lingkungan. Pendapat yang lain mengatakan bahwa kriteria-kriteria komoditas unggulan adalah: 1 kontributif, 2 artikulatif, 3 progresif, 4 tangguh, dan 5
promotif. Kriteria-kriteria yang digunakan untuk menganalisis komoditi unggulan
perikanan tangkap adalah: tingkat produksi, permintaanpeluang pasar lokal, antar pulau, ekspor, prasarana dan sarana penunjang, keterkaitan ke depan dan
ke belakang, skala pengembangan, dukungan dan peran dalam kebijakan regional maupun nasional, penyerapan tenaga kerja, dan ketersediaan tenaga
kerja Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Kupang dan Lembaga Penelitian Universitas Nusa Cendana Kupang 2006.
Daya saing suatu komoditas dapat diukur dengan menggunakan pendekatan keunggulan komparatif dan kompetitif. Simatupang 1991,
Sudaryanto dan Simatupang 1993 diacu dalam Saptana et al. 2002, mengatakan bahwa konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya
saing keunggulan potensial dalam artian daya saing yang akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali. Komoditas yang memiliki
keunggulan komparatif dikatakan juga memiliki efisiensi secara ekonomi. Sedangkan Djakapermana 2010, menyatakan bahwa keunggulan komparatif
comparative advantage merupakan keunggulan suatu sektorkomoditi dalam suatu wilayah relatif terhadap suatu sektorkomoditi pada wilayah lainnya dalam
suatu pulau. Model-model analisis yang digunakan untuk mengetahui komoditisektor yang memiliki keunggulan komparatif adalah index of regional
specialization IRS dan location quotient LQ. Keunggulan komparatif bersifat dinamis. Suatu negara yang memiliki keunggulan komparatif di sektor tertentu
secara potensial harus mampu mempertahankan dan bersaing dengan negara lain. Keunggulan komparatif berubah karena faktor yang mempengaruhinya yaitu
ekonomi dunia, lingkungan domestik dan teknologi. Keunggulan kompetitif competitive advantage merupakan keunggulan
suatu sektorkomoditi relatif terhadap sektor lainnya dalam suatu wilayah. Model analisis yang digunakan untuk menentukan keunggulan kompetitif adalah analisis
input-output I-O. Terkait dengan konsep keunggulan komparatif adalah kelayakan
ekonomi, sedangkan keunggulan kompetitif adalah kelayakan finansial dari suatu aktivitas. Kelayakan finansial melihat manfaat proyek atau aktivitas ekonomi dari
sudut lembaga atau individu yang terlibat dalam aktivitas tersebut, sedangkan
analisa ekonomi menilai suatu aktivitas atas manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan tanpa melihat siapa yang menyumbangkan dan siapa yang
menerima manfaat tersebut Kadariah et al 1978. Lebih lanjut dikatakan bahwa konsep yang lebih cocok untuk mengukur kelayakan finansial adalah keunggulan
kompetitif atau sering disebut “revealed competitive advantage” yang merupakan
pengukur daya saing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian aktual. Selanjutnya dikatakan suatu negara atau daerah yang memiliki keunggulan
komparatif atau kompetitif menunjukkan keunggulan baik dalam potensi alam, penguasaan teknologi, maupun kemampuan managerial dalam kegiatan yang
bersangkutan. Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah atau negara sangat
tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayahnya. Nilai strategis setiap sektor di dalam memacu menjadi pendorong
utama prime mover pertumbuhan ekonomi wilayah berbeda-beda. Sektor ekonomi suatu wilayah dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu sektor basis
dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar
wilayah. Artinya industri basis ini akan menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar wilayahdaerah. Sedangkan
sektor non-basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di daerahnya sendiri, dan kapasitas ekspor daerah belum berkembang
Fauzi dan Anna 2005.
2.7 Kebijakan Kelautan dan Perikanan
Menurut Jones 1977, kebijakan perikanan adalah serangkaian keputusan yang saling berhubungan yang dibuat oleh seorang aktor perikanan
berkenaan dengan pemilihan tujuan dan cara untuk mencapai tujuan dalam situasi yang dikuasai oleh aktor atau kelompok tersebut. Lebih lanjut Jones
1977 menyatakan kebijakan perikanan adalah suatu keputusan pemerintah untuk memecahkan masalah-masalah negara atau masyarakat nelayan.
Kebijakan policy adalah rangkaian konsep dan azas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan untuk meningkatkan
sasaran pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Pembangunan kelautan dan perikanan secara berkelanjutan memerlukan
keterpaduan pembangunan pada masing-masing sektor. Kebijakan komprehensif di bidang kelautan dan perikanan yang meletakkan prinsip keadilan equity,
demokratisasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat tersebut menjadi sebuah kebutuhan yang mendesak. Dalam rangka meningkatkan semangat
keterpaduan pembangunan kelautan dan perikanan, arah kebijakan makro pembangunan bidang Kelautan dan Perikanan adalah sebagai berikut
Bappenas 2009b: 1 Menyatukan komitmen politik dari para penentu kebijakan dalam
mengedepankan pembangunan kelautan dan perikanan dan perlu menyusun Undang-Undang Kelautan Nasional yang sinergi dan
terintegrasi. 2 Menentukan dan menetapkan batas-batas wilayah perairan pedalaman,
sehingga kapal dari negara lain tidak diperbolehkan melewati perairan tersebut tanpa kecuali.
3 Menentukan dan menetapkan batas-batas perairan zona tambahan 12- 24 mil laut, sehingga pemerintah Indonesia dapat melaksanakan
kewenangan untuk mengontrol pelanggaran terhadap aturan-aturan di bidang bea dan cukai, keuangan, karantina kesehatan, pengawasan
imigrasi dan menjamin pelaksanaan hukum. 4 Merevisi UU No 5 Tahun 1983 tentang ZEEI karena adanya perubahan
titik pangkal perairan Indonesia, seperti yang tercantum dalam PP No 38 Tahun 2002 Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal
Kepulauan Indonesia. Dengan demikian berbagai bentuk pelanggaran yang terjadi di wilayah ZEEI dapat ditindak sesuai dengan ketentuan
tersebut. 5 Mengkaji, menentukan dan menetapkan landas kontinen Indonesia di luar
200 mil sampai 350 mil. Hasil kajian ini dapat dijadikan dasar dalam pengajuan klaim ke Komisi Landas Kontinen PBB sebelum tanggal 16
November 2009. 6 Meningkatkan pemahaman pentingnya laut dari aspek geopolitik dan
geostrategis kepada seluruh komponen. Selain itu juga armada pengamanan laut perlu diperkuat dan ditambah baik kualitas maupun
kuantitasnya dalam kaitannya untuk menjaga keutuhan NKRI dan keutuhan sumber daya alam.
7 Mengatasi masalah kerusakan lingkungan di wilayah pesisir, dilakukan rehabilitasi lahan pesisir yang sudah terdegradasi, memperluas daerah-
daerah perlindungan bagi spesies yang langka dan menindak tegas para perusak lingkungan.
Besarnya potensi sumberdaya ikan disertai dengan kompleksitas permasalahan, baik struktural maupun fungsional, khususnya pada era
pemerintahan orde baru yang sentralistik. Hal ini dicerminkan dengan kemiskinan yang masih melilit masyarakat nelayan. Adrianto dan Kusumastanto
2004 mengatakan bahwa paling tidak ada tiga hal yang menjadi penyebab ketidakseimbangan dalam pembangunan perikanan Indonesia, yaitu: 1 masih
rendahnya muatan teknologi di sektor kelautan dan perikanan, yang dicerminkan dengan 87 perikanan tradisional; 2 lemahnya pengelolaan; dan 3 masih
kurangnya dukungan ekonomi-politik. Dengan demikian, agar tercipta pembangunan perikanan berkelanjutan maka diperlukan kebijakan perikanan.
2.8 Pemodelan dalam Perikanan
Seijo et al. 1998 menyatakan bahwa sistem perikanan disusun atas tiga subsistem yang saling berinteraksi, yaitu: 1 subsistem sumber daya, 2
pengguna sumber daya, dan 3 manajemen sumber daya. Asumsi utama dari sistem ini adalah parameter eksogenus tidak berperan dalam sistem. Subsistem
sumberdaya meliputi: 1 aspek daur hidup spesies, seperti biologi reproduksi dan rekruitmen, dinamika pertumbuhan dan mortalitas; 2 faktor lingkungan yang
menyebabkan kelimpahan dan distribusi spatio-temporal; dan 3 faktor ekologi. Subsistem pengguna sumberdaya, meliputi keseluruhan parameter yang
digunakan dalam fungsi eksplisit upaya penangkapan ikan seperti tipe kapal yang digunakan untuk menangkap suatu spesies atau populasi. Selain faktor-
faktor tersebut, faktor lain yang masuk dalam subsistem ini adalah kurva selektivitas alat atas spesies, ukuranumur dan tipe kapal, serta harga target
spesies. Sedangkan susbsistem manajemen sumberdaya yang ditujukan untuk mencapai tujuan atau sasaran yang diusulkan dalam manajemen sumberdaya,
adalah suatu kebutuhan pendekatan yang mungkin dipertimbangkan untuk intervensi pemerintah, berupa seleksi kriteria untuk strategi manajemen.
Model adalah gambarandeskripsi formal, dalam bentuk kata-kata, diagram danatau persamaan matematis suatu sistem sehingga memberikan
gambaran mengenai keadaan yang sebenarnya Tarumingkeng 1994. Model biasanya digunakan sebagai pengganti sistem yang nyata, terutama sebagai alat
bantu untuk mempelajari fenomena yang kompleks, sehingga model merupakan