Isu dan permasalahan dalam pengelolaan wilayah laut dan pesisir

tiga subsistem, yaitu 1 subsistem usaha perikanan, 2 subsistem pelabuhan perikanan, fungsionalitas dan aksesibilitas, dan 3 subsistem kebijakan dan kelembagaan perikanan Nurani 2008, 2010 Gambar 5. Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Pelabuhan Perikanan Fungsionalitas dan Aksesibilitas Kebijakan Kelembagaan Perikanan Ketersediaan Sumber Daya Ikan Unit Penangkapan Ikan - Jenis SDI - Jumlah SDI - Daya Dukung Lingkungan - Koefisien Pertumbuhan - Jenis Teknologi - Nelayan - Kelayakan Teknis Finansial Usaha Perikanan - Peningkatan keuntungan usaha - Peningkatan kesejahteraan nelayan - Penyerapan tenaga kerja - Peningkatan PADdevisa - Perkembangan perekonomian dan pembangunan daerah Memberikan manfaat bagi Me n d u ku n g Ke b u tu h a n Me n d u ku n g Ke b u tu h a n Manajemen Manajemen Manajemen Gambar 5 Struktur Sistem Pengembangan Perikanan Nurani 2008, 2010.

2.4.3 Simulasi sistem

Simulasi menurut Eriyatno 2003 adalah merupakan aktivitas dimana pengkaji dapat menarik kesimpulan-kesimpulan tentang perilaku dari suatu sistem melalui penelaahan perilaku model yang selaras, dimana hubungan sebab-akibatnya sama dengan atau seperti yang ada pada sistem yang sebenarnya. Dengan demikian simulasi berkepentingan dengan pembentukan serta pemanfaatan model-model yang secara realistis menyatakan penampakan sistem pada jalur waktu. Lebih lanjut dikatakan Eriyatno 2003 bahwa manfaat utama dari penggunaan simulasi adalah sifat fleksibilitasnya, dimana setiap permasalahan secara praktis yang mengandung resiko dapat dikaji dengan simulasi dalam derajat ketepatan yang memadai. Dibandingkan dengan cara- cara penyelesaian yang lainnya simulasi hanya memiliki batasan-batasan yang relatif sedikit dan realistis, sehingga penggunaannya tidak terbatas Gottfried 1984. Simulasi merupakan salah satu kegiatan dalam analisis sistem yang secara garis besar meliputi tiga kegiatan: 1 merumuskan model yang menggambarkan sistem dan proses yang terjadi di dalamnya; 2 melakukan eksperimen; 3 menggunakan model dan data untuk memecahkan masalah. Simulasi digunakan untuk membuat peramalan secara terintegrasi mengenai fenomena perilaku sistem yang akan terjadi berdasarkan nilai-nilai peubah dari kodel Pramudya 1989. Hasil akhir dari simulasi umumnya adalah berupa informasi dalam bentuk angka tentang kinerja sistem, sehingga belum memberikan kepada hubungan sebab-akibat. Simulasi lebih menunjukkan suatu estimasi statistik dan lebih cenderung hanya merupakan suatu perbandingan dari berbagai alternatif untuk mencapai titik optimum dibandingkan hasil yang eksak Eriyatno 2003. 2.5 Konsep Zonasi Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumberdaya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir. Rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin Permen Kelautan dan Perikanan RI No. PER. 16MEN2008. Pengelolaan perikanan dengan sistem klaster dilandasi Peraturan Menteri Nomor 5 Tahun 2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap Pasal 74. Klaster perikanan ditetapkan berdasarkan batas koordinat daerah penangkapan ikan. Dalam Pasal 74 Permen No 52008 diamanatkan bahwa usaha perikanan tangkap berbasis klaster harus memperhatikan kepentingan nelayan lokal setempat dan nelayan yang telah mengantongi surat izin penangkapan ikan pada areal tangkapan tertentu. Selain itu, keterpaduan kegiatan usaha penangkapan ikan berbasis klaster dengan unit pengolahan ikan pada wilayah tertentu. Zonasi perikanan tangkap akan diberlakukan pada 11 wilayah pengelolaan perikanan. Cakupannya mulai dari tepi pantai hingga melampaui batas 12 mil perairan atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Klaster penangkapan ikan itu memberi hak eksklusif kepada pihak tertentu untuk mengelola kawasan tangkap. Ada beberapa model pengelolaan klaster yang kini sedang dikaji, antara lain, pengelola klaster terdiri dari nelayan dengan armada inti berkapasitas kapal di atas 30 gross ton GT sebanyak 75 dan armada lokal dengan kapasitas di bawah 30 GT sekitar 25. Nelayan dan armada lokal dapat membentuk konsorsium untuk ikut mengelola klaster. Sistem klaster perikanan tangkap mengingatkan pada program serupa yang kini juga masih digodok DKP, yakni hak pengusahaan perairan pesisir HP3. HP3 mengamanatkan zonasi pemanfaatan perairan untuk kegiatan usaha perikanan tangkap dan budidaya. HP3 memberikan peluang bagi privatisasi sumberdaya pesisir selama 20 tahun dapat diperpanjang dan dialihkan ke pihak lain. Saat digulirkan tahun 2008, program HP3 juga menuai protes dari sejumlah kalangan. Kebijakan yang memungkinkan pengalihan hak pengelolaan pesisir berpotensi menimbulkan pemusatan hak pengusahaan pesisir ke pemodal kuat. HP3 juga dikhawatirkan membuka celah bagi penguasaan pesisir oleh segelintir pemilik modal dan tidak mampu melindungi nelayan. Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan tahun 2006 merilis, hampir seluruh perairan Indonesia telah mengalami tingkat eksploitasi sumberdaya perikanan yang melebihi ambang batas dan berlebih. Nelayan tradisional khawatir, pembentukan klaster memicu perebutan lahan penangkapan ikan antara nelayan kecil dan pengusaha besar. Kebijakan klaster penangkapan ikan yang membagi laut dalam kapling-kapling seharusnya mempertimbangkan faktor sosial dan historis masyarakat pesisir dan nelayan tradisional secara arif. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 162008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- pulau Kecil, zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terdiri dari kawasan pemanfaatan umum, kawasan konservasi, kawasan strategis nasional tertentu, dan alur laut. Kawasan pemanfaatan umum dapat digunakan untuk zona pariwisata, pemukiman, pelabuhan, pertanian, hutan, pertambangan, perikanan budidaya, perikanan tangkap, industri, infrastruktur umum dan zona pemanfaatan terbatas sesuai dengan karakteristik biogeofisik lingkungannya. Kawasan konservasi dapat dimanfaatkan untuk zona konservasi perairan, konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil, konservasi maritim, danatau sempadan pantai. Kawasan strategis nasional tertentu dapat dimanfaatkan untuk zona pertahanan keamanan, situs warisan dunia, perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar. Alur laut dapat dimanfaatkan untuk alur pelayaran, alur sarana umum, dan alur migrasi ikan, serta pipa dan kabel bawah laut.

2.6 Komoditas Unggulan

Terdapat beberapa kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah suatu komoditas tergolong unggul atau tidak bagi suatu wilayah. Kriteria-kriteria tersebut, adalah Daryanto dan Hafizrianda 2010: 1 harus mampu menjadi penggerak utama prime mover pembangunan perekonomian, 2 mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang forward and backward linkages yang kuat, baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas lainnya, 3 mampu bersaing dengan produkkomoditas sejenis dari wilayah lain competitiveness di pasar nasional maupun internasional, baik dalam harga produk, biaya produksi, maupun kualitas pelayanan, 4 memiliki keterkaitan dengan wilayah lain regional linkages, baik dalam hal pasar konsumen maupun pasokan bahan baku, 5 memiliki status teknologi state-of-the-art yang terus meningkat, 6 mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya, 7 dapat bertahan dalam jangka panjang tertentu, 8 tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal, 9 pengembangannya harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentifdisinsentif, dan lainnya, dan 10 pengembangannya berorientasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan. Pendapat yang lain mengatakan bahwa kriteria-kriteria komoditas unggulan adalah: 1 kontributif, 2 artikulatif, 3 progresif, 4 tangguh, dan 5 promotif. Kriteria-kriteria yang digunakan untuk menganalisis komoditi unggulan perikanan tangkap adalah: tingkat produksi, permintaanpeluang pasar lokal, antar pulau, ekspor, prasarana dan sarana penunjang, keterkaitan ke depan dan ke belakang, skala pengembangan, dukungan dan peran dalam kebijakan regional maupun nasional, penyerapan tenaga kerja, dan ketersediaan tenaga kerja Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Kupang dan Lembaga Penelitian Universitas Nusa Cendana Kupang 2006. Daya saing suatu komoditas dapat diukur dengan menggunakan pendekatan keunggulan komparatif dan kompetitif. Simatupang 1991, Sudaryanto dan Simatupang 1993 diacu dalam Saptana et al. 2002, mengatakan bahwa konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing keunggulan potensial dalam artian daya saing yang akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali. Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dikatakan juga memiliki efisiensi secara ekonomi. Sedangkan Djakapermana 2010, menyatakan bahwa keunggulan komparatif comparative advantage merupakan keunggulan suatu sektorkomoditi dalam suatu wilayah relatif terhadap suatu sektorkomoditi pada wilayah lainnya dalam suatu pulau. Model-model analisis yang digunakan untuk mengetahui komoditisektor yang memiliki keunggulan komparatif adalah index of regional specialization IRS dan location quotient LQ. Keunggulan komparatif bersifat dinamis. Suatu negara yang memiliki keunggulan komparatif di sektor tertentu secara potensial harus mampu mempertahankan dan bersaing dengan negara lain. Keunggulan komparatif berubah karena faktor yang mempengaruhinya yaitu ekonomi dunia, lingkungan domestik dan teknologi. Keunggulan kompetitif competitive advantage merupakan keunggulan suatu sektorkomoditi relatif terhadap sektor lainnya dalam suatu wilayah. Model analisis yang digunakan untuk menentukan keunggulan kompetitif adalah analisis input-output I-O. Terkait dengan konsep keunggulan komparatif adalah kelayakan ekonomi, sedangkan keunggulan kompetitif adalah kelayakan finansial dari suatu aktivitas. Kelayakan finansial melihat manfaat proyek atau aktivitas ekonomi dari sudut lembaga atau individu yang terlibat dalam aktivitas tersebut, sedangkan