Pengertian dan karakteristik wilayah laut dan pesisir
bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan unbalanced development. Ketiga adalah Myrdal
era 1950-an dengan teori yang
menjelaskan hubungan antara wilayah maju dan wilayah belakangnya dengan menggunakan istilah backwash and spread effect. Keempat adalah Friedmann
era 1960-an yang lebih menekankan pada pembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan sistem pembangunan yang kemudian dikenal
dengan teori pusat pertumbuhan. Terakhir adalah Douglass era 70-an yang memperkenalkan lahirnya model keterkaitan desa
– kota rural – urban linkages dalam pengembangan wilayah.
Keberadaan landasan teori dan konsep pengembangan wilayah di atas kemudian diperkaya dengan gagasan-gagasan yang lahir dari pemikiran
cemerlang putra-putra bangsa. Diantaranya adalah Sutami era 1970-an dengan gagasan bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif akan mampu
mempercepat terjadinya pengembangan wilayah. Poernomosidhi era transisi memberikan kontribusi lahirnya konsep hirarki kota-kota yang hirarki prasarana
jalan melalui Orde Kota. Selanjutnya adalah Ruslan Diwiryo era 1980-an yang memperkenalkan konsep Pola dan Struktur ruang yang bahkan menjadi inspirasi
utama bagi lahirnya UU No.241992 tentang Penataan Ruang. Pada era 90-an, konsep pengembangan wilayah mulai diarahkan untuk mengatasi kesenjangan
wilayah, misal antara KTI Kawasan Timur Indonesia dan KBI Kawasan Barat Indonesia, antar kawasan dalam wilayah pulau, maupun antara kawasan
perkotaan dan perdesaan. Perkembangan terakhir pada awal abad millennium, bahkan, mengarahkan konsep pengembangan wilayah sebagai alat untuk
mewujudkan integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berpijak pada teori-teori di atas maka pembangunan seyogyanya tidak
hanya diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan sektoral yang bersifat parsial, namun lebih dari itu, pembangunan diselenggarakan untuk memenuhi
tujuan-tujuan pengembangan wilayah yang bersifat komprehensif dan holistik dengan mempertimbangkan keserasian antara berbagai sumberdaya sebagai
unsur utama pembentuk ruang sumber daya alam, buatan, manusia dan sistem aktivitas, yang didukung oleh sistem hukum dan sistem kelembagaan yang
melingkupinya. Selanjutnya, dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan nasional yang bersifat kewilayahan maka upaya pengembangan wilayah
ditempuh melalui proses penataan ruang spatial planning process, yang terdiri atas 3 tiga hal :
1 proses perencanaan tata ruang wilayah, yang menghasilkan rencana tata ruang wilayah RTRW. Disamping sebagai guidance of future actions RTRW
pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi manusiamakhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi,
selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusiamakhluk hidup serta kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan development
sustainability. 2 proses pemanfaatan ruang, yang merupakan wujud operasionalisasi rencana
tata ruang atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri. 3 proses pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas mekanisme
perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap
sesuai dengan RTRW dan tujuan penataan ruang wilayahnya. Selain
merupakan proses
untuk mewujudkan
tujuan-tujuan pembangunan, penataan ruang sekaligus juga merupakan instrumen yang
memiliki landasan hukum untuk mewujudkan tujuan pengembangan wilayah. Di Indonesia, penataan ruang telah ditetapkan melalui UU No.262007 yang
merupakan pengganti dari UU No. 241992. Berdasarkan UU No.262007 tentang Penataan Ruang, khususnya pasal 3, termuat tujuan penyelenggaraan
penataan ruang, yakni mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional dengan: 1 terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; 2 terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya
alam dan sumberdaya buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia; dan 3 terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Selanjutnya pada Pasal 4 disebutkan bahwa penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi
utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.
Sesuai dengan UU 262007 tentang penataan ruang, sistem perencanaan tata ruang wilayah diselenggarakan secara berhirarkis menurut kewenangan
administratif, yakni dalam bentuk RTRW Nasional, RTRW Provinsi dan RTRW KabupatenKota serta rencana-rencana yang sifatnya lebih rinci. Penyusunan
rencana tata ruang wilayah kabupaten mengacu pada: 1 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi; 2 pedoman dan
petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; 3 rencana pembangunan jangka
panjang daerah dan harus memperhatikan: i perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang kabupaten; ii upaya
pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kabupaten; iii keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten; iv daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup; v rencana pembangunan jangka panjang daerah; vi rencana tata ruang wilayah kabupaten yang berbatasan; dan vii rencana
tata ruang kawasan strategis kabupaten.
Gambar 2 Ilustrasi Keterkaitan Penataan Ruang secara Fungsi Utama dan Administrasi Rustiadi et al 2009.