Pemetaan potensi konflik Zonasi pemanfaatan kawasan Teluk Banten .1 Identifikasi penggunaan kawasan

82 dan rampus dihitung dengan pendekatan luas sapuan trammel net yang berbentuk seperempat lingkaran dengan radiusjari-jarinya adalah panjang jaring Gunaisah 2008. Luas sapuan: 2 4 1 r L    3-19 Luas sapuan dogol dihitung berdasarkan luas sapuan trawl swept area Spare and Venema 1998: 2 X hr D a    ; 3-20 t V D   Keterangan: a = Luas sapuan dogol V = Kecepatan penarikan jaring pada permukaan dasar hr = Panjang tali ris atas t = Lama penarikan jaring X 2 = Fraksi panjang ris atas X 2 =0.5, Pauly 1980 hr x X 2 = Bukaan sayaplebar alur yang disapu trawl Luas sapuan bagan tancap dihitung berdasarkan luas jaring yang berbentuk bujur sangkar, dengan pertimbangan bahwa lampu petromaks 4 unit dipasang berada kurang lebih 50 cm hingga 100 cm di atas permukaan air, sehingga daya pancar cahaya petromaks tidak melebihi luas area jaring. Luas area bagan tancap: l p L   3-21 Luas bagan perahu dihitung berdasarkan jarak pancar lampu tembak yang dihidupkan pertama kali, yang melebihi panjang kapal penangkap, didekati dengan luas bujur sangkar jaring penangkap. Luas area bagan perahu: l p L   3-22 Luas payang dihitung berdasarkan luas lingkaran, dengan pertimbangan bahwa jaring payang dioperasikan dengan melingkari area penangkapan. Luas area payang: 2 r L   3-23 Luas pancing ulur, didekati berdasarkan ukuran panjang kapal yang digunakan, dengan pertimbangan bahwa pancing yang berpengaruh adalah kedalaman mata pancing. Apabila tali pancing terdorong oleh arus lebar sapuan tidak melebihi dari panjang kapalnya. Luas area pancing ulur: LOAkapal L  3-24 83 Luas sero, dihitung berdasarkan ukuran panjang penaju dan lebar sayap alat tangkap. Dengan demikian luas area penangkapan seluruh alat tangkap dihitung dengan menggunakan rumus: LA X A i n i i   1 3-25 Keterangan: Ai = Luas area penangkapan tiap jenis alat tangkap LA = Luas area total Teluk Banten Berdasarkan nilai-nilai optimum yang diperoleh dari model, kemudian dilakukan skenario alternatif kebijakan. Perilaku sistem dengan berubahnya jumlah armada penangkapan diketahui dengan cara melakukan simulasi model. Analisis terhadap berbagai alternatif kebijakan tersebut dilakukan dengan cara mengevaluasi dampak dari berubahnya upaya penangkapan yang dioperasikan terhadap stok sumber daya, hasil tangkapan, pertumbuhan stok sumber daya ikan, serta rente ekonomi yang dihasilkan. Salah satu kriteria pemilihan terhadap alternatif terbaik adalah didasarkan atas nilai maximum sustainable yield MSY dari sumber daya tersebut. Asumsi yang digunakan dalam simulasi model ini adalah setiap spesies seolah-olah hanya ditangkap oleh satu jenis alat tangkap tertentu. Simulasi model terhadap tingkat kesejahteraan nelayan dalam hal ini pendapatan nelayan dihitung dari bagi hasil. Pengamatan terhadap kondisi sosial dimaksudkan untuk melihat kondisi sosial masyarakatnelayan yang berada di wilayah Teluk Banten dalam memanfaatkan sumber daya ikan. Perilaku dan kondisi sosial tersebut perlu “dipotret” untuk memastikan bahwa pemanfaatan sumber daya ikan berjalan dengan baik dan berkelanjutan. Tingkat kesejahteraan masyarakat dilihat dari besar pendapatan dan pengeluaran, strategi pengelolaan keuangan, pemilikan aset rumah tangga, serta kondisi sanitasi dan lingkungan pemukiman. Menurut Sukirno 1985 diacu dalam Sobari dan Suswanti 2007 kesejahteran adalah suatu yang bersifat subyektif dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan dan cara hidup yang berbeda- beda terhadap faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan. BPS 1991 menyatakan bahwa kesejahteraan bersifat subyektif, sehingga ukuran kesejahteraan bagi setiap individu atau keluarga berbeda satu sama lain. Kebutuhan dasar erat kaitannya dengan kemiskinan. Apabila kebutuhan dasar belum terpenuhi oleh individu atau keluarga, maka dikatakan bahwa individu atau