Simulasi Kebijakan METODOLOGI PENELITIAN

dimana : Y s t , Y a t ,  s , dan  a masing- masing merupakan rata-rata dan standar deviasi dari Y s t dan Y a t . Hubungan antara ketiga proporsi bias tersebut adalah : U M + U S + U C = 1. Untuk setiap nilai U 0, seharusnya U M = U S = 0 dan U C = 1. Namun demikian hal itu sulit dipenuhi, oleh karena itu untuk memperoleh nilai prediksi yang baik, nilai U M dan U S adalah mendekati 0 dan nilai U C mendekati 1.

4.5. Simulasi Kebijakan

Simulasi kebijakan dilakukan untuk mengevaluasi berbagai dampak kebijakan pemerintah yang diwakili oleh nilai variabel bebas atau variabel penjelas terhadap variabel endogen. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka untuk simulasi kebijakan periode 1980-2002 atau simulasi historis kebijakan yang akan disimulasikan adalah: 1. Kenaikan Provisi Sumber Daya Hutan PSDH terhadap kayu bulat, PSDH dikenakan pada setiap kayu bulat yang diproduksi dan besarnya dapat berubah sesuai dengan kebijakan Pemerintah. Dalam simulasi di prediksi PSDH naik 10 persen dari tarif yang berlaku. Hal ini untuk mengimbangi kenaikan normatif inflasi. 2. Kenaikan pungutan Dana Reboisasi 20 persen dari tarif yang berlaku, dengan asumsi bahwa dana reboisasi saat ini masih terlalu rendah karena pada dasarnya adalah dana yang dipungut dari Pemegang Hak Pengusahaan Hutan, Pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan, dan Pemegang Izin Pemanfaatan Kayu, atas pemungutan hasil hutan dari hutan alam yang berupa kayu dalam rangka reboisasi, pembangunan, HTI Hutan Tanam Indonesia, dan rehabilitasi lahan. 3. Depresiasi nilai tukar rupiah sebesar 10 persen atau senilai 90 dari nilai tukar yang berlaku. 4. Kenaikan suku bunga bank 20 persen dari rata-rata suku bunga bank yang berlaku dengan asumsi tingkat resiko di bidang kehutanan meningkat sehingga bunga bank untuk investasi industri meningkat. 5. Kenaikan upah tenaga kerja kehutanan 10 persen dari tarif yang berlaku, kenaikan ini pada dasarnya hanya untuk mengimbangi kenaikan inflasi yang secara normatif kebijakan makro ekonomi ditekan dibawah 10 persen. 6. Penghapusan larangan ekspor kayu bulat log: kebijakan larangan ekspor kayu bulat bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dari kayu bulat dengan diolah melalui industri pengolahan kayu primer di dalam negeri yaitu industri kayu gergajian, industri kayu lapis, dan industri pulp. Implikasinya dari kebijakan ini harga kayu bulat di dalam negeri menjadi murah. Pengurangan produksi kayu bulat melalui kebijakan soft landing - 50 persen dari produksi satu tahun sebelumnya. Berdasarkan hasil simulasi historis tersebut dan juga mempertimbangkan relevansinya maka ada perbedaan kebijakan yang akan disimulasikan untuk peramalan tahun 2007-2010 yaitu skenario: 1. Kenaikan Provisi Sumber Daya Hutan PSDH terhadap kayu bulat. Dalam simulasi di prediksi PSDH naik 10 persen dari tarif yang berlaku. Hal ini untuk mengimbangi kenaikan normatif inflasi. 2. Kenaikan pungutan Dana Reboisasi 20 persen dari tarif yang berlaku, dengan asumsi bahwa dana reboisasi saat ini masih terlalu rendah karena pada dasarnya adalah dana yang dipungut dari Pemegang Hak Pengusahaan Hutan, Pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan, dan Pemegang Izin Pemanfaatan Kayu, atas pemungutan hasil hutan dari hutan alam yang berupa kayu dalam rangka reboisasi, pembangunan, HTI Hutan Tanam Indonesia, dan rehabilitasi lahan. 3. Penurunan suku bunga bank 5 persen dari rata-rata suku bunga bank yang berlaku, dengan asumsi bahwa pemerintah akan memberi insentif melalui penurunan bunga bank bagi industri perkayuan untuk lebih bersaing ditingkat internasional, mengingat bahwa investasi dibidang kehutanan memerlukan jangka waktu lama untuk pengembalian investasinya. 4. Penghapusan larangan ekspor kayu bulat log: kebijakan larangan ekspor kayu bulat bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dari kayu bulat yang diolah menjadi produk industri pengolahan kayu primer di dalam negeri yaitu produk kayu gergajian, produk kayu lapis, dan produk pulp. 5. Kenaikan upah tenaga kerja kehutanan 10 persen dari tarif yang berlaku , kenaikan ini pada dasarnya hanya untuk mengimbangi kenaikan inflasi yang secara normatif melalui kebijakan makro ekonomi ditekan dibawah 10 persen. 6. Pengurangan kuota produksi kayu bulat melalui kebijakan soft landing -50 persen dari produksi satu tahun sebelumnya. 7. Pengurangan kuota ekspor kayu bulat 50 persen. 8. Penawaran kayu bulat domestik naik 50 persen 9. Kombinasi skenario 1, 2, 3, 4 dan 5 : merupakan kombinasi kebijakan kenaikan PSDH 10 persen, kenaikan dana reboisasi 20 persen, penurunan suku bunga bank 5 persen, penghapusan larangan ekspor kayu bulat dan kenaikan upah tenaga kerja 10 persen. 10. Kombinasi skenario 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 : merupakan kombinasi kebijakan kenaikan PSDH 10 persen, kenaikan dana reboisasi 20 persen, penurunan suku bunga bank 5 persen, penghapusan larangan ekspor kayu bulat, kenaikan upah tenaga kerja 10 persen dan penurunan kuota produksi kayu bulat 50 persen. 11. Kombinasi skenario 1, 2, 3, 4, 5 dan 7 : merupakan kombinasi kebijakan kenaikan PSDH 10 persen, kenaikan dana reboisasi 20 persen , penurunan suku bunga bank 5 persen , penghapusan larangan ekspor kayu bulat, kenaikan upah tenaga kerja 10 persen dan penurunan kuota ekspor kayu bulat 50 persen. 12. Kombinasi skenario 1, 2, 3, 4, 5 dan 8 : merupakan kombinasi kebijakan kenaikan PSDH 10 persen, kenaikan dana reboisasi 20 persen , penurunan suku bunga bank 5 persen , penghapusan larangan ekspor kayu bulat, kenaikan upah tenaga kerja 10 persen dan kenaikan jumlah penawaran kayu bulat domestik 50 persen.

4.6. Sumber Data