Kondisi tanah dan topografi
Kandungan C-org tanah pada perkebunan kelapa sawit telah mengalami penurunan dibandingkan dengan hutan Tabel 12. Hal ini disebabkan karena
siklus C-org di perkebunan kelapa sawit berbeda dengan hutan. Sumber C-org yang berasal dari sisa biomassa di perkebunan kelapa sawit lebih sedikit
dibandingkan dengan hutan baik dari segi jumlah maupun keragaman jenis biomassnya. Pengolahan tanah di perkebunan kelapa sawit dapat menyebabkan
tersingkapnya bahan organik protected organic material sehingga membuka akses intervensi mikroba dan proses enzimatik dan selanjutnya memmpengaruhi
peningkatan laju mineralisasi. Pengecualian terjadi pada perkebunan kelapa sawit tahun tanam 1997 di
lereng atas dimana pada kebun inti dan plasma memiliki kandungan C-org yang lebih tinggi dibandingkan dengan hutan. Hal ini dapat terjadi jika pengelolaan sisa
biomassa di kebun dilakukan secara intensif disertai dengan teknik konservasi lainnya sehingga dapat menekan laju kehilangan C-org tanah akibat erosi maupun
mineralisasi. Tabel 12. Selisih Kandungan C-org , antara Kebun Inti dan Kebun Plasma
Terhadap Hutan, dengan Kedalaman 0-20 cm pada tahun tanam 1987 1988 dan tahun tanam 1989
Bagian 1987
1988 1989
Hutan Plasma
Inti Plasma
Inti Plasma
Inti Atas
0,19 0,19
0,03 -0,21
-0,37 -0,29
1,33 Tengah
-2,15 -1,19
-1,99 -2,63
-1,75 2,87
Bawah -1,59
-0.95 -0,40
-1,51 -1,59
-1,43 2,55
Keterangan A = Atas, T = Tengah, B = Bawah
Kandungan C-org tanah di hutan lebih besar dibandingkan dengan kebun kelapa sawit baik di kebun inti maupun plasma Tabel 12 , artinya bahwa kualitas
tanah di hutan masih jauh lebih baik dibandingkan dengan kualitas tanah di kebun kelapa sawit. Hal ini terjadi karena siklus C-org di hutan lebih baik dibandingkan
dengan kebun kelapa sawit yang ditentukan oleh kualitas dan kuantitas sumber C- org dari vegetasi dan fauna tanah hutan untuk tanah. Sementara di kebun kelapa
sawit telah terjadi pengurasan C-org akibat pengolahan tanah dan perubahan vegetasi penutup tanah yang meningkatkan proses mineralisasi dan pencucian C-
A T
B
org tanah. Apabila hal ini dibiarkan saja, maka besar kemungkinan tanah di kebun kelapa sawit akan mengalami degradasi. Untuk mengatasinya diperlukan
manajemen pengelolaan kebun yang lebih baik dengan cara meningkatkan sumber C-org tanah dari sisa biomassa insitu maupun tambahan sumber C-org dari luar.
Kaihura et al. 1999 melaporkan bahwa penambahan pupuk kandang farmyard manureFYM sangat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas tanah di
Tanzania dan mengurangi erosi dibandingkan dengan penambahan pupuk anorganik N dan P. Kegiatan pengangkutan biomassa selain tandan buah segar
TBS ke luar lahan harus ditekan seminimal mungkin. Penerapan teknik konservasi yang berbasis pengurangan tenaga kinetik hujan, penyimpanan air,
pengurangan laju aliran permukaan, dan peningkatan bahan organik tanah juga penting untuk dilaksanakan.
Meskipun demikian, secara umum kandungan C-org tanah hutan di lereng atas masih tergolong rendah, sedangkan pada lereng tengah dan bawah tergolong
sedang. Hutan pada bagian atas memiliki kandungan C-org, yang lebih tinggi dibandingkan kebun kelapa sawit, tetapi kedua jenis penggunaan lahan tersebut
juga mengalami pengangkutan lebih besar ke lereng di bawahnya akibat erosi Tabel 12. Tanpa tindakan pengelolaan yang baik, tanah di hutan justru akan
lebih cepat terdegradasi dibandingkan lahan yang dikelola untuk perkebunan sawit. Hal ini bisa terjadi akibat pengelolaan lahan yang berbeda dimana
hamparan kebun kelapa sawit memiliki relief relatif lebih datar dan rata karena telah dimanipulasi untuk kepentingan pengelolaan tanaman sehingga menghambat
terbentuknya aliran permukaan. Sementara hutan dengan relief yang lebih bervariasi tidak mendapatkan tindakan manipulasi lahan seperti pada kebun
kelapa sawit. Dari data di atas dapat diindikasikan bahwa telah terjadi kecenderungan
penurunan kualitas hutan yang disebabkan oleh erosi. Kegiatan rehabilitasi dan restorasi hutan penting untuk diterapkan agar fungsi hidroorologi hutan dan fungsi
penyeimbang ekosistem dapat pulih dan lestari. Fungsi hutan sangat penting untuk menjaga keberlanjutan lahan pertanian terutama yang terletak di sekitar hutan
tersebut.
Kemiringan lahan sangat berpengaruh terhadap kecepatan degradasi tanah karena gaya kinetik erosi akan semakin kuat. Jika tanah tidak mendapatkan
perlakuan konservasi, maka semakin lama akan semakin banyak tanah dan bahan organik di permukaan yang terbawa aliran permukaan menuju tempat yang lebih
rendah. Teixeiraa dan Misrac 2005 melaporkan bahwa kehilangan sedimen dan unsur hara akan meningkat seiring dengan peningkatan kelerengan dan energi
kinetik air hujan. Hal ini sesuai dengan kondisi di lokasi penelitian dimana pada lereng tengah memiliki kandungan hara yang paling rendah di bandingkan lereng
atas dan bawah. Pada lereng tengah merupakan jalur transportasi aliran permukaan yang membawa fraksi tanah dan bahan organik. Gaya kinetik terbesar
dari pergerakan aliran permukaan juga terjadi di lereng tengah. Terdapat empat fase dalam proses erosi Editorial 2005 yaitu: a pelepasan agregat dan percikan
akibat pukulan air hujan, b pengangkutan oleh aliran permukaan runoff, c pegendapan bahan di cekungan mikro micro-depression, dan d pengendapan di
cekungan makro dan dataran banjir floodplains. Pada masing-masing fase tersebut, C-org akan mengalami mineralisasi dan pencucian leaching yang
merupakan nilai koreksi terhadap selisih C-org di posisi awal, terhadap kandungan C-org di posisi akhir lokasi pengendapan
Tabel 13 . Selisih kandungan C-org , antara Kebun Inti dan Kebun Plasma terhadap Hutan, dengan Kedalaman 20-40 cm pada tahun tanam 1987,
1988 dan tahun tanam
Bagian 1987
1988 1989
Hutan Plasma
Inti Plasma
Inti Plasma
Inti Atas
0,24 0,40
-0,72 -0,37
-0,29 1,28
Tengah -0,24
0,88 0,48
-0,32 -2,63
-1,75 0,64
Bawah -1,04
-0,88 -0,48
-1,04 -1,59
-1,43 2,00
Bahan organik yang terdapat pada kedalaman 20-40 cm adalah dalam kondisi terlindungi protected organic material. Penurunan kandungan C-org
pada kedalaman tanah 20-40 cm tersebut lebih disebabkan oleh pencucian air perkolasi daripada proses mineralisasi. Pada kedalaman tersebut, proses
mineralisasi oleh mikrob tidak berlangsung optimal karena keterbatasan oksigen Lal 2003. Proses mineralisasi yang paling banyak terjadi hanya disebabkan oleh
A T
B