Nilai statistik t, digunakan untuk menguji apakah masing- masing variabel penjelas berpengaruh nyata terhadap variabel endogennya. Dalam penelitian ini taraf α
yang digunakan adalah α = 0.20. Berdasarkan hasil uji statistik dan ekonometrik dengan kriteria-kriteria
diatas, dan mempertimbangkan model dengan periode pengamatan yang relatif cukup panjang, maka hasil pendugaan model dapat mewakili dan menangkap
fenomena ekonomi dari industri pengolahan kayu pada pasar domestik maupun pasar ekspor. Secara lebih terperinci model- model masing persamaan berdasarkan
pengelompakkan komoditinya yaitu kayu bulat, kayu gergajian, kayu lapis dan pulp bubur kayu dapat dijelaskan sebagai berikut:
5.2. Kayu Bulat
Fenomena kayu bulat yang akan dilihat meliputi perilaku produksi, perilaku ekspor kayu bulat Indonesia dan permintaan kayu bulat domestik oleh
masing- masing industri pengolahan kayu primer. Setelah melakukan beberapa alternatif spesifikasi model, maka dipilih model yang dapat menggambarkan
hubungan permintaan dan penawaran yang menentukan aliran kayu bulat yang terdiri dari beberapa persamaan perilaku, baik untuk pasar domestik maupun pasar
ekspor.
5.2.1. Produksi Kayu Bulat
Model produksi kayu bulat Indonesia hasil pendugaan parameter pada produksi kayu bulat dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Pendugaan Parameter Produksi Kayu Bulat QRINA
Elastisitas Vari able
Parame ter Es timate
Standar d Error
t
hitung
Prob |T|
E
SR
E
LR
INTERCEP Intercept 32632
6723833 4.853
0.000 DPRINA R Selisih Harga
Kayu Bulat Indonesia t dan t-1
18.201564 18.73471
0.972 0.347
0.076 0.112
INRTS Suku Bunga -818.29156
227.5960 -3.595
0.003 -0.608
-0.898 PSDH Provisi Su mber
Daya Hutan -0.045069
0.096055 -0.469
0.646 -0.022
-0.032 LDNRBS Lag Dana
Reboisasi -0.003237
0.026768 -0.121
0.905 -0.004
-0.006 UPAH Upah Buruh
-0.657625 0.371537
-1.770 0.097
-0.138 -0.203
LQRINA Lag QRINA 0.322414
0.184864 1.744
0.102
R
2
= 0.8681, F
hitung
= 16.459, D
w
= 1.584
Berdasarkan Tabel 6. dapat dilihat bahwa dari enam variabel penjelas ada 3 variabel yang berpengaruh secara nyata terhadap produksi kayu bulat untuk uji
statistik pada taraf nyata 20 , yaitu variabel suku bunga INRTS dengan tanda negatif, variabel upah Upah dengan tanda negatif dan variabel produksi kayu
bulat satu tahun sebelumnya LQRINA dengan tanda positif. Meskipun
berpengaruh nyata, respon produksi kayu bulat terhadap ketiga variabel tersebut inelastis dalam jangka pendek.
Hal Ini menunjukkan bahwa penurunan produksi
kayu bulat tidak dipengaruhi secara nyata oleh kenaikan provisi sumber daya hutan maupun kenaikan dana reboisasi tahun sebelumnya tetapi dipengaruhi
secara nyata oleh kenaikan suku bunga bank dan kenaikan upah buruh dengan elastisitas jangka pendek masing- masing sebesar -0.61 dan -0.14, sedangkan
untuk elastisitas jangka panjang masing- masing -0.90 dan -0.20. Hal ini berarti kenaikan suku bunga bank satu persen akan menurunkan produksi kayu bulat
sebesar 0.61 persen untuk jangka pendek dan 0.90 persen untuk jangka panjang, ceteris paribus
. Demikian pula bila upah buruh naik satu persen maka dalam
jangka pendek produksi kayu bulat akan turun 0.14 persen dan dalam jangka panjang akan turun sebesar 0.20 persen, ceteris paribus.
Produksi kayu bulat ternyata dipengaruhi secara nyata oleh bunga bank dan upah buruh dibandingkan dengan variabel lainnya. Hal ini dapat dijelaskan
karena keduanya merupakan variabel yang sangat berkaitan dengan biaya modal, memerlukan biaya modal yang cukup besar, hanya para pengusaha besar yang
bisa mendapatkan hak pengusahaan hutan. Agar bergerak dibidang pengusahaan hutan harus mendapatkan dukungan pembiayaan dari bank, sehingga kenaikan
suku bunga bank akan menyulitkan para pengusaha kayu dalam melakukan usahanya. Bunga bank di Indonesia adalah tertinggi di dunia sehingga
peningkatan bunga sedikit saja berpengaruh pada biaya operasi perusahaan yang tentunya akan berdampak pada output perusahaan.
5.2.2. Ekspor Kayu Bulat Indonesia