EVALUASI KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN INTI RAKYAT KELAPA SAWIT

Leverage of Attributes 1,17 4,14 4,54 12,87 4,06 4,48 3,32 4,72 2 4 6 8 10 12 14 Pertumbuhan penduduk jumlah rumah tangga petani pendidikan formal petani penduduk yang bekerja di sektor perkebunan desa yang sebagian penduduknya bekerja disektor perkebunan aksesibilitas transportasi desa aksesibilitas komunikasi desa rumah tangga pertanian yang mendapat penyuluhan pertanian A tt r ib u te Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100 Gambar 16. Nilai sensitivitas atribut dimensi sosial yang dinyatakan dalam perubahan Root Mean Square RMS skala keberlanjutan 0 – 100 Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas sosial pada perkebunan inti rakyat kelapa sawit berjalan cukup baik dimana penduduk yang bekerja disektor perkebunan cukup banyak. Status tingkat keberlanjutan perkebunan kelapa sawit pada dimensi sosial tetap harus ditingkatkan melalui atribut-atribut yang diperkirakan berpengaruh terhadap nilai indeks dimensi sosial, yang terdiri dari: 1. Penduduk yang bekerja di sektor perkebunan, 2. Aksesibilitas komunikasi desa, 3. Jumlah petani kebun kelapa sawit, 4. Sebagian penduduk desa bekerja di perkebunan kelapa sawit, 5. Pendidikan formal kelapa keluarga, 6. Aksessibilitas terhadap desa dan 7. Pertumbuhan penduduk. Untuk melihat atribut-atribut yang sensitif memberikan pengaruh terhadap nilai indeks perkebunan kelapa sawit dimensi sosial, dilakukan analisis leverage. Berdasarkan hasil analisis leverage diperoleh tiga atribut yang sensitif yang dapat menjadi faktor pengungkit leverage terhadap nilai indeks dimensi sosial yaitu : 1. Penduduk yang bekerja di sektor perkebunan, 2. Aksesibilitas komunikasi desa, 3. Jumlah petani kebun kelapa sawit Pemberdayaan masyarakat yang efektif membuat masyarakat menjadi berdaya, yaitu masyarakat menjadi lebih dinamis, lebih adaptif terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya, lebih mampu mengakses teknologi tepat guna, luas wawasan, kosmopolit, dan empati terhadap pihak luar. Perubahan dari sistem sosial tradisional tersebut terjadi melalui proses penyadaran dan partisipatif Sumardjo et al, 2004. Dalam hal pemberdayaan masyarakat ini penting kehadiran agen pemberdayaan seperti penyuluh atau fasilitator. Pemberdaya sangat diperlukan yang berfungsi sebagai pendamping pengembangan masyarakat. Sumardjo 2010 menjelaskan bagaimana peran penyuluh sebagai pemberdaya bagi masyarakat tradisional yaitu : 1. Membangkitkan kebutuhan untuk berubah, 2. Mengunakan hubungan untuk perubahan, 3. Mendiagnosis masalah 4. Mendorong motivasi untuk berubah, 5. Merencanakan tindakan pembaharuan, 6. Memelihara program pembaharuan dan mencegah stagnasi, 7. Mengembangkan kapasitas kelembagaan, 8. Mencapai hubungan terminal untuk secara dinamis mengembangkan proses perubahan yang lebih adaptif terhadap perubahan lingkungan. Pemberdayaan masyarakat di lingkup perkebunan sawit perlu memperhatikan aspek keberlanjutan usaha di sektor pertanian. Kini sudah cukup dikenal istilah pertanian berkelanjutan sustainable development yang memadukan tiga tujuan yang meliputi: 1. Pengamanan lingkungan, 2. Pertanian yang secara ekonomi menguntungkan, dan 3. Terwujudnya kesejahteraan sosial.

6.4. Status Keberlanjutan Dimensi Teknologi

Hasil analisis MDS terhadap 11 atribut yang berpengaruh terhadap dimensi teknologi menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan dimensi teknologi adalah 69,17 Nilai tersebut berada pada selang 50,01- 75,00 skala keberlanjutan dengan status cukup berkelanjutan, ditunjukkan oleh Gambar 17. RAPFISH Ordination 69,17 DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 Tehnologi Sustainability O th er D is tin gi sh in g F ea tu re s Real Fisheries References Anchors Gambar 17. Nilai indeks dan status keberlanjutan dimensi tehnologi Berdasarkan hasil analisis leverage terhadap 11 atribut teknologi diperoleh empat atribut yang sensitif terhadap tingkat keberlanjutan dari dimensi teknologi Gambar 18, yaitu: 1. Penggunaan pupuk sesuai rekomendasi, 2. Waktu dan cara pemberian pupuk, dan 3. Mekanisme pengolahan tanah 4. Jarak tanam. Leverage of Attributes 2,80 4,42 7,57 9,32 8,71 11,52 11,15 6,72 6,04 5,01 2,34 2 4 6 8 10 12 14 Sistem usaha tani perkebunan Penggunaan benih Kelapa Sawit unggul Pengolahan Tanah Mekanisme Pengolahan Tanah Jarak Tanam Penggunaan pupuk sesuai rekomendasi W aktu dan cara pemberian pupuk Penyiangan Pengelolaan organisme penganggu tanaman OPT W aktu dan cara panen Penerapan teknologi konservasi lahan dan air At tribut e Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100 Gambar 18. Nilai sensitivitas atribut dimensi teknologi yang dinyatakan dalam perubahan Root Mean Square RMS skala keberlanjutan 0 – 100 Munculnya atribut sensitif pertanian ramah lingkungan memberikan informasi bahwa ekosistem kelapa sawit tidak bisa dipisahkan dengan aktivitas yang terjadi di daerah daratannya. Oleh karena itu pembinaan terhadap petani untuk mengaplikasikan pertanian ramah lingkungan adalah sangat penting. Sehingga bisa mengendalikan pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang ramah lingkungan. Disamping itu pengelolaan basis data yang berkaitan dengan kelapa sawit inti-plasma adalah penting sebagai basis ilmiah dalam menyusun kebijakan dan program. Belum optimalnya basis data mungkin ada kaitannya dengan belum adanya kelembagaan yang khusus mengelola plasma secara terstruktur. Disamping itu dukungan sarana umum perlu dikembangkan misalnya infrastruktur untuk pengembangan perkebunan inti rakyat kelapa sawit.

6.5. Status Keberlanjutan Dimensi Kelembagaan

MDS terhadap 11 atribut yang berpengaruh terhadap dimensi kelembagaan menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan dimensi kelembagaan adalah 30,71. Nilai tersebut berada pada selang 25,01- 50,00 skala keberlanjutan dengan status tidak berkelanjutan Gambar 19. RAPFISH Ordination 30,71 DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 Institutional Sustainability O th er D is ti n g is h in g F ea tu re s Real Fisheries References Anchors Gambar 19. Nilai Indeks tingkat keberlanjutan perkebunan inti rakyat kelapa sawit pada dimensi kelembagaan Oleh sebab itu status keberlanjutan perkebunan inti rakyat kelapa sawit dimensi kelembagaan perlu ditingkatkan melaui atribut-atribut yang diperkirakan berpengaruh terhadap nilai indeks dimensi kelembagaan, yang terdiri dari : 1. Akses petani ke sumber tehnologi 2. Lembaga Keuangan Mikro, 3. Pemanfaatan skim pelayanan pembiayaan, 4. Aksesibiltas Kelompok tani ke perbankan. 5. Kemampuan modal kelompok tani. 6. Gabungan Kelompok tani Gapoktan, 7. Jumlah kelompok wanita tani, 8. Jumlah kelompok tani, 9. Jumlah taruna tani. Semua bagian dari dimensi tersebut diatas, harus disiapkan dan diberikan kemudahan untuk diakses oleh stakeholders seperti PT.Perkebunan Nusantara VII, Pemerintah Daerah Kabupaten, Dinas Koperasi, Dinas Perkebunan dan pihak perbankan. Tapi kenyataannya setelah kebun dikonversi kepihak petani peran serta stakeholders dalam pembinaan berkurang, hal tersebut disebabkan dana pembinaan tidak ada lagi, sebelum konversi ada karena beban dana pembinaan dimasukan dalam paket kredit petani. Solusi seharusnya dana pembinaan tetap ada selama perkebunan plasma itu ada dan menjadi beban anggaran pemerintah . Berdasarkan hasil analisis leverage diperoleh tiga atribut yang sensitif yang dapat menjadi faktor pengungkit leverage terhadap nilai indeks dimensi kelembagaan Gambar 20, yaitu : 1. Aksesibiltas Kelompok tani ke perbankan 2. Pemanfaatan skim pelayanan pembiayaan 3. Lembaga Keuangan Mikro. Perbaikan terhadap ketiga atribut tersebut akan meningkatkan status tingkat keberlanjutan dimensi kelembagaan lebih signifikan dibandingkan atribut lainnya gambar 20. Jika ditelusuri lebih jauh, permasalahan yang dihadapi dalam permodalan pertanian berkaitan langsung dengan kelembagaan selama ini yaitu lemahnya organisasi tani, sistem dan prosedur penyaluran kredit yang rumit, birokratis dan kurang memperhatikan kondisi lingkungan sosial budaya perdesaan, sehingga sulit menyentuh kepentingan petani yang sebenarnya. Kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber permodalan sangat terbatas karena lembaga keuangan perbankan dan non perbankan menerapkan prinsip 5-C Character, Collateral, Capacity, Capital dan Condition dalam menilai usaha pertanian yang tidak semua persyaratan yang diminta dapat dipenuhi oleh petani. Secara umum, usaha di sektor pertanian masih dianggap beresiko tinggi, sedangkan skim kredit masih terbatas untuk usaha produksi, belum menyentuh kegiatan pra dan pasca produksi dan sampai saat ini belum berkembangnya lembaga penjamin serta belum adanya lembaga keuangan khusus yang menangani sektor pertanian Syahyuti 2006. Kenyataannya karakter petani mudah mengajukan pinjaman tetapi untuk mengangsur pembayaran agak malas, serta sertifikat tanah petani rata-rata sudah dipinjamkan ke bank lain, dan petani cenderung konsumtip. Gambar 20. Nilai sensitivitas atribut dimensi kelembagaan yang dinyatakan dalam perubahan Root Mean Square RMS skala keberlanjutan 0 – 100\ Keberhasilan usaha agribisnis yang dilakukan oleh petani memerlukan dukungan kelembagaan. Keberhasilan kelembagaan itu tidak hanya ditentukan oleh peran kelembagaan itu saja, tetapi juga memerlukan keterlibatan para petani secara aktif. Jika peran kelembagaan dan keterlibatan petani belum optimal, maka kinerja kelembagaan sebagai salah satu subsistem sulit diharapkan dukungannya dalam membentuk keragaan sistem agribisnis yang kondusif. Hal ini disebabkan karena petani tidak merasakan manfaatnya adanya lembaga Kelompok Tani dan KUD, sehingga partisipasi mereka saat ini untuk berorganisasi rendah akibat ketidakpercayaan mereka terhadap pengurus kelompok tani dan KUD. Keragaan sistem agribisnis yang kurang kondusif bukan saja menyebabkan rendahnya produktivitas dan hasil produksi, tetapi juga menyebabkan rendahnya pendapatan petani . Kelembagaan yang dimaksud antara lain : KelompokTani, Koperasi Unit Desa KUD, Lembaga Penyuluhan PPL-BUN, dan Lembaga Pembinaan dari Perusahaan Inti Tabel 16 Atribut Sensitif Keberlanjutan Pengelolaan Perkebunan Inti Rakyat Kelapa Sawit Berkelanjutan DimensiAspek No. Atribut RMS A. Ekologi 1 2 3 4 5 6 jumlah sumber air, kelas kemampuan lahan, penggunaan pupuk kimia, jumlah bulan kering, kelas kesesuaian lahan, curah hujan rata-rata tahunan. 7,40 5,57 5,52 5,36 5,30 5,00 B. Ekonomi 7 8 9 harga tandan buah segar TBS, jumlah tenaga kerja, kontribusi penguasaan kebun kelapa sawit 2,39 2,33 2,18 C. Sosial budaya 10 11 12 13 penduduk yang bekerja disektor perkebunan, rumah tangga yang mendapat penyuluhan pertanian pendidikan formal petani aksesibilitas transportasi desa 12,87 4,72 4,54 4,48 D. Teknologi 14 15 16 17 Penggunaan pupuk sesuai rekomendasi Waktu dan cara pemberian pupuk Mekanisme pengolahan tanah Jarak tanam 11,52 11,15 9,32 8,72 E. Kelembagaan 18 19 20 21 aksesibilitas kelompok tani ke perbankan, pemanfaatan Skim pelayanan pembiayaan lembaga keuangan mikro gabungan kelompok tani 10,88 8,11 6,48 6,05 Keteranga :Faktor pengungkit = faktor dengan nilai root mean square RMS di tengah sd tertinggi 6.6. Status Keberlanjutan Multidimensi Analisis keberlanjutan pengelolaan pekebunan inti rakyat kelapa sawit dilakukan dengan teknik Rap-Watershed yang merupakan modifikasi dari Rapfish. Rapfish modified ini merupakan teknik analisis untuk mengevaluasi sustainability secara multidisipliner. Rapfish modified didasarkan pada teknik ordinasi yang menempatkan sesuatu pada urutan atribut yang terukur dengan Muli-Dimensional Scaling. MDS pada dasarnya merupakan teknik statistik yang mencoba melakukan transformasi multi dimensional ke dalam dimensi yang lebih rendah. Dimensi Rapfish menyangkut aspek keberlanjutan dari ekologi, ekonomi, sosial, dan tehnologi serta dimensi lainnya yang dapat diukur atributnya termasuk aspek kelembagaan di wilayah kajian perkebunan inti rakyat kelapa sawit Hasil analisis Rap-Insus palm oil multidimensi keberlanjutan pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit diperoleh hasil 67,67 dan termasuk kedalam status cukup berkelanjutan. Nilai ini diperoleh berdasarkan penilaian 53 atribut yang mencakup dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, serta kelembagaan.

6.7. Nilai Stress dan Koefisien Determinasi

Ketepatan konfigurasi dari suatu titik yang mencerminkan data aslinya dapat diukur dengan melihat nilai stress dari hasil analisis ordinasi Rap-Insus COREMAG terhadap setiap dimensi yang dianalisis. Kemampuan setiap atribut untuk menjelaskan dan memberikan kontribusi terhadap keberlanjutan sistem yang dikaji dengan melihat nilai koefisien determinasi R 2 Tabel 17. Nilai Stress dan koefisien determinasi pada Rap-Insus kelapa sawit setiap dimensi yang dianalisis. Nilai stress dan koefisien determinasi setiap dimensi disajikan pada Tabel 17. pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit Dimensi Nilai Indeks Keberlanjutan Stress R Iterasi 2 Ekologi 68,21 0,132453 0,9424 2 Ekonomi 88,97 0,1354417 0,935702 3 Sosial 81,02 0,134614 0,9375711 3 Tehnologi 69,17 0,1392914 0,9270273 2 Kelembagaan 30,71 0,1334749 0,9445617 2 Nilai indeks 50,01-75,00 dikategorikan cukup berkelanjutan; Nilai stress 0,25 berarti goodness of fit; Nilai R 2 94 atau 80: kontribusinya sangat baik Tabel 17 memperlihatkan bahwa nilai stress rata-rata dimensi adalah 0,13 dan nilai R 2 rata-rata adalah 0,93. Di dalam Rapfish, nilai stress dikatakan baik apabila nilainya di bawah 0,25 Malhotra, 2006, berarti nilai goodness of fit dalam MDS, yang menyatakan bahwa konfigurasi atribut dapat mencerminkan data aslinya. Nilai R 2 0,93 menunjukkan bahwa atribut atau faktor-faktor yang dinilai pada setiap dimensi mampu menerangkan dan memberikan kontribusi 93 terhadap keberlanjutan sistem yang dikaji. Menurut Kavanagh 2001, nilai R 2 yang baik apabila lebih besar dari 80 atau mendekati 100 6 .8. Pengaruh Galat Evaluasi pengaruh galat Error acak dengan menggunakan analisis Monte Carlo bertujuan untuk mengetahui: a pengaruh kesalahan pembuatan skor atribut, b pengaruh variasi pemberian skor, c stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang, d kesalahan pemasukan atau hilangnya data missing data, dan e nilai stress dapat diterima apabila 20. Hasil analisis Monte Carlo terhadap semua dimensi disajikan pada Tabel 18. Analisis Monte Carlo menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit pada taraf kepercayaan 95 memperlihatkan bahwa hasil analisis Rap-Insus palm oil antara analisis MDS dengan Monte Carlo tidak mengalami perbedaan yang siginifikan Tabel 18. Kecilnya perbedaan hasil dua analisis tersebut menunjukkan bahwa: 1. Kesalahan dalam pembuatan skor dalam atribut relatif kecil 2. Ragam pemberian skor akibat perbedaan opini relatif kecil 3. Proses analisis yang dilakukan secara berulang relatif stabil 4. Kesalahan dalam pemasukan data dan data yang hilang dapat dihindari. Tabel 18. Hasil Analisis Monte Carlo Untuk Nilai Rap-Insus Kelapa Sawit Pada Selang Kepercayaan 95 Persen Dimensi MDS Analisis Monte Carlo Perbedaan MDS-MC Ekologi 68,21 65,32 2,89 Ekonomi 88,97 85,39 3,58 Sosial 81,02 77,28 3,74 Tehnologi 69,17 65,70 3,47 Kelembagaan 30,71 32,77 2,06 galat pada taraf kepercayaan 95 Hasil analisis Rap-Insus kelapa sawit menunjukkan bahwa semua atribut yang dikaji terhadap status keberlanjutan pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit cukup akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai stress yang dibawah angka 0,25 dan nilai koefisien determinasinya 0,95. Hal ini sesuai dengan pendapat Fauzi dan Anna 2007 yang menyatakan bahwa hasil analisis cukup memadai apabila nilai stress lebih kecil DI AGRAM LAYAN G- LAYAN G 30,71 69,17 81,02 68,21 88,97 20 40 60 80 100 Eko lo gi Eko n o m i So s ia l Te kn o lo gi Ke le m b a ga a n dari 0,25 25 dan nilai koefisien determinasinya mendekati nilai 1,0 Tabel 18. Nilai indeks masing-masing dimensi disajikan pada Gambar 21. Dimensi ekonomi memiliki indeks yang paling tinggi yaitu 88,97, kemudian disusul sosial dengan nilai indeks 81,02, dimensi teknologi dengan nilai indeks 69,17 ekologi dengan nilai indeks 68,21 Gambar 21. Sebaliknya indeks yang paling rendah adalah kelembagaan 30,71. Atas dasar analisis tersebut maka dimensi yang memiliki status cukup berkelanjutan ialah dimensi ekonomi, sosial, tehnologi, ekologi, sedangkan dimensi kelembagaan statusnya kurang berkelanjutan. Artinya kebijakan pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit berkelanjutan ditekankan pada pengelolaan atribut sensitif pada dimensi kelembagaan yang nilai indeksnya rendah atau statusnya kurang berkelanjutan. Namun demikian, atribut sensitif pada dimensi lainnya perlu mendapatkan perhatian guna meningkatkan status keberlanjutan dalam pengelolaan. Gambar 21. Diagram layang analisis indeks dan status keberlanjutan pengelolaan Perkebunan Inti Rakyat kelapa sawit berkelanjutan 6.7. Faktor-Faktor Penentu Faktor Dominan Terhadap Keberlanjutan Pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit berkelanjutan Diperoleh sepuluh atribut kunci yang sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit pola, yaitu enam atribut dari hasil analisis prospektif terhadap 20 atribut sensitif dari MDS dan empat atribut dari hasil analisis prospektif terhadap 15 atribut hasil analisis kebutuhan stakeholders. Adapun ke sepuluh atribut kunci tersebut adalah: 1. Penduduk yang bekerja disektor perkebunan, 2. Penggunaan pupuk sesuai rekomendasi, 3. Waktu dan cara pemberian pupuk, 4. Harga TBS di tingkat petani, 5. Aksesibilitas kelompok tani ke perbankan, 6. Mekanisme pengolahan tanah, 7. Jarak tanam, 8. Pemanfaatan Skim pelayanan pembiayaan, 9. Jumlah sumber air, dan 10. Gabungan kelompok tani. Tingkat keberlanjutan pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit dapat ditingkatkan dari kondisi eksisting saat ini. Dengan melakukan perubahan pada atribut kunci sensitif pada setiap dimensi akan mampu meningkatkan nilai indeks keberlanjutan. Strategi pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit ditentukan oleh peran atribut kunci dominan yang memberikan peningkatan nilai indeks keberlanjutan. Interaksi antar atribut kunci akan menjadi pertimbangan dalam penentuan strategi pengelolaan dimasa yang akan datang. Peningkatan SDM dan pemberdayaan masyarakat serta penyuluhan hukum lingkungan menjadi komponen yang perlu dipertimbangkan dalam pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit berbasis masyarakat community based management yang akan melahirkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam menjaga kelestarian ekosistem perkebunan kelapa sawit Koordinasi antara stakeholders, peningkataan peran serta petani plasma, peningkatan mutu pembinaan perlu diupayakan melalui kebijakan pemerintah, PT Perkebunan Nusantara VII dan partisipasi masyarakat. Dengan demikian akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat serta mengurangi kerusakan lingkungan perkebunan kelapa sawit.

VII. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENENTU KINERJA MASYARAKAT DAN INSTITUSI LOKAL YANG

MENDUKUNG PROGRAM PIR Fakta di lapangan menunjukkan bahwa telah terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Dalam pelaksanaan pola perkebunan inti rakyat kelapa sawit terdapat ketidakserasian hubungan antara petani plasma dan perusahaan inti. Penetapan harga dan rendemen tandan buah segar TBS menjadi masalah pokok yang dipertentangkan dan diduga masih menempatkan posisi petani lebih lemah dan sangat dipengaruhi oleh perilaku perusahaan, meskipun telah merujuk pada peraturan Menteri Pertanian No. 395 tahun 2005 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun. Irman 1999 telah menganalisis bahwa dengan perhitungan tersebut petani plasma hanya akan menerima harga hasil penjualan sebesar lebih kurang 70 persen, karena dipotong untuk cicilan kredit, biaya angkut, biaya olah TBS menjadi minyak sawit dan juga biaya pemasaran. Selain harga TBS yang diterima petani masih rendah dan berbeda-beda antar perusahaan perkebunan, petani plasma juga dihadapkan pada dilema dimana mereka diberi kewajiban untuk menjual seluruh hasil panennya kepada perusahaan dan membayar cicilan kredit yang telah diberikan oleh perusahaan inti kepadanya. Tandan buah segar TBS, merupakan produk yang cepat rusak, sehingga petani plasma tidak dapat menyimpan hasil produksinya dan menjualnya pada saat situasi harga sedang baik. Kondisi struktur hubungan petani plasma dengan satu perusahaan inti dengan kekuatan penentuan harga dan transaksi berada di tangan perusahaan inti menunjukkan struktur pasar monopsoni dan nampaknya cenderung terjadi ekploitasi monopsonistik oleh perusahaan inti terhadap petani plasma. Bakir 2007 menyatakan bahwa kinerja PIR kelapa sawit di Sumatera Selatan selayaknya ditingkatkan dengan mengoreksi struktur pasar dengan kemitraan menjadi struktur pasar yang lebih menguntungakan petani plasma monopoli bilateral, memperbaiki kinerja rumah tangga petani plasma, organisasi petani, dan sistim penetapan harga dan cara pembayaran produk kelapa sawit TBS rumah tangga petani plasma. Dalam sistim PIR, perusahaan perkebunan besar sebagai inti ditugaskan untuk membangun dan memasarkan hasil kebun petani plasma, sedangkan petani plasma harus mengelola kebunnya dengan baik dan memasarkan hasilnya melalui perusahaan inti. Sesuai dengan Permentan Nomor 26 Tahun 2007, tentang pedoman perizinan usaha perkebunan pasal 11, setiap perusahaan perkebunan yang memiliki IUP Izin Usaha Perkebunan untuk budidaya, wajib membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20 dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan. Pembangunan kebun untuk masyarakat dapat dilakukan antara lain melalui pola kredit, hibah atau bagi hasil. Pembangunan kebun juga dilakukan bersamaan dengan pembangunan kebun yang diusahakan oleh perusahaan. Saputro et al. 1994, mengungkapkan hasil penelitian di delapan lokasi PIR-BUN, bahwa sebagai indikator utama integrasi antara inti plasma adalah adanya ketepatan jadwal panen dan kelancaran angkutan produksi Tandan Buah Segar TBS. Dari sisi perusahaan, tampaknya kerjasama ini memberikan dampak positif. Indeks keberlanjutan pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit dimensi kelembagaan yang tidak berlanjut, maka perlu dicari penyebab yang mendasar. Pakpahan 1989, menyatakan bahwa secara konseptual kelembagaan dalam sistem agribisnis mengandung dua makna, yaitu kelembagaan sebagai aturan main rules of the games dan kelembagaan sebagai organisasi. Sebagai aturan main, kelembagaan merupakan sistem organisasi, dan sebagai organisasi kelembagaan diartikan sebagai wadah badan membuat aturan main. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan kemampuan kelompok tani akan meningkatkan kinerja Gambar 22 Keterangan: X 1 = Kepastian Pemasaran, X 3= Peranan Institusi Lokal X 2 = Ketepatan dalam pemberian kebijakan X 4 = Pengaruh kepemimpinan lokal Insentif. X 5 = Peranan Kelompok Y 1 = Degradasi lahan Y2 = Pemilihan jenis bibit. Y 3 = Penanaman Y 4 = Penganeka ragaman jenis tan. Y 5 = Pemeliharaan tanaman Y 6 = Pemanenan Y 7 = Kemampuan pengembangan pemasaran Y 8 = Pengembangan kelompok Y 9 = Tumbuhnya kerjasama dalam masyarakat Y10 = Pendapatan Gambar 22. Koefisien Pengaruh petani terhadap kinerja perkebunan inti rakyat Kelapa sawit Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa koefisien pengaruh petani terhadap pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit, dari lima indikator yang menggambarkan petani diketahui paling besar pengaruhnya terhadap pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit yaitu kepastian pemasaran X1, diikuti oleh peranan institusi lokal X3, seperti norma-norma, budaya menanam tradisional, kelompok arisan, kelompok yasinan, gotong royong atau sambatan, kelompok pengajian, pengaruh kepemimpinan lokal X4 seperti mantan kelapa desa, mantan pamong desa, pensiunan guru, pensiunan TNIPolisi, sesepuh desa, orang kaya di desa dan ketepatan dalam pemberian kebijakan insentif X2 berupa bantuan benihbibit, bantuan harga pupuk, bantuan saprodi, pelatihan, magang, kredit bunga rendah perbankan dan lembaga lain, bantuan kegiatan seperti PNPM, KUP, KUR, PUAP, bantuan perusahaan berupa CSR. Sedangkan peranan kelompok X5, seperti kelompok tani, gabungan kelompok tani, kelompok arisan, kelompok yasinan, kelompok pengajian memberikan pengaruh yang lebih kecil terhadap petani dalam mempengaruhi kinerja PT.Perkebunan Nusantara VII Gambar 22 . Dari kesepuluh indikator yang menggambarkan kinerja dalam pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit, yaitu Pemeliharaan tanaman Y5 pendangiran, penyiangan, pemupukan, penyemprotan, penunasankastrasi merupakan indikator yang paling kuat dalam mengukur kinerja karena memiliki nilai loading yang paling tinggi sebesar 0.79, selanjutnya pemeliharaan tanaman Y6 dan kemampuan pengembangan pemasaran Y7 yang masing-masing memiliki nilai loading faktor sebesar 0.75. pemilihan jenis bibit Y2, penanaman Y3 , penganeka ragaman jenis tanaman Y4 menggambarkan kinerja hanya 0.41, 0,36, 0.26 dan 0.19 tidak terlalu tinggi. Sedangkan pengembangan kelompok Y8, seperti adaministrasi, laporan keuangan, kegiatan usaha keanggotaan, kerjasama atau kemitraan, kepemimpinan, tumbuhnya kerjasama dalam masyarakat Y9 seperti pengusahaperusahaan, kelompok tani, koperasi, pedagang besar, penyalur saprodi, LSM dan pendapatan petani Y10. tidak mampu mengukur kinerja. Pemberdayaan masyarakat adalah proses pengembangan kesempatan, kemauan motivasi, dan kemampuan masyarakat untuk lebih mempunyai akses terhadap sumberdaya, sehingga meningkatkan kapasitasnya untuk menentukan masa depan sendiri dengan berpartisipasi dalam mempengaruhi dan mewujudkan kualitas kehidupan diri dan komunitasnya. Tujuan jangka pendek pemberdayaan sebaiknya jelas specific, terukur measurable, sederhana realistic, sehingga merupakan kondisi yang mendorong minat masyarakat untuk mewujudkannya achievable dalam waktu tertentu. Adanya program pemberdayaan masyarakat plasma secara baik dan merata di setiap desa akan dapat meningkatkan kemampuan masyarakat petani peserta PIR dalam pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang ada, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan . Tidak sedikit petani yang masih menggunakan cara-cara tradisional. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan ruang gerak petani terhadap fasilitas yang dimiliki sehingga membuat petani menjadi tertutup dan lambat dalam merespon perubahan yang terjadi di dunia luar. Selain itu petani mengalami keterbatasan pada akses informasi pertanian. Variabel kinerja berturut-turut dari yang paling besar pengaruhnya terhadap pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit adalah pemeliharaan tanaman Y5, pemanenan Y6, kemampuan pengembangan pemasaran Y7, pemilihan jenis bibitbenih Y2, penanaman Y3, sedangkan degradasi lahan Y1, penganeka ragaman jenis tanaman Y4, pengembangan kelompok Y8, serta tumbuhnya kerjasama dalam masyarakat Y9 dan pendapatan Y10 yang juga pengaruhnya tidak signifikan Gambar 23 .\ Juremi 2004 menyatakan bahwa keberhasilan usaha agribisnis yang dilakukan oleh petani memerlukan dukungan kelembagaan. Keberhasilan kelembagaan itu tidak hanya ditentukan oleh peran kelembagaan itu saja, tetapi juga memerlukan keterlibatan para petani secara aktif dalam kelembagaan bersangkutan. Jika peran kelembagaan dan keterlibatan petani belum optimal, maka kinerja kelembagaan sebagai salah satu sub sistem sulit diharapkan dukungannya dalam membentuk keragaan sistem agribisnis yang kondusif. Keragaan sistem agribisnis yang kurang kondusif bukan saja menyebabkan rendahnya produktivitas dan hasil produksi, tetapi juga menyebabkan rendahnya pendapatan petani. . Keterangan: X 1 = Kepastian Pemasaran, X 3= Peranan Institusi Lokal X 2 = Ketepatan dalam pemberian kebijakan X 4 = Pengaruh kepemimpinan lokal Insentif. X 5 = Peranan Kelompok Y 1 = Degradasi lahan Y2 = Pemilihan jenis bibit. Y 3 = Penanaman Y 4 = Penganeka ragaman jenis tan. Y 5 = Pemeliharaan tanaman Y 6 = Pemanenan Y 7 = Kemampuan pengembangan pemasaran Y 8 = Pengembangan kelompok Y 9 = Tumbuhnya kerjasama dalam masyarakat Y10= Pendapatan Gambar 23. T-Hitung pengaruh Pendukung keberhasilan Petani terhadap Kinerja terhadap pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit. Hasil analisis pada Gambar 23, menunjukkan bahwa dari t-hitung pada pengaruh pendukung keberhasilan petani X terhadap kinerja Y adalah sebesar 0.52 dan berbeda nyata t-hitung 6.12 1.96, artinya keberhasilan petani akan mampu meningkatkan kinerja. Pengaruh petani terhadap kinerja Perkebunan inti rakyat kelapa sawit pada gambar di atas terlihat bahwa variabel petani yang paling besar pengaruhnya terhadap pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit adalah kepastian pemasaran X1, ketepatan dalam pemberian kebijakan insentif X2, diikuti peranan institusi lokal X3. Sedangkan pengaruh kepemimpinan lokal X4, ketepatan dalam pemberian kebijakan insentif X2 , dan peranan kelompok X5 memberikan pengaruh yang lebih kecil terhadap keberhasilan petani. Variabel kinerja yang paling besar pengaruhnya terhadap pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit adalah pemeliharaan tanaman Y5, pemanenan Y6, kemampuan pengembangan pemasaran Y7, pemilihan jenis bibitbenih Y2, penanaman Y3. degradasi lahan Y1, penganeka ragaman jenis tanaman Y4, pengembangan kelompok Y8, serta tumbuhnya kerjasama dalam masyarakat yang juga pengaruhnya sama dengan koefisien pengaruh.

VIII. MEMBANGUN MODEL PENGELOLAAN PERKEBUNAN INTI RAKYAT KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN

Berdasarkan hasil analisis kebutuhan diperoleh gambaran kebutuhan berbagai pihak dalam pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit secara berkelanjutan. Sementara tahapan berikutnya, yaitu identifikasi masalah merupakan salah satu tahapan dalam aplikasi pendekatan sistem yang menghubungkan berbagai kepentingan dengan permasalahan yang dihadapi sebagai mata rantai yang digambarkan dalam bentuk diagram sebab akibat causal Loop. Pada dasarnya pembangunan perkebunan kelapa sawit dengan investasi besar dan pengelolaan yang intensif dan hal ini berbeda dengan kebanyakan perkebunan masyarakat yang kurang intensif pengelolaannya. Tetapi di sisi lain, masyarakat ingin meningkatkan taraf hidupnya dari sumberdaya alam yang ada di sekitar mereka sedangkan sumberdaya alam yang tersedia yang relatif terbatas, Perkebunan, termasuk perkebunan kelapa sawit adalah salah satu alternatif yang dapat dilakukan, namun juga perlu transfer pengetahuan kepada masyarakat. Namun demikian, idealnya pembangunan perkebunan kelapa sawit yang menguntungkan adalah pembangunan perkebunan yang berkelanjutan dan memiliki daya saing global pada seluruh subsistem penyusunnya, serta dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat banyak, utamanya masyarakat setempat. Pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit berkelanjutan memiliki interaksi sistem sosial, ekonomi, dan lingkungan. Ketiga sistem dan interaksinya tersebut disimplifikasi menjadi model pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit yang mencakup sub-model sosial , sub-model lingkungan, dan sub-model ekonomi. Guna memahami sistem tersebut dilakukan simplifikasi awal melalui diagram lingkar sebab-akibat causal loop, seperti disajikan pada Gambar 24. Gambar causal tersebut menunjukkan setiap sub-model memiliki keterkaitan sebab akibat. Sub-model sosial direpresentasikan oleh elemen penduduk, tenaga kerja, kesempatan kerja, kelembagaan dan kesejahteraan. Sub- model lingkungan direpresentasikan oleh konservasi, lahan kebun dan pemeliharaan kebun. Sementara sub-model nilai ekonomi direpresentasikan oleh elemen keuntungan, harga TBS dan produksi.

Dokumen yang terkait

Analisis Kehilangan Crude Palm Oil pada Pabrik Kelapa Sawit Bah Jambi PT. Perkebunan Nusantara IV

34 131 131

Language Disorder In Schizophrenia Patient: A Case Study Of Five Schizophrenia Paranoid Patients In Simeulue District Hospital

1 32 102

Local resource based model of peatland management on agroecology of oil palm plantations a case study on agroecology of smallholder oil palm plantations in the Regency of Bengkalis Meranti, Riau Province

1 32 201

Water resource conservation model on sustainable palm oil (Case study Sub watershed Lalindu, North Konawe, South East Sulawesi province )

1 51 197

Local resource-based model of peatland management on agroecology of oil palm plantations: a case study on agroecology of smallholder oil palm plantations in the Regency of Bengkalis-Meranti, Riau Province

0 21 387

SPATIAL PATTERN OF PALM OIL DEVELOPMENT IN NORT SUMATRA AND SOUTH KALIMANTAN A CASE STUDY OF ACTUAL UTILIZATION AND LAND HOLDING STATUS

0 3 15

Diversity and Dispersal of Amphibian in Palm Oil Agriculture Landscape Elements: Case Study PT. Kencana Sawit Indonesia (KSI), Solok Selatan District, West Sumatra

2 20 273

Model Of Sustainable Fishing Management In South Sulawesi

1 6 294

Sustainable agriculture management for palm oil productivity enhancement : a case study at Felda Wilayah Mempaga.

0 2 24

Assessment of Smallholders’ Barriers to Adopt Sustainable Practices: Case Study on Oil Palm (Elaeis Guineensis) Smallholders’ Certification in North Sumatra, Indonesia

0 0 29