tambah; RFN = rataan fungsi nilai;
RK = ranking
Ketiga jenis ikan unggulan tersebut hanya teri yang tingkat pemanfaatannya di atas 80 81,79. Kedua jenis ikan yang lain masih
memiliki peluang pengembangan sangat tinggi dengan tingkat pemanfaatan sebesar 39,62 untuk cumi-cumi, dan 44,16 untuk rajungan.
5.3 Teknologi Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan
Seleksi teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan yang didasarkan pada sembilan kriteria yang terdapat dalam Code of Conduct for Responsible
Fisheries CCRF dilakukan terhadap delapan unit penangkapan yang digunakan untuk menangkap komoditi unggulan di Teluk Banten yaitu gill net, dogol, bagan
tancap, bagan perahu, payang, pancing ulur, sero, dan rampus. Alat tangkap yang termasuk dalam gill net, yang dianalisis hanya jaring rajungan, dengan
pertimbangan bahwa alat tangkap ini hanya ditujukan untuk menangkap rajungan. Kesembilan kriteria dikelompokkan ke dalam aspek biologi, tenik,
sosial, dan ekonomi. 1 Aspek biologi
Kriteria yang termasuk pada aspek biologi dalam penentuan teknologi penangkapan ramah lingkungan terdiri dari alat tangkap tidak merusak
lingkungan, hasil tangkapan bermutu baik, produk tidak membahayakan konsumen, alat tangkap tidak membahayakan keanekaan sumber daya hayati,
dan alat tangkap tidak menangkap jenis ikan yang dilindungi undang-undang atau terancam punah. Berdasarkan metode skoring dengan menggunakan