Model-model pengelolaan 1 Pengelolaan berbasis sumber daya

Salah satu kerangka model pedoman pemberdayaan masyarakat pesisir pantai dapat dilihat pada Gambar 3.

2.3.4 Isu dan permasalahan dalam pengelolaan wilayah laut dan pesisir

Berdasarkan karakteristik wilayah laut dan pesisir, wilayah laut dan pesisir menghadapi berbagai isu dan permasalahan terkait dengan penataan ruang sebagai berikut Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah 2003: 1 Potensi konflik kepentingan conflict of interest dan tumpang tindih antar sektor dan stakeholders lainnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir. Kondisi ini muncul sebagai konsekuensi beragamnya sumber daya pesisir yang ada serta karakteristik wilayah pesisir yang open acces sehingga mendorong wilayah pesisir telah menjadi salah satu lokasi utama bagi kegiatan-kegiatan beberapa sektor pembangunan multi-use. Dalam hal ini, konflik kepentingan tidak hanya terjadi antar “users”, yakni sektoral dalam pemerintahan dan juga masyarakat setempat dan pihak swasta, namun juga antar penggunaan antara lain i perikanan budidaya maupun tangkapan ii pariwisata bahari dan pantai iii industri maritim seperti perkapalan iv, pertambangan, seperti minyak, gas, timah dan galian lainnya; v perhubungan laut dan alur pelayaran dan yang paling utama adalah vi kegiatan konservasi laut dan pesisir seperti hutan bakau mangrove, terumbu karang dan biota laut lainnya. Potensi konflik kewenangan jurisdictional conflict dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah laut dan pesisir. Kondisi ini muncul sebagai konsekuensi tidak berhimpitnya pembagian kewenangan yang terbagi menurut administrasi pemerintah provinsi dan kabupatenkota dengan kepentingan wilayah pesisir tersebut yang seringkali lintas wilayah otonom. Dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya laut. Kewenangan itu meliputi eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut. Kewenangan yang dimaksud dalam pasal ini adalah pengaturan administratif, pengaturan tata ruang, penegakan hukum terhadap aturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah. Gambar 3 Kerangka Model Pedoman Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Dahuri et al 1998. 2 Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang bermatapencaharian di sektor-sektor non-perkotaan. Sebagian besar dari 126 kawasan tertinggal yang diidentifikasi dalam kajian penyempurnaan RTRWN merupakan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. 3 Timbul berbagai dampak pembangunan yang tidak hanya bersumber dari dalam wilayah pesisir, tetapi juga dari wilayah laut dan pedalaman. Hal ini merupakan konsekuensi dari fungsi wilayah pesisir sebagai interface antara ekosistem darat dan laut, wilayah pesisir coastal areas memiliki keterkaitan antara daratan dan laut. Dengan keterkaitan kawasan tersebut, maka pengelolaan kawasan di pesisir, laut dan pulau-pulau kecil tidak terlepas dari pengelolaan lingkungan yang dilakukan di kedua wilayah tersebut. Berbagai dampak lingkungan yang terjadi pada wilayah pesisir merupakan akibat dari kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di wilayah daratan beserta perubahan rona lingkungan yang diakibatkannya. Penanggulangan permasalahan yang muncul di wilayah laut dan pesisir ini tidak dapat Identitas Potensi Permasalahan:  SDM  SDA  SD Perikanan  Teknologi lokal  Budaya lokal  Keg.sosek  Sarana prasarana  Kelembagaan Analisis Data  Prioritas pemanfaatan  Tek. Budaya lokal Penyusunan pedoman pemberdayaan masyarakat pesisir Program ekonomi Program sosial Program lingkungan fasilitas Implementasi program:  Pandangan calon peserta  Pelatihan  Pelaksanaan keg. ekonomi  Pelaksanaan keg. sosial, lingkungan fasilitas  Penguatan kelembagaan sosial ekonomi Sosialisasi program Pendampingan Monitoring evaluasi dilakukan hanya di wilayah pesisir saja, tetapi harus dilakukan mulai dari sumber dampaknya. Sebagai contoh, penanganan pendangkalan laut di kawasan pesisir tidak dapat diatasi dengan melakukan pengerukan, tetapi harus terintegrasi dengan pengelolaan kawasan lindung dan pembangunan waduk di bagian hulu. Dengan kata lain, pengelolaan di wilayah ini harus diintegrasikan dengan wilayah daratan dan laut serta daerah aliran sungai DAS menjadi satu kesatuan dalam keterpaduan pengelolaan, dimana keterkaitan antar ekosistem menjadi aspek yang harus diperhatikan. 4 Pemanfaatan potensi sumberdaya kemaritiman yang tidak optimal, terutama di wilayah KTI dan perbatasan di mana sektor kelautan dan perikanan merupakan prime mover pengembangan wilayah. Hal ini diindikasikan antara lain oleh i kegiatan illegal fishing oleh nelayan asing di perairan Indonesia; ii tingkat pemanfaatan potensi perikanan tangkap yang melebihi potensi; iii pemanfaatan potensi perikanan tangkap yang belum optimal; iv pemanfaatan potensi budidaya perikanan yang masih rendah; dan v nilai investasi baik PMA dan PMDN yang masuk, pada bidang kelautan dan perikanan selama 30 tahun tidak lebih dari 2 dari total investasi di Indonesia. 5 Lemahnya kerangka hukum pengaturan pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir serta perangkat hukum untuk penegakannya menyebabkan masih banyaknya pemanfaatan sumberdaya yang tidak terkendali. Juga tidak adanya kekuatan hukum dan pengakuan terhadap sistem-sistem tradisional serta wilayah laut dalam pengelolaan sumber daya pesisir. Dalam konteks ini, RTRW dalam berbagai tingkatan yang telah memiliki aspek legal berikut aturan-aturan pelaksanaannya seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai guidance dalam pengelolaan wilayah pesisir. 6 Kenaikan muka air laut sea level rise sebagai akibat fenomena pemanasan global memberikan dampak yang serius terhadap wilayah pesisir yang perlu diantisipasi penanganannya. Diperkirakan akan ada 30 kota pantai di Indonesia yang potensial terkena dampak pemanasan global 20 kota di KBI dan 10 kota di KTI. Secara umum kenaikan muka air laut akan mengakibatkan dampak sebagai berikut: i meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, ii perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan mangrove, iii meluasnya intrusi air laut, iv ancaman terhadap kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, dan v berkurangnya luas daratan atau hilangnya pulau-pulau kecil. Adapun faktor-faktor yang turut mempengaruhi kerusakan biofisik wilayah pesisir adalah: i Overeksploitasi sumber daya hayati laut akibat penangkapan ikan yang melampaui potensi overfishing, pencemaran dan degradasi fisik hutan mangrove dan terumbu karang sebagai sumber makanan biota laut tropis. ii Pencemaran akibat kegiatan industri, rumah tangga dan pertanian di darat land-based pollution sources maupun akibat kegiatan di laut marinebased pollution sources termasuk perhubungan laut dan kapal tanker dan kegiatan pertambangan dan energi lepas pantai. iii Bencana alam seperti tsunami, banjir, erosi, dan badai. iv Konflik pemanfaatan ruang seperti antara pertanian dan kegiatan di daerah hulu lainnya, aquakultur, perikanan laut, permukiman. Konflik pemanfaatan ruang disebabkan terutama karena tidak adanya aturan yang jelas tentang penataan ruang dan alokasi sumber daya yang terdapat di kawasan pesisir dan lautan. v Kemiskinan masyarakat pesisir yang turut memperberat tekanan terhadap pemanfaatan sumber daya pesisir yang tidak terkendali. Salah satu faktor penyebabnya adalah belum adanya konsep pembangunan masyarakat pesisir sebagai subyek dalam pemanfaatan sumber daya pesisir. 7 Walaupun telah menjadi common interests, proses pelibatan masyarakat sebagai subyek utama dalam pengelolaan wilayah pesisir masih belum menemukan bentuk terbaiknya. Persepsi yang berbeda mengenai hak dan kewajiban dari masyarakat seringkali menghadirkan konflik antar kepentingan yang sulit dicarikan solusinya, meningkatkan transaction cost, dan cenderung merugikan kepentingan publik. Hal lainnya adalah menyangkut tatacara penyampaian aspirasi agar berbagai kepentingan seluruh stakeholders dapat terakomodasi secara adil, efektif, dan seimbang. Pelibatan masyarakat perlu dikembangkan berdasarkan konsensus yang disepakati bersama serta dilakukan dengan memperhatikan karakteristik sosial-budaya setempat local unique.

2.4 Sistem

2.4.1 Teori sistem

Manetsch dan Park 1974 mendefinisikan sistem sebagai satu set elemen atau komponen yang saling berkaitan sau dengan lainnya dan terorganisir untuk menghasilkan suatu tujuan. Tiga syarat agar pendekatan sistem dapat bekerja dengan baik adalah: 1 tujuan sistem ditentukan dengan pasti, 2 proses pengambilan keputusan dalam sistem yang nyata harus dapat dipusatkan dan 3 memungkinkan perencanaan jangka panjang. Dent dan Blackie 1979 menyatakan bahwa penelitian sistem akan menyangkut dua hal, yaitu 1 analisis komponen dan hubungannya serta 2 proses sintesa yang mungkin membentuk sistem baru atau mengefisienkan sistem aslinya. Hal yang penting dalam mempelajari sistem adalah menentukan batas sistem agar dapat membantu mengerti fungsi sistem tersebut. Pendekatan sistem menurut Eriyatno 1983 akan memberikan metode yang logis untuk penanganan masalah, selain itu juga merupakan alat yang memungkinkan untuk mengidentifikasi, menganalisis, mensimulasi serta mendesain sistem secara keseluruhan.

2.4.2 Sistem perikanan tangkap

Seijo et al 1998 menyatakan bahwa sistem perikanan disusun atas tiga subsistem yang saling berinteraksi, yaitu: 1 subsistem sumber daya, 2 pengguna sumber daya dan 3 manajemen sumber daya. Asumsi utama dari sistem ini adalah parameter eksogenus tidak berperan dalam sistem. Subsistem sumber daya meliputi: 1 aspek daur hidup spesies, seperti biologi reproduksi dan rekruitmen, dinamika pertumbuhan dan mortalitas; 2 faktor lingkungan yang menyebabkan kelimpahan dan distribusi spatio-temporal, dan 3 faktor ekologi. Subsistem pengguna sumberdaya, meliputi keseluruhan parameter yang digunakan dalam fungsi eksplisit upaya penangkapan ikan seperti tipe kapal yang digunakan untuk menangkap suatu spesies atau populasi. Selain faktor- faktor tersebut, faktor lain yang masuk dalam subsistem ini adalah kurva selektivitas alat atas spesies, ukuranumur dan tipe kapal, serta harga target spesies. Sedangkan subsistem manajemen sumber daya yang ditujukan untuk mencapai tujuan atau sasaran yang diusulkan dalam manajemen sumberdaya, adalah suatu kebutuhan pendekatan yang mungkin dipertimbangkan untuk intervensi pemerintah, berupa seleksi kriteria untuk strategi manajemen. Sistem perikanan menurut Charles 2001 mencakup tiga subsistem Gambar 4, yaitu: 1 Alam sumber daya ikan dan lingkungannya. Subsistem alam sumber daya ikan dan lingkungannya meliputi tiga komponen, yaitu i ikan, ii ekosistem, dan iii lingkungan biofisiknya. 2 Manusia sumber daya manusia beserta kegiatannya. Subsistem sumber daya manusia meliputi empat komponen yaitu i nelayan dengan kegiatan memproduksi ikan, ii kegiatan pasca panen, distribusi, pemasaran dan konsumen, iii rumah tangga nelayan dan masyarakat perikanan, serta iv kondisi sosial, ekonomi dan budaya. 3 Manajemen perikanan. Subsistem manajemen perikanan meliputi empat komponen yaitu i perencanaan dan kebijakan perikanan, ii pengelolaan perikanan, iii pengembangan, dan vi penelitian. Selanjutnya Charles 2001 juga menyatakan perhatian penting dalam hal keberlanjutan sustainability tidak terbatas hanya pada penentuan jumlah tangkapan dan ketersediaan stok, melainkan mencakup keseluruhan aspek perikanan mulai dari ekosistem, struktur sosial dan ekonomi, sampai kepada masyarakat perikanan dan kelembagaan pengelolaan. Keberlanjutan secara ekologi terkait dengan keberlanjutan penangkapan dan perlindungan terhadap sumber daya. Keberlanjutan secara ekonomi terkait dengan manfaat makro bagi penyerapan tenaga kerja dan distribusi pendapatan secara layak bagi pelaku pemanfaat sumber daya. Keberlanjutan masyarakat menekankan pada perlindungan atau pengembangan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Keberlanjutan kelembagaan terkait dengan kelembagaan keuangan, penatausahaan yang tepat dan kemampuan kelembagaan dalam jangka panjang. Perikanan menurut UU No. 31 tahun 2004 adalah kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu bisnis perikanan. Sedangkan penangkapan ikan perikanan tangkap adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, danatau mengawetkannya. Definisi tersebut secara jelas menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan ikan yang dimaksudkan adalah tujuan untuk mendapatkan keuntungan baik secara finansial, maupun untuk memperoleh nilai tambah lainnya seperti, penyerapan tenaga kerja, pemenuhan kebutuhan terhadap protein hewani, devisa serta pendapatan daerah lain. Policy and planning Fishery development Fishery research Fishery management MANAGEMENT SYSTEM Community Fish species Habitat NATURAL ECOSYSTEM Aquatic environment External forces e.g. climate change 3 Community Household External forces e.g. government downsizing P W C R Post- harvest 4 M D Socioeconomic environment Harvester Fisher groups Fishing technology 1 2 HUMAN SYSTEM External forces e.g. macroeconomic policies F= processing D= distribution M= market W= wholesale R= retail C= consumers 1 User conflicts 2 Gear conflicts 3 Community economics and social interactions 4 Marketing channels Gambar 4 Sistem Perikanan Berkelanjutan Charles 2001. Perikanan tangkap dalam hal ini didefinisikan meliputi kegiatan bisnis dan pengelolaan. Berdasarkan definisi sistem menurut Charles 2001 dan UU 312004, maka komponen struktur sistem pengembangan perikanan terdiri atas tiga subsistem, yaitu 1 subsistem usaha perikanan, 2 subsistem pelabuhan perikanan, fungsionalitas dan aksesibilitas, dan 3 subsistem kebijakan dan kelembagaan perikanan Nurani 2008, 2010 Gambar 5. Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Pelabuhan Perikanan Fungsionalitas dan Aksesibilitas Kebijakan Kelembagaan Perikanan Ketersediaan Sumber Daya Ikan Unit Penangkapan Ikan - Jenis SDI - Jumlah SDI - Daya Dukung Lingkungan - Koefisien Pertumbuhan - Jenis Teknologi - Nelayan - Kelayakan Teknis Finansial Usaha Perikanan - Peningkatan keuntungan usaha - Peningkatan kesejahteraan nelayan - Penyerapan tenaga kerja - Peningkatan PADdevisa - Perkembangan perekonomian dan pembangunan daerah Memberikan manfaat bagi Me n d u ku n g Ke b u tu h a n Me n d u ku n g Ke b u tu h a n Manajemen Manajemen Manajemen Gambar 5 Struktur Sistem Pengembangan Perikanan Nurani 2008, 2010.

2.4.3 Simulasi sistem

Simulasi menurut Eriyatno 2003 adalah merupakan aktivitas dimana pengkaji dapat menarik kesimpulan-kesimpulan tentang perilaku dari suatu