DEGRADASI LAHAN TERKAIT PENGELOLAAN PERKEBUNAN INTI RAKYAT KELAPA SAWIT
Kemiringan lahan sangat berpengaruh terhadap kecepatan degradasi tanah karena gaya kinetik erosi akan semakin kuat. Jika tanah tidak mendapatkan
perlakuan konservasi, maka semakin lama akan semakin banyak tanah dan bahan organik di permukaan yang terbawa aliran permukaan menuju tempat yang lebih
rendah. Teixeiraa dan Misrac 2005 melaporkan bahwa kehilangan sedimen dan unsur hara akan meningkat seiring dengan peningkatan kelerengan dan energi
kinetik air hujan. Hal ini sesuai dengan kondisi di lokasi penelitian dimana pada lereng tengah memiliki kandungan hara yang paling rendah di bandingkan lereng
atas dan bawah. Pada lereng tengah merupakan jalur transportasi aliran permukaan yang membawa fraksi tanah dan bahan organik. Gaya kinetik terbesar
dari pergerakan aliran permukaan juga terjadi di lereng tengah. Terdapat empat fase dalam proses erosi Editorial 2005 yaitu: a pelepasan agregat dan percikan
akibat pukulan air hujan, b pengangkutan oleh aliran permukaan runoff, c pegendapan bahan di cekungan mikro micro-depression, dan d pengendapan di
cekungan makro dan dataran banjir floodplains. Pada masing-masing fase tersebut, C-org akan mengalami mineralisasi dan pencucian leaching yang
merupakan nilai koreksi terhadap selisih C-org di posisi awal, terhadap kandungan C-org di posisi akhir lokasi pengendapan
Tabel 13 . Selisih kandungan C-org , antara Kebun Inti dan Kebun Plasma terhadap Hutan, dengan Kedalaman 20-40 cm pada tahun tanam 1987,
1988 dan tahun tanam
Bagian 1987
1988 1989
Hutan Plasma
Inti Plasma
Inti Plasma
Inti Atas
0,24 0,40
-0,72 -0,37
-0,29 1,28
Tengah -0,24
0,88 0,48
-0,32 -2,63
-1,75 0,64
Bawah -1,04
-0,88 -0,48
-1,04 -1,59
-1,43 2,00
Bahan organik yang terdapat pada kedalaman 20-40 cm adalah dalam kondisi terlindungi protected organic material. Penurunan kandungan C-org
pada kedalaman tanah 20-40 cm tersebut lebih disebabkan oleh pencucian air perkolasi daripada proses mineralisasi. Pada kedalaman tersebut, proses
mineralisasi oleh mikrob tidak berlangsung optimal karena keterbatasan oksigen Lal 2003. Proses mineralisasi yang paling banyak terjadi hanya disebabkan oleh
A T
B
proses enzimatik. Tan 1998 melaporkan bahwa C-org tanah dengan kedalaman 20-40 cm sangat penting untuk memperbaiki struktur tanah, pengikat air, dan
pengikat unsur hara dalam bentuk ikatan kimia termasuk ikatan formasi kompleks complex formation. Harahap 1999 melaporkan bahwa distribusi perakaran
kelapa sawit rata-rata pada berbagai umur produktif yang terbesar ditemukan pada kedalaman 30 cm dari permukaan tanah. Dengan demikian, mempertahankan
kandungan C-org tanah pada kedalaman 20-40 cm sangat penting untuk dilakukan.
Pada Tabel 13, dapat diketahui bahwa tanah pada kedalaman 20-40 cm yang digunakan untuk kebun kelapa sawit, baik di lereng atas, tengah dan bawah
telah mengalami penurunan kandungan C-org tanah. Hanya pada kebun plasma tahun tanam 1987 di bagian atas dan kebun inti di bagian atas dan tengah tidak
terjadi penurunan kandungan C-org tanah, begitu juga bagian tengah kebun inti pada tahun tanam 1988 tidak terjadi penurunan. Artinya bahwa air perkolasi pada
kebun kelapa sawit tahun tanam 1987 dan 1988, yang sangat menentukan proses pencucian C-org dan hara yang lain, belum perlu menjadi perhatian khusus untuk
ditangani. Kebun kelapa sawit inti dan plasma keduanya memiliki respon erosi yang
bervariasi. Pada kebun inti, erosi masih dapat dikendalikan dengan baik, yang dapat diketahui dari akumulasi kandungan C-org, N, dan P di lereng tengah dan
belum mencapai lereng bawah. Sedangkan pada kebun plasma, erosi dapat dihambat dengan baik yang diketahui dari tingginya kandungan C-org, N, dan K
di lereng atas, meskipun hara P sudah tererosi ringan dan terakumulasi di lereng tengah. Pada kondisi alami, hutan dengan tutupan yang tidak rapat dan memiliki
kontur makro dan mikro yang lebih bervariasi masih dapat mengalami erosi yang lebih besar dibandingkan lahan yang datar seperti hamparan kebun kelapa sawit.
Kebun kelapa sawit inti dan plasma keduanya memiliki respon erosi yang bervariasi.
Tabel 14 . Selisih kandungan C-Organik, antara Kebun Inti dan Kebun Plasma terhadap Hutan, dengan Kedalaman 40-60 cm pada tahun tanam 1987,
1988 dan tahun tanam 1989
Bagian 1987
1988 1989
Hutan Plasma
Inti Plasma
Inti Plasma
Inti Atas
0,08 -0,32
0,08 -0,16
0,8 0,08
0,72 Tengah
-0,64 -0,32
0,12 0,16
-0,32 -0,08
0,88 Bawah
-0,4 0,32
-0.16 -0,16
0.96
Keberadaan C-org pada kedalaman 40-60 cm terjadi akibat proses pencucian dan pada saat proses pembentukan tanah. Pada proses pencucian, C-org
tersebut terangkut oleh air infiltrasi dan perkolasi dari lapisan atas hingga terdeposisi di lapisan 40-60 cm. C-org juga dapat terjadi pada saat pembentukan
tanah ketika bahan induk sedimen yang sudah bercampur dengan bahan organik melapuk menjadi tanah. Kondisi C-org pada kedalaman 40-60 cm lebih
terlindungi dibandingkan C-org pada lapisan di atasnya. Parameter C-org pada lapisan ini sebenarnya bukan penciri degradasi lahan karena bukan faktor penentu
pertumbuhan tanaman maupun penentu proses hidrologi lahan. Keberadaan C-org pada lapisan ini penting sebagai sumber energi bagi mikrob yg hidup di lapisan ini
sehingga menyehatkan perakaran. Pada saat terjadi pembalikan tanah soil turbation akibat pengaruh iklim, fauna, dan geologi, maka C-org di lapisan ini
dapat menjadi sumber C yang penting bagi perakaran kelapa sawit di lapisan atas. Pada kedalaman tanah 40-60 cm kebun kelapa sawit tahun tanam 1988,
tidak terjadi penurunan kandungan C-org tanah, baik di kebun plasma maupun kebun inti pada bagian lereng atas dan tengah. Sementara pada bagian lereng atas
tidak terjadi penurunan kandungan C-org tanah pada hampir semua kebun kelapa berbagai tahun tanam, kecuali tahun tanam 1987 Tabel 14.
Kedalaman 40-60 cm pada tahun tanam 1987 pada kebun inti telah terjadi penurunan kandungan C-org pada bagian atas, tengah dan bawah sebaliknya pada
tahun tanam 1988 tidak terjadi penurunan C-org. Pengelolaan lahan termasuk olah tanah konservasi dan pemupukan bahan organik menjadi salah satu kunci
terpeliharanya lahan dari degradasi dan menjamin keberlanjutan.
A T
B
Sedangkan kebun kelapa sawit tahun tanam 1989 bagian atas belum memperlihatkan tingkat penurunan kandungan C-org yang mengkhawatirkan
karena belum menampakkan perbedaan besar atas kandungan C-org, sementara di lereng tengah dan bawah, telah terjadi penurunan kandungan C-org Tabel 14.
Sementara hutan masih menunjukkan proses akumulasi hara di lereng bawahnya akibat erosi, meskipun kandungan hara yang tersisa di lereng atas dan tengah
masih lebih baik dibandingkan kebun kelapa sawit. Tabel 12 13 dan 14 disajikan data mengenai hasil analisa C-org tanah
pada berbagai kedalaman di lereng atas, tengah, dan bawah baik di hutan maupun pada kebun kelapa sawit pada berbagai umur tanam. Khusus pada hutan,
perbedaan kandungan hara ini menunjukkan telah terjadi erosi tanah di lapisan permukaan tanah top soil maupun di lereng atas. Pengangkutan hara yang terjadi
di hutan tidak saja terjadi akibat aliran permukaan runoff, melainkan juga akibat aliran perkolasi dan lateral air tanah. Pada tanah Podsolik, terdapat akumulasi liat
pada kedalaman tertentu yang mengakibatkan peningkatan berat isi tanah dan porositas tanah menjadi berkurang. Kondisi ini memungkinkan air sulit untuk
mengalir ke bawah sehingga mengakibatkan kondisi drainase tanah tersebut buruk. Apabila berada di tempat yang miring, maka air dengan cepat akan
mengalir ke bawah sehingga meningkatkan aliran permukaan dan lateral Kehilangan hara bukan hanya terjadi di lapisan atas tanah saja, melainkan
juga dapat terjadi di lapisan bawahnya. Hal ini dapat dimungkinkan karena air yang terinfiltrasi masuk ke dalam tanah dapat mengalami perkolasi maupun aliran
lateral di dalam tubuh tanah. Aliran tersebut dapat mengangkut material tanah dan hara yang dilaluinya. Kondisi tanah pada kebun kelapa sawit dengan tahun tanam
terakhir, yakni tahun tanam 1989 memiliki kesuburan yang lebih baik dibandingkan kebun dengan umur tanaman yang lebih tua. Kondisi ini terjadi baik
di kebun kelapa sawit inti maupun plasma sehingga dapat diketahui bahwa tanaman yang lebih lama ditanam akan menguras hara lebih banyak dibandingkan
tanaman yang lebih muda. Kebun sawit inti dengan tahun tanam 1987 dan 1989 memiliki kandungan
C-org, N, dan P di lereng atas lebih baik dibandingkan lereng bawahnya Tabel
16. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi tanah kebun inti di tahun awal penanaman mungkin lebih baik dibandingkan kebun plasma. Penurunan kualitas
tanah mungkin baru terjadi dalam kurun waktu terakhir dimana tanah yang sudah mengalami erosi mengalami tambahan tekanan akibat pengurasan hara oleh
tanaman. Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif menurun produktivitasnya dan telah mengalami degradasi lahan,
terutama terkait dengan sangat rendahnya kandungan karbon organik dalam tanah Kloepper, 1993, Pengelolaan lahan di kebun inti baik pengelolaan agronomi dan
pengelolaan tanah kondisinya lebih baik dibandingkan dengan kebun plasma. Kebun inti merupakan kawasan produksi utama suatu perusahaan sehingga akan
diberikan perhatian yang lebih baik untuk menjaga produktivitas lahan dan menjamin pasokan TBS untuk diolah menjadi CPO crude palm oil. Sedangkan
pada kebun kelapa sawit tahun tanam 1988 telah menunjukkan gradasi kualitas tanah dimana lereng atas memiliki kandungan C-org, N, P, dan K lebih rendah
dibandingkan lereng tengah dan bawah. Hal ini menunjukkan telah terjadi degradasi pada lapisan tanah 20-40 cm akibat aliran lateral tanah.
Tabel 15. Perbandingan Hasil Analisis Tanah pada Kedalaman 40-60 cm di Bagian Atas, Tengah dan Bawah pada Tahun Tanam 1987
No Bagian
C organik N Total
P-tersedia ppm P K-tersedia ppm K
KP KI
H KP
KI H
KP KI
H KP
KI H
1 Atas
0,80 0,4
0,72 0,09
0,04 0,07
2,50 3,2
3,10 0,12
0,78 0,12
2 Tengah
0,24 0,56
0,88 0,02
0,06 0,09
3,10 3,2
2,40 0,09
0,43 0,10
3 Bawah
0.96 0,56
0.96 0,10
0,06 0,10
3.60 3,6
2,40 0,13
0,56 0,14
Tanah pada kedalaman 40-60 cm biasanya tidak terlalu terpengaruh oleh perbedaan perlakuan pupuk yang diberikan di permukaan tanah. Perbedaan akan
terjadi jika air yang masuk dari permukaan dan membawa hara dari permukaan akan mengalir terus hingga kedalaman tanah 60 cm leaching. Akumulasi hara
dan C-org pada lapisan ini akan tergantung pada lamanya waktu dan kondisi sifat fisik tanah tekstur, porositas, permeabilitas, dan keberadaan lapisan kedappan..
Pada hutan dan kebun kelapa sawit tahun tanam 1987 dan 1988 telah terjadi pencucian hara hingga kedalaman 60 cm. Hal ini nampak dari kandungan
C-org, N, dan K pada lereng bawah yang lebih tinggi dibandingkan dengan lereng
di atasnya, kecuali pada unsur P. Pergerakan hara akibat aliran permukaan dan aliran air lateral bawah tanah akan menuju tempat di bawahnya yaitu di lereng
bawah. Seiring dengan waktu, akumulasi hara di lereng bagian bawah akan mengalami pencucian hingga dapat masuk ke lapisan 60 cm. Hara di lapisan atas
sangat penting untuk dimanfaatkan akar tanaman kelapa sawit. Kehilangan hara di lapisan atas akan mengurangi penyediaan hara tanah bagi kesuburan tanaman dan
menyebabkan tanah mengalami degradasi. Sementara pada kebun kelapa sawit tahun tanam 1989 belum mengalami
pencucian hara akibat aliran lateral maupun aliran perkolasi. Hal ini nampak dari kandungan C-org, N, P dan K pada tanah di lereng atas yang lebih besar
dibandingkan pada tanah di lereng bawah. Umur tanaman yang lebih muda dibandingkan yang lain kemungkinan menjadi penyebab kondisi ini. Pada umur
tanaman yang lebih muda, pencucian hara akibat perkolasi dan aliran lateral belum sampai menguras hara pada kedalaman 60 cm ini. Sementara pada hutan
sudah terjadi akumulasi hara di lereng bawah. Perbandingan CN rasio tinggi pada hampir semua kedalaman tanah dan
tahun tanam menunjukkan bahwa bahan organik belum terurai secara sempurna. Agar dapat dimanfaatkan oleh tanaman, bahan organik akan diurai oleh
mikroorganisme menjadi senyawa sederhana sehingga kation-kation mudah dilepaskan dan tersedia bagi tanaman. Dengan CN rasio yang masih tinggi
mikroorganisme pengurai tidak akan mendekomposisi bahan tersebut lebih dulu, melainkan akan menyerap sumber C-org dan unsur hara dari lingkungan
sekitarnya untuk pertumbuhannya dan energinya Novra 2001. Upaya pengelolaan kebun kelapa sawit yang tepat, terpadu, dan
berkesinambungan merupakan upaya yang mutlak dilakukan. Menjaga permukaan tanah tetap tertutup baik secara vegetatif maupun aplikasi bahan pembenah tanah
dari sisa panen, pemupukan yang rasional, dan membuat bangunan konservasi tanah dan air Poeloengan et al., 2002, sehingga degradasi tanah dapat ditekan
dan produktivitas lahan dapat ditingkatkan ke arah potensi hasil sesuai dengan kelas kemampuan dan kesesuaian lahannya.
Degradasi lahan merupakan akibat dari hubungan yang saling terkait antara alam, manusia, kelembagaan dan kebijakan pemerintah Dixon et al.; Ibaga
1989 dalam Novra 2007. Faktor kebijakan pemerintah dan kelembagaan dalam degradasi lahan dapat dilihat pada sudut pandang perencanaan, pelayanan,
pelaksanaan dan control terhadap suatu program Mundita 1999. Kondisi ini terjadi baik di kebun kelapa sawit inti maupun plasma sehingga dapat diketahui
bahwa tanaman yang lebih lama ditanam akan menguras hara lebih banyak dibandingkan tanaman yang lebih muda. Apabila kebun kelapa sawit dengan
tahun tanam 1987 sudah mengalami penurunan produktivitas, maka perlu dipertimbangkan untuk diremajakan kembali. Hal ini terkait dengan prinsip
efisiensi karena selain produktivitasnya menurun, kandungan hara tanah juga akan lebih cepat terkuras. Tanah yang miskin hara dan bahan organik akan rentan
terhadap erosi dan degradasi lahan. Menurut Sanim 2001, faktor alam yang mendorong degradasi lahan
seperti iklim, topografi lahan dan vegetasi, sedangkan faktor manusia yang berpengaruh termasuk keputusan sistem produksi dan eksploitasi penggunaan
sumberdaya alam secara berlebihan tanpa adanya rehabilitasi tanah yang terdegradasi. Lima proses utama yang mengakibatkan terjadinya degradasi, yaitu:
menurunnya bahan kandungan bahan organik tanah, perpindahan liat, memburuknya struktur dan pemadatan tanah, erosi tanah, deplesi dan pencucian
unsur hara Firman 2003. Khusus untuk tanah-tanah tropika basah terdapat tiga proses penting yang menyebabkan terjadinya degradasi tanah, yaitu:
1. Degradasi fisik yang berhubungan dengan memburuknya struktur tanah sehingga memicu pemadatan tanah, meningkatkan aliran permukaan, dan
mempercepat erosi, 2. Degradasi kimia yang berhubungan dengan terganggunya siklus C, N, P, S, K,
dan unsur-unsur logam berat lainnya, dan 3. Degradasi biologi yang berhubungan dengan menurunya kualitas dan
kuantitas bahan organik tanah, aktivitas biotik dan keragaman spesies fauna.