Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten. Karakteristik masing-masing zona dapat dilihat pada Tabel 28.
Gambar 23 Zonasi Perikanan Tangkap di Teluk Banten.
Tabel 28 Karakteristik Zona Perikanan Tangkap di Teluk Banten N
o Karakteristik
Zona I
II III
1. Luas area
1.374,6 ha 2.962,6 ha
18.928,7 ha
2. Jalur
penangkapan
1a 3 mil dari pantai
1a 3 mil dari pantai
1b 6 mil dari pantai
3. Fishing
ground
Barat timur P. Panjang, P.
Pamujan Besar Timur P. Panjang,
P. Pamujan Besar, P. Lima
P. Tunda, P. Sangiang, Utara P.
Panjang
4. Jenis ikan
Teri, selar, kembung,
tembang, layang, udang
Teri, selar, kembung,
tembang, layang, rajungan, pepetek,
kuwe Kurisi, cumi-cumi,
tongkol, tenggiri, kembung, lemuru,
pepetek
5. Kedalaman
10 m 10 m
10-20 m
6. Kecepatan
arus
20-40 cms 20-40 cms
20-40 cms
7. Angin muson
Australia berbalik 2 kali
dalam setahun
Musim barat Des sd Feb,
bertiup dari barat ke barat
laut;
Musim timur Juni sd Agt,
bertiup dari timur ke tenggara;
Musim peralihan Maret sd Mei,
dari barat ke timur; Sept sd
Nov dari timur ke barat.
Musim barat Des sd Feb,
bertiup dari barat ke barat laut;
Musim timur Juni sd Agt,
bertiup dari timur ke tenggara;
Musim peralihan Maret sd Mei,
dari barat ke timur; Sept sd
Nov dari timur ke barat.
Musim barat Des sd Feb,
bertiup dari barat ke barat laut;
Musim timur Juni sd Agt,
bertiup dari timur ke tenggara;
Musim peralihan Maret sd Mei,
dari barat ke timur; Sept sd
Nov dari timur ke barat.
8. Tinggi
gelombang rata-rata
Musim barat 1,03 m;
Musim timur 0,76 m
Musim peralihan 0,5 m
Musim barat 1,03 m;
Musim timur 0,76 m
Musim peralihan 0,5 m
Musim barat 1,03 m;
Musim timur 0,76 m
Musim peralihan 0,5 m
9. Pasang surut
Harian tunggal Harian tunggal
Harian tunggal
10 Suhu
27,91º-30,98ºC 27,91º-30,98ºC
27,91º-30,98ºC
11 Sedimen dasar
perairan
Lanau pasiran Lanau pasiran
Lanau pasiran
12 Ekosistem
Lamun terumbu karang
Lamun terumbu karang
-
5.4.8 Pemetaan potensi konflik
Interaksi pemanfaatan ruang yang terjadi di Teluk Banten terjadi pada zona perikanan tangkap dengan kawasan rehabilitasi terumbu karang sebagai
kawasan pariwisata, kawasan wisata alam, dan kawasan budidaya karamba jaring apung untuk budidaya ikan kerapu. Budidaya rumput laut yang berada di
sepanjang pantai selatan juga tidak menimbulkan konflik, walaupun
memanfaatkan ruang perairan pantai yang cukup luas 72,35 ha. Interaksi yang ada sampai saat ini tidak menimbulkan konflik sosial. Meskipun saat ini belum
terjadi konflik, dimungkinkan terjadi konflik pada masa mendatang apabila tidak dikelola dengan baik. Alat tangkap yang dapat dioperasikan pada zona
bersinggungan adalah pancing ulur, dapat dioperasikan di kawasan wisata alam, dan konservasi terumbu karang. Hal ini dengan pertimbangan bahwa pancing
ulur merupakan alat tangkap yang paling selektif, dan ramah lingkungan dengan target penangkapan ikan kembung. Daerah penangkapan pancing ulur yang
digunakan untuk menangkap ikan tenggiri berada di luar teluk sampai di perairan
Lampung. Alat
tangkap yang
menggunakan jaring
tidak direkomendasikan dioperasikan di terumbu karang, dikarenakan alat cepat rusak,
dan akan merusakkan terumbu karang. Pada lokasi wisata alam, dapat dimanfaatkan untuk alat tangkap bagan perahu. Adapun pada lokasi budidaya
rumput laut, memang tidak dimanfaatkan untuk penangkapan, hanya pada sisi sebelah barat P. Panjang digunakan sebagai tempat sandar bagan perahu yang
dimiliki oleh nelayan P. Panjang, dan kapal angkut yang difungsikan untuk menyeberangkan masyarakat P. Panjang dari P. Panjang ke Grenyang dan
sebaliknya serta untuk mengangkut barang-barang kebutuhan masyarakat yang dibeli dari kota, ataupun untuk membawa hasil bumi kelapa, kayu keluar pulau.
Peta kemungkinan terjadinya konflik pemanfaatan ruang bersama dapat dilihat pada Tabel 29. Kemungkinan konflik yang muncul antara pelabuhan niaga
dengan kegiatan budidaya perikanan, maupun perikanan tangkap adalah limbah oli yang bisa mencemari perairan, sehingga mengganggu habitat ikan. Jalur
pelayaran kapal-kapal besar juga dimungkinkan terjadi persinggungan dengan perahu nelayan. Kawasan industri, walaupun berada di daerah pesisir, namun
aktivitasnya dapat mengganggu aktivitas perikanan, baik perikanan budidaya maupun tangkap. Buangan limbah industri, aktivitas reklamasi pantai berdampak
terganggunya ekosistem sekitar pantai. Tabel 29 Peta Kemungkinan Konflik dalam Pemanfaatan Ruang Bersama
Kegiatan
Budidaya Perikanan
Pariwisata Perikanan Tangkap
Pelabuhan Industri
Budidaya Perikanan
N K
K K
Pariwisata N
D D
K
Perikanan Tangkap
K D
K, D K
Pelabuhan K
D K, D
D Industri
K K
K D
Keterangan: N: netral; K: konflik; D: saling dukung
Keberadaan perikanan budidaya tidak mengganggu kegiatan pariwisata, demikian pula sebaliknya. Kegiatan yang saling mendukung yaitu pariwisata
dengan perikanan tangkap, pelabuhan dengan pariwisata, dan industri dengan pelabuhan. Dukungan pariwisata terhadap perikanan tangkap berupa
dimanfaatkannya pancing ulur untuk kegiatan wisata mancing, demikian pula sebaliknya adanya pariwisata menyebabkan naiknya permintaan ikan. Adanya
pelabuhan mendukung moda transportasi menuju lokasi wisata, dan adanya pariwisata menyebabkan pelabuhan semakin ramai. Pelabuhan juga
memperlancar kegiatan indutri yang ada. Kegiatan industri juga membutuhkan adanya pelabuhan yang dapat menjadi tempat keluar masuk kebutuhan barang
untuk industri. Berbeda halnya antara perikanan tangkap dengan pelabuhan. Dukungan bisa terjadi antara pelabuhan perikanan dengan aktivitas perikanan
tangkap. Pelabuhan perikanan menyediakan sarana prasarana kebutuhan penangkapan, dan perikanan tangkap membutuhkan pelabuhan perikanan
sebagai tempat mendaratkan hasil tangkapan dan pemasaran. Konflik akan terjadi antara pelabuhan niaga dengan kegiatan penangkapan. Arus lalu lintas
kapal niaga dapat bersinggungan dengan kapal penangkap ikan.
5.5 Strategi Kebijakan Pengelolaan Kawasan Perikanan Tangkap Teluk Banten
Berdasarkan hasil analisis terhadap faktor-faktor internal menunjukkan bahwa jumlah sumber daya manusia SDM yang besar merupakan kekuatan
yang dimiliki oleh wilayah yang ada di sekitar Teluk Banten selain lokasinya cukup strategis terhadap daerah perikanan tangkap lainnya seperti Selat Sunda,
dan perairan Kepulauan Seribu. Namun Teluk Banten juga memiliki kelemahan diantaranya adalah tingginya tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan di
kawasan Teluk Banten karena tingkat kesadaran masyarakat pesisir relatif rendah terhadap kelestarian sumber daya ikan dan habitatnya Tabel 30.
Pada Tabel 31 terlihat bahwa permintaan ikan yang berasal dari Teluk Banten cukup tinggi, sehingga peluang perluasan wilayah tangkap nelayan Teluk
Banten cukup besar. Namun demikian ancaman yang perlu diwaspadai adalah terjadinya kecenderungan menurunnya hasil tangkapan dikarenakan perubahan
iklim yang dalam dua tahun terakhir ini tidak menentu. Ancaman lain juga timubul dengan adanya pencemaran perairan Teluk Banten akibat
perkembangan industri di Bojonegara.
Tabel 30 Evaluasi Faktor Internal IFAS No
Faktor-faktor Internal Bobot
Rating Skor
KEKUATAN 1
Teluk Banten memiliki beberapa jenis ikan unggulan yang berpeluang besar untuk
dikembangkan 0,09
3 0,26
2 Lokasi Teluk Banten cukup strategis terhadap
daerah perikanan tangkap lainnya 0,10
4 0,40
3 Jumlah sumberdaya manusia SDM yang
besar 0,12
4 0,48
4 Daerah pemasaran hasil tangkapan cukup
luas 0,09
3 0,28
5 Adanya dukungan Pemerintah Daerah
terhadap upaya penataan wilayah tangkap nelayan pesisir Teluk Banten
0,10 3
0,29 6
Ketersediaan sarana prasarana penunjang perikanan tangkap
0,06 3
0,18 TOTAL
1,89 KELEMAHAN
1 Cukup tingginya tingkat pencemaran dan
kerusakan lingkungan di kawasan Teluk Banten
0,09 3
0,27 2
Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat pesisir Teluk Banten
0,03 2
0,06 3
Kurang optimalnya tata ruang wilayah pesisir, dan laut di Teluk Banten
0,05 2
0,10 4
Kurangnya kesadaran masyarakat pesisir terhadap kelestarian sumberdaya ikan dan
habitatnya 0,06
2 0,12
5 Kelembagaan lokal belum berjalan optimal
0,11 1
0,11 6
Kerjasama antar sektor belum terkoordinasi dengan baik
0,10 1
0,10 TOTAL
1 0,77
Berdasarkan hasil evaluasi faktor-faktor internal dan eksternal dapat diperlihatkan bahwa kondisi pengelolaan Teluk Banten berada pada kuadran I
Gambar 24, yang berarti bahwa pemerintah daerah harus mengoptimalkan kekuatan internal dan memaksimalkan peluang yang ada Tabel 30. Dengan
demikian opsi strategi yang diusulkan adalah: 1 Memanfaatkan lokasi Teluk Banten yang cukup strategis, dan mengoptimalkan jenis ikan unggulan untuk
memenuhi permintaan ekspor; 2 Memanfaatkan jumlah SDM yang besar dan kepedulian nelayan terhadap upaya pengelolaan kawasan perikanan tangkap di
Teluk Banten; 3 Memanfaatkan dukungan PEMDA dan adanya otonomi daerah untuk membuat kebijakan dalam penataan dan perluasan wilayah tangkap dan
pelibatan masyarakat pesisir dalam pengelolaan.
Berbagai Peluang
Kelemahan Internal Kekuatan Internal
Berbagai Ancaman
0.56 0.12
0.56,0.12
Kuadran III
Kuadran IV Kuadran II
Kuadran I
Gambar 24 Posisi Pengelolaan Teluk Banten. Tabel 31 Evaluasi Faktor Eksternal EFAS
No Faktor-faktor Strategi Eksternal
Bobot Rating
Skor PELUANG
1 Cukup tingginya peluang ekspor beberapa
komoditi ikan unggulan yang berasal dari perairan Teluk Banten
0,09 3
0,27 2
Kepedulian nelayan terhadap upaya pengelolaan kawasan perikanan tangkap
0,09 3
0,27 3
Adanya kemajuan teknologi di bidang penangkapan ikan yang berpengaruh baik
terhadap peningkatan produksi perikanan 0,06
2 0,13
4 Jumlah bakul yang cukup banyak di TPI pesisir
Teluk Banten yang keberadaannya sangat berperan dalam pendistribusian ikan
0,09 3
0,26 5
Adanya Otonomi Daerah berperan cukup besar terhadap perkembangan dan peluang
pengelolaan kawasan Teluk Banten secara intensif
0,08 3
0,24
6 Cukup besarnya peluang perluasan wilayah
tangkap nelayan di perairan Teluk Banten 0,10
3 0,31
TOTAL 1,48
ANCAMAN 1
Kecenderungan penurunan hasil tangkapan ikan setiap tahun di Teluk Banten
0,04 4
0,17 2
Pencemaran perairan Teluk Banten akibat perkembangan industri di Bojonegara
0,11 3
0,32 3
Adanya alat tangkap yang diduga menimbulkan kerusakan lingkungan dan habitat ikan
0,07 1
0,07 4
Tidak adanya respon nelayan terhadap upaya pengaturan waktu menangkap ikan
0,06 2
0,13 5
Konflik kepentingan antar sektor 0,06
2 0,13
6 Perubahan iklim terhadap jumlah hasil
tangkapan nelayan 0,14
3 0,41
TOTAL 1
1,23
Tabel 32 Matriks SWOT Pengelolaan Teluk Banten
Internal Kekuatan S
Kelemahan W
Eksternal 1 Teluk Banten memiliki
beberapa jenis ikan unggulan yang berpeluang besar untuk
dikembangkan 2 Lokasi cukup strategis
3 Jumlah SDM yang besar 4 Daerah pemasaran hasil
tangkapan cukup luas 5 Dukungan Pemda terhadap
upaya penataan wilayah tangkap
6 Ketersediaan sarana prasarana penunjang
perikanan tangkap 1 Pencemaran dan kerusakan
lingkungan 2 Rendahnya tingkat
pendidikan masyarakat pesisir
3 Tata ruang wilayah pesisir dan laut Teluk Banten belum
berjalan 4 Kesadaran masyarakat
pesisir terhadap kelestarian SDI dan habitatnya
5 Kelembagaan lokal belum berjalan optimal
6 Kerjasama antar sektor belum terkoordinasi dengan baik
Peluang O Strategi SO
Strategi WO 1 Cukup tingginya peluang
ekspor beberapa komoditi ikan unggulan
yang berasal dari perairan Teluk Banten
2 Kepedulian nelayan terhadap upaya
pengelolaan kawasan perikanan tangkap
3 Kemajuan teknologi di bidang penangkapan
ikan 4 Jumlah bakul yang cukup
banyak di TPI pesisir Teluk Banten
5 Adanya Otonomi Daerah 6 Peluang perluasan
wilayah tangkap nelayan di perairan Teluk Banten
1 Memanfaatkan lokasi Teluk Banten yang cukup strategis,
dan mengoptimalkan jenis ikan unggulan untuk
memenuhi permintaan ekspor
2 Memanfaatkan jumlah SDM yang besar dan kepedulian
nelayan terhadap upaya pengelolaan kawasan
perikanan tangkap di Teluk Banten
3 Memanfaatkan dukungan PEMDA dan adanya otonomi
daerah untuk membuat kebijakan dalam penataan
dan perluasan wilayah tangkap dan pelibatan
masyarakat pesisir dalam pengelolaan
1 Pelibatan seluruh elemen masyarakat dalam menjaga
kelestarian SDI dan habitatnya
2 Memanfaatkan kewenangan daerah untuk melakukan
penataan ruang wilayah pesisir, mengoptimalkan
kelembagaan lokal dan menjalin kerjasama antar
sektor
Ancaman T Strategi ST
Strategi WT 1 Kecenderungan
penurunan hasil tangkapan ikan
2 Pencemaran perairan Teluk Banten akibat
perkembangan industri di Bojonegara
3 Adanya alat tangkap yang diduga
menimbulkan kerusakan lingkungan dan habitat
ikan
4 Tidak adanya respon nelayan terhadap upaya
pengaturan waktu menangkap ikan
5 Konflik kepentingan antar sektor
6 Perubahan iklim terhadap jumlah hasil tangkapan
nelayan 1 Pengelolaan potensi SDI
secara lestari dan berkelanjutan dapat
mengurangi penurunan hasil tangkapan
2 Memanfaatkan jumlah SDM yang besar untuk bersama-
sama menjaga lingkungan. 3 Mengoptimalkan peran
pemerintah dalam menata pertumbuhan industri di
sekitar Teluk Banten. 4 Pembinaan kepada nelayan
perlu senantiasa dilakukan untuk mencegah terjadinya
tindak pelanggran, peningkatan pengetahuan
dan kesadaran nelayan 1 Peningkatan taraf pendidikan
nelayan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
dan kesadaran akan kelestarian lingkungan
2 Komunikasi intensif antar pengguna kawasan dan
pelibatan masyarakat dalam pengelolaan dapat mencegah
konflik antar sektor.
Analisis AHP dilakukan untuk mendapatkan usulan skala prioritas strategis kebijakan pengelolaan kawasan perikanan tangkap di Teluk Banten,
dengan faktor-faktor kriteria yang berpengaruh yaitu: 1 Sumber daya ikan unggulan
2 Teknologi alat dan kapal penangkap ikan 3 Sumber daya manusia
4 Sarana dan prasarana penunjang 5 Kebijakan pemerintah
6 Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan Kebijakan tersebut bertujuan untuk:
1 Menjamin keberlanjutan usaha penangkapan ikan 2 Meningkatkan kesejahteraan nelayan
3 Mengurangi terjadinya konflik kepentingan pemanfaatan kawasan 4 Mewujudkan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan
Kebijakan pertama dan kedua terkait dengan opsi strategi pertama, yang menunjukkan bahwa potensi sumberdaya ikan yang cukup besar menjamin
keberlanjutan usaha penangkapan ikan, diharapkan juga dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan. Kebijakan ketiga dan keempat terkait dengan opsi kedua
dan ketiga. Jumlah SDM yang besar dan kepedulian nelayan dalam pengelolaan pemanfaatan kawasan dapat mengurangi terjadinya konflik, karena masyarakat
terlibat di dalamnya. Dukungan pemerintah daerah dalam menekan konflik juga sangat penting.
Berdasarkan hasil analisis AHP diperoleh bahwa kebijakan yang diambil oleh Pemda Kabupaten Banten seharusnya bertujuan untuk menjamin
keberlanjutan usaha penangkapan ikan 49,10; meningkatkan kesejahteraan nelayan 20,88; mengurangi terjadinya konflik kepentingan pemanfaatan
kawasan 5,88; dan mewujudkan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan 1,79. Adapun hierarki pengambilan kebijakan tersebut dapat dilihat pada
Gambar 25. Pada Gambar 25 menunjukkan bahwa kebijakan yang akan diambil oleh pemda setempat hendaknya memperhatikan potensi sumberdaya ikan yang
ada 33,57; kemampuan sumber daya manusia 27,39; kemampuan alat dan kapal penangkap ikan 16,69; ketersediaan sarana dan prasarana
penunjang 8,24; dukungan kebijakan pemerintah 7,24; dan adanya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan 6,87. Keseluruh faktor tersebut
saling berkaitan satu dengan yang lainnya, yang sangat berperan dalam pengambilan kebijakan.
Menentukan Tujuan Pengelolaan Kawasan Perikanan Tangkap di Teluk
Banten
Potensi sumberdaya ikan
0,3357
Kemampuan alat dan kapal
penangkap ikan 0,1669
Kemampuan sumberdaya
manusia 0,2739
Ketersediaan sarana dan
prasarana penunjang 0,0824
Dukungan kebijakan
pemerintah 0,0724
Keterlibatan masyarakat dalam
pengelolaan 0,0687
Meningkatkan kesejahteraan
nelayan 0,2088
Menjamin keberlanjutan usaha
penangkapan ikan 0,4910
Kriteria
Mengurangi terjadinya konflik kepentingan
pemanfaatan kawasan 0,0588
Mewujudkan keterlibatan
masyarakat dalam pengelolaan 0,0179
Fokus
Kebijakan
Gambar 25 Hierarki Penentuan Tujuan Pengelolaan Kawasan Perikanan Tangkap di Teluk Banten.
5.6 Simulasi Model Pengelolaan Kawasan Perikanan Tangkap 5.6.1 Alokasi unit penangkapan ikan
1 Alokasi unit penangkapan berdasarkan luas wilayah
Salah satu perhitungan alokasi unit penangkapan ikan di Teluk Banten dilakukan dengan mempertimbangkan luas wilayah Teluk Banten, jumlah input,
serta nilai ekonomi kegiatan penangkapan ikan. Faktor wilayah pengoperasian unit penangkapan ikan dihitung dengan asumsi bahwa secara simultan unit
penangkapan melakukan penangkapan secara bersamaan dan alat tangkap lain diasumsikan tidak beroperasi. Wilayahzona pengoperasian untuk delapan jenis
alat tangkap dibagi menjadi tiga zona, yaitu zona I untuk alat tangkap bagan tancap, dan sero; zona II untuk alat tangkap gill net, dan rampus; zona III untuk
alat tangkap payang, lampara dasar dogol, pancing, dan bagan perahu Gambar 23.
Berdasarkan perhitungan luas daerah operasi maka wilayah Teluk Banten mampu mengoperasikan gill net, dogol, bagan tancap, bagan perahu, payang,
pancing ulur, sero, dan rampus, masing-masing sebesar 8, 37, 687, 1.683, 60, 838, 6, dan 2 unit. Alokasi unit penangkapan ikan di Teluk Banten dapat dilihat
pada Tabel 32.
2 Alokasi unit penangkapan berdasarkan fungsi tujuan dan pembatas
Faktor input yang digunakan untuk menduga alokasi unit penangkapan ikan di Teluk Banten adalah jumlah hasil tangkapan, jumlah trip, luas area tiap
jenis alat tangkap, dan jumlah tenaga kerja tiap jenis alat tangkap. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan maka fungsi-fungsi yang digunakan untuk
menentukan jumlah unit penangkapan yang dapat dioperasikan berdasarkan batasan yang ada, yaitu fungsi tujuan, dan fungsi pembatas. Fungsi tujuan yang
ingin dicapai adalah memaksimumkan produksi unit penangkapan ikan di Teluk Banten yang ditentukan berdasarkan kemampuan rata-rata produksi masing-
masing alat tangkap per trip, perhitungan fungsi tujuan tersebut dilakukan berdasarkan data produksi tahun 2005-2009 dalam satuan ton, sebagaimana
disajikan pada Lampiran 25. Fungsi pembatas kegiatan penangkapan ikan ditentukan berdasarkan 1
hasil tangkapan lestari C
msy
; 2 upaya penangkapan lestari E
msy
; 3 penyerapan tenaga kerja; 4 luas area penangkapan; dan 5 fungsi non negatif.
Perhitungan dilakukan pada seluruh jenis ikan yang ada 23 spesies. Fungsi pembatas kegiatan penangkapan ikan di Teluk Banten disajikan pada Lampiran
26. Berdasarkan hasil analisis optimasi dengan Linier Goal Programming
LGP terhadap fungsi tujuan dan pembatas yang telah ditentukan sebelumnya, diperoleh hasil bahwa jumlah hasil tangkapan maksimum sebesar 1.747,259 ton,
dicapai pada saat upaya penangkapan gill net 1.000 tripth, dogol 835 tripth, bagan tancap 1.000 tripth, bagan perahu 1.885, payang 682 tripth, pancing 495
tripth, sero dan rampus tidak direkomendasikan hasil analisis LGP dengan program LINDO dapat dilihat pada Lampiran 27. Apabila diasumsikan operasi
penangkapan yang dilakukan selama satu tahun sebanyak 300 hari, maka jumlah unit penangkapan gill net: jaring milenium sebanyak 33 unit, karena jaring
mileniun membutuhkan waktu 10 hari untuk satu kali trip, sedangkan jaring rajungan melakukan penangkapan satu kali trip satu hari one day fishing
sehingga jumlah unit penangkapannya sebanyak 3 unit. Adapun dogol: lampara
dasar, satu trip penangkapan membutuhkan waktu empat hari sehingga jumlah unit alat tangkap ini sebanyak 11 unit, sedangkan cantrang melakukan
penangkapan secara one day fishing, sehingga jumlah unit alat tangkapnya sebanyak 3 unit. Berdasarkan wawancara dengan nelayan, upaya
penangkapan efektif bagan tancap selama 3 bulan atau 90 hari, dengan demikian jumlah alat tangkap ini sebanyak 11 unit. Bagan perahu, dan payang
melakukan penangkapan secara one day fishing, sehingga jumlah unit alat tangkap bagan perahu sebanyak 6 unit, dan payang sebanyak 2 unit. Adapun
pancing melakukan penangkapan satu kali trip membutuhkan waktu 3 hari untuk daerah penangkapan yang jauh Lampung, sehingga dalam 300 hari berarti ada
100 trip, sehingga jumlah unit penangkapannya sebanyak 5 unit. Sero dan rampus memperoleh nilai nol, yang berarti tidak direkomendasikan untuk
dioperasikan Tabel 33.
5.6.2 Simulasi usaha penangkapan ikan
Simulasi penangkapan sumber daya ikan dilakukan untuk mengetahui sejauh mana efek kegiatan penangkapan ikan akan memberikan manfaat
terhadap nelayan dan pemerintah. Simulasi didasarkan pada data kondisi tahun lalu 2008, yaitu kondisi yang dipertimbangkan untuk memberikan jawaban atas
kejadian pada tahun sekarang. Jumlah optimal tahun lalu 2008, yaitu kondisi optimal secara ekonomi
dan biologi yang dihasilkan berdasarkan perhitungan optimasi LP. Upaya penangkapan bagan tancap telah melebihi batas ketentuan maksimum. Gill net,
sero dan rampus upaya penangkapan optimumnya sama dengan upaya penangkapan riil, hal ini didasarkan bahwa gill net merupakan alat tangkap
standar bagi belanak, sedangkan perikanan belanak tidak menguntungkan. Adapun sero dan rampus berdasarkan standarisasi alat tangkap bukan
merupakan alat tangkap standar bagi jenis ikan tertentu, dikarenakan datanya tidak kontinu tiap tahun ditemukan.
Kondisi sekarang, yaitu suatu kondisi yang terjadi saat data terakhir diambil
untuk penelitian
2009. Hasil
optimasi tahun
sebelumnya direkomendasikan untuk menambah upaya penangkapan kecuali bagan tancap,
pada saat sekarang beberapa alat tangkap menambah upaya penangkapan yaitu dogol, pancing ulur, dan gill net, serta ada penambahan alat tangkap baru yaitu
bagan perahu bagan congkel. Penambahan alat tangkap bagan perahu berpengaruh besar terhadap penambahan pendapatan nelayan.