Skenario 2: Kenaikan Dana Reboisasi

421.05 = US 3 578 947.37. Sehingga bila dilihat perolehan devisanya maka negara masih diuntungkan sebesar US 1 777 358.20. Selain adanya tambahan penerimaan negara, kenaikan PSDH terhadap kayu bulat dari hutan alam bila dilihat dari sisi lingkungan mempunyai nilai positif karena berkurangnya produksi kayu bulat dalam negeri akan mengurangi laju penebangan kayu di hutan alam. Hal ini akan memperlambat berkurangnya persediaan kayu di hutan alam sehingga akan memperpanjang keberadaan hutan alam yang sangat dibutuhkan dalam menjaga kondisi lingkungan global.

7.2. Skenario 2: Kenaikan Dana Reboisasi

Fenomena dampak kebijakan kenaikan pungutan Dana Reboisasi sebesar 20 persen pada dasarnya mempunyai dampak yang sama dengan dampak kenaikan pungutan PSDH kayu bulat Indonesia, yaitu untuk produksi terjadi penurunan sebesar 0.3437 persen atau 61 993.17 m 3 . Penurunan ini lebih kecil dibandingkan dengan penurunan karena dampak kenaikan pungutan PSDH. Kenaikan PSDH sebesar 10 persen berdampak penurunan produksi sekitar 1.20 persen. Kemungkinan ini terjadi karena pungutan PSDH awalnya adalah berdasarkan persentase dari harga patokan kayu bulat per m 3 6 persen dan 10 persen, sedangkan Dana Rebosasi bersifat fixed rate per m 3 US 4 dan US 6 sehingga bila harga patokan kayu bulat naik otomatis besarnya pungutan PSDH menjadi naik dan setiap tahun harga patokan kayu bulat diperbaharui dengan keputusan Menteri tergantung pada perkembangan harga pasar. Turunnya produksi kayu bulat mengakibatkan penawaran kayu bulat domestik berkurang sekitar 0.0252 persen dan akan mengakibatkan harga kayu bulat domestik mengalami kenaikan sebesar 0.0875 persen. Berkurangnya produksi kayu bulat dalam negeri ternyata juga berdampak pada penurunan ekspor kayu bulat sebesar 0.2756 persen. Penurunan ekspor kayu bulat Indonesia ternyata berdampak pada kenaikan harga kayu bulat dunia sebesar 0.0006 persen. Hasil ini menunjukkan bahwa walaupun persentase kenaikan harga dunia ini relatif kecil tetapi kayu bulat Indonesia masih mempunyai dampak terhadap perkembangan harga dunia kayu bulat khususnya kayu tropis. Hal ini dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan perundingan perdagangan dunia dimasa akan datang. Potensi kayu tropis dunia dari hutan alam makin berkurang sehingga peran Indonesia yang mempunyai hutan tropis terluas di Indonesia tentunya masih diperhitungkan. Sejalan dengan berkurangnya penawaran bahan baku dalam negeri karena produksi kayu bulat yang berkurang, maka jumlah kayu bulat yang masuk ke industri kayu primer dalam negeri juga mengalami berkurang. Hal ini berdampak pada penurunan ekspor produk industri kayu primer. Ekspor produk kayu gergajian rata-rata turun 0.0177 persen, kayu lapis rata-rata turun 0.0055 persen dan ekspor pulp mengalami penurunan paling kecil dibandingkan ekspor produk industri kayu primer lainnya yaitu rata-rata turun 0.0001 persen. Berkurangnya produksi industri kayu primer dalam negeri karena berkurangnya penawaran kayu bulat berakibat pada berkurangnya penawaran produk industri kayu primer dalam negeri. Kekurangan penawaran produk industri kayu primer ini menyebabkan terjadinya kenaikan harga domestik produk industri kayu primer. Harga kayu gergajian mengalami kenaikan sebesar 0.0001 persen tetapi kenaikan harga ini tidak diikuti dengan penurunan permintaan kayu gergajian domestik. Permintaan kayu gergajian domestik tetap tidak berubah. Hal ini diperkirakan karena presentasi kenaikan harganya relatif kecil dan kebutuhan kayu gergajian di masyarakat memang cukup tinggi sehingga tidak berpengaruh pada permintaan kayu gergajian dalam negeri. Demikian juga untuk kayu lapis walaupun ada kenaikan harga domestik kayu lapis sebesar 0.0038 persen, ternyata tidak terjadi penurunan permintaan kayu lapis. Permintaan kayu lapis dalam negeri tetap stabil. Pada persamaan ini variabel kayu gergajian dan kayu lapis diasumsikan sebagai barang substitusi, sehingga bila harga kayu gergajian naik maka konsumen akan menggantinya dengan membeli kayu lapis, hal ini yang mendorong terjadinya kenaikan harga kayu lapis. Untuk pulp, turunnya penawaran kayu bulat ke industri pulp sebesar 0.0543 persen berakibat pada penurunan produksi pulp dalam negeri sebesar 0.0621 persen. Penurunan produksi ini ternyata tidak mempengaruhi harga pulp dalam negeri dan permintaan pulp dalam negeri tetap stabil. Berdasarkan dampak kebijakan kenaikan pungutan Dana Reboisasi tersebut maka secara ekonomi kenaikan pungutan Dana Reboisasi berdampak negatif terhadap kinerja ekspor kayu bulat dan produk kayu olahan lainnya. Untuk kayu bulat akan terjadi penurunan ekspor sebesar 0.2756 persen atau 814.17 m3 per tahun dengan nilai kurang lebih US 114 804.92. Untuk produk kayu olahan atau produk industri kayu primer yaitu kayu gergajian rata-rata turun 0.0177 persen atau 576.86 m 3 per tahun dengan nilai US 384 582.85, kayu lapis rata- rata turun 0.0055 persen atau 289.74 m 3 dengan nilai US 150 010.97 dan ekspor pulp turun 0.0166 persen atau 270.37 ton per tahun dengan nilai kurang lebih US 90 437.88. Secara keseluruhan negara akan kehilangan devisa sebesar US 739 836.62. Jika dilihat dari isu lingkungan maka kerugian ekonomi karena kenaikan pungutan PSDH dan Dana Reboisasi adalah tidak seberapa, karena pungutan PSDH dan Dana Reboisasi pada dasarnya adalah pungutan sebagai pengganti sebagian nilai lingkungan yang hilang karena penggambilan kayu dari hutan. PSDH merupakan pungutan pengganti nilai intrisik dari kayu, sedangkan Dana Rebosasi dipergunakan untuk membangun kembali hutan melalui penanaman kembali hutan dan lahan yang telah rusak. Selain berkurangnya pendapatan dari ekspor kayu bulat maupun produk kayu, kenaikan 20 persen dana reboisasi berdampak pada penurunan produksi kayu bulat yaitu berkurangnya penebangan kayu sebesar 61 993.17 m 3 per tahun atau bila di konversi ke luasan hutan adalah sekitar 1.550 ha dengan asumsi potensi kayu komersil adalah adalah 40 m 3 . Secara ekonomi berpotensi untuk menyimpan cadangan kayu bulat di hutan dengan nilai sebesar US 8 741 396.50. Dari pungutan Dana Reboisasi rata-rata berkisar US 15 m 3 dilkalikan 1.20 maka negara akan mendapatkan dana sebesar 18 037 juta m 3 dikalikan US 15. Pungutan Dana Reboisasi dapat terkumpul sebesar US 270 000 000.555. Dana yang selama ini terkumpul digunakan untuk kegiatan Rehabiltasi Lahan dan Hutan. Secara keseluruhan ekspor produk kayu gergajian mengalami penurunan karena adanya kenaikan pungutan Dana Reboisasi, namun ekspor kayu gergajian ke Jepang dan Cina tetap stabil. Berdasarkan hasil simulasi menunjukkan bahwa hanya ekspor kayu gergajian ke Arab Saudi yang mengalami penurunan secara konsisten. Cina dan Jepang secara tradisional merupakan negara tujuan ekspor utama Indonesia untuk produk kayu dari Indonesia, sehingga tidak mengurangi daya beli masyarakat Jepang dan Cina meskipun terjadi kenaikan harga kayu bulat akibat kenaikan pungutan Dana Reboisasi. Bila dilihat besaran kenaikan harga produk industri pengolahan kayu primer akibat kenaikan dana reboisasi adalah sangat kecil yaitu dibawah 0.0001 persen. Kenaikan pungutan Dana Reboisasi, mempunyai dampak positif karena berkurangnya produksi kayu bulat dalam negeri akan mengurangi laju penebangan kayu di hutan alam. Hal ini akan memperlambat berkurangnya persediaan kayu di hutan alam sehingga akan memperpanjang keberadaan hutan alam yang sangat dibutuhkan dalam menjaga kondisi lingkungan global .

7.3. Skenario 3: Penurunan Suku Bunga 5 persen