ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENENTU KINERJA MASYARAKAT DAN INSTITUSI LOKAL YANG

VIII. MEMBANGUN MODEL PENGELOLAAN PERKEBUNAN INTI RAKYAT KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN

Berdasarkan hasil analisis kebutuhan diperoleh gambaran kebutuhan berbagai pihak dalam pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit secara berkelanjutan. Sementara tahapan berikutnya, yaitu identifikasi masalah merupakan salah satu tahapan dalam aplikasi pendekatan sistem yang menghubungkan berbagai kepentingan dengan permasalahan yang dihadapi sebagai mata rantai yang digambarkan dalam bentuk diagram sebab akibat causal Loop. Pada dasarnya pembangunan perkebunan kelapa sawit dengan investasi besar dan pengelolaan yang intensif dan hal ini berbeda dengan kebanyakan perkebunan masyarakat yang kurang intensif pengelolaannya. Tetapi di sisi lain, masyarakat ingin meningkatkan taraf hidupnya dari sumberdaya alam yang ada di sekitar mereka sedangkan sumberdaya alam yang tersedia yang relatif terbatas, Perkebunan, termasuk perkebunan kelapa sawit adalah salah satu alternatif yang dapat dilakukan, namun juga perlu transfer pengetahuan kepada masyarakat. Namun demikian, idealnya pembangunan perkebunan kelapa sawit yang menguntungkan adalah pembangunan perkebunan yang berkelanjutan dan memiliki daya saing global pada seluruh subsistem penyusunnya, serta dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat banyak, utamanya masyarakat setempat. Pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit berkelanjutan memiliki interaksi sistem sosial, ekonomi, dan lingkungan. Ketiga sistem dan interaksinya tersebut disimplifikasi menjadi model pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit yang mencakup sub-model sosial , sub-model lingkungan, dan sub-model ekonomi. Guna memahami sistem tersebut dilakukan simplifikasi awal melalui diagram lingkar sebab-akibat causal loop, seperti disajikan pada Gambar 24. Gambar causal tersebut menunjukkan setiap sub-model memiliki keterkaitan sebab akibat. Sub-model sosial direpresentasikan oleh elemen penduduk, tenaga kerja, kesempatan kerja, kelembagaan dan kesejahteraan. Sub- model lingkungan direpresentasikan oleh konservasi, lahan kebun dan pemeliharaan kebun. Sementara sub-model nilai ekonomi direpresentasikan oleh elemen keuntungan, harga TBS dan produksi. Gambar 24.Causal loop model pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit berkelanjutan. Sistem dinamik yang dibangun merepresentasikan hubungan saling bergantung dipengaruhi dan mempengaruhi; atau umpan balik feedback. Hubungan saling mempengaruhi ini dalam pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit berkelanjutan, menunjukkan tiga aspek utama pengelolaan kelapa sawit yaitu: kondisi kesejahteraan masyarakat yang dicerminkan indeks kesejahteraan tenaga kerja; lingkungan yang dicerminkan indeks pemeliharaan kebun; dan nilai ekonomi yang dicerminkan oleh harga TBS, biaya panen, biaya pemeliharaan kebun yang secara langsung dan tidak langsung saling mempengaruhi. Pemicu permasalahan ini adalah bertambahnya jumlah penduduk, yang selain menurunkan kondisi lingkungan, juga meningkatkan penggunaan dan kebutuhan lain yang terkait dengan keuntungan diperoleh. Untuk mencapai kondisi yang diharapkan ini, dapat dilakukan pemeliharaan kebun dan peningkatan kualitas panen, serta perbaikan biaya panen, angkut dan olah, untuk meningkatkan harga jual TBS. Ketersediaan dana hasil penjualan TBS tersebut secara langsung akan meningkatkan kondisi ekosistem melalui alokasi dana pemeliharaan baik berupa penyiangan maupun pemupukan antara tenaga kerja penduduk - + kesempatan kerja - + kesejahteraan produksi lahan kebun keuntungan pemeliharaan kebun + + harga tbs + konservasi + + + + + + + kelembagaan + - + + lain dengan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam setiap tahap pengelolaan perkebunan kelapa sawit pola inti-plasma, Sistem yang dibangun menunjukkan adanya suatu putaran umpan balik yang positif positive feedback loop yang saling menguatkan, yaitu: keuntungan sangat terkait dengan luas lahan dan berpengaruh dengan biaya ongkos angkut, pemeliharaan kebun serta produktifitas kelapa sawit. Putaran yang saling menguatkan ini sangat strategis, dan perlu dipelihara keberlangsungannya. Putaran umpan balik penting lainnya adalah yang dimulai dengan adanya kesenjangan pelayanan gap of services meningkatkan pengembangan serta operasi dan pemeliharaan, yang meningkatkan kinerja pengelolaan perkebunan kelapa sawit, dan meningkatkan pengelolaan sumber perkebunan kelapa sawit, sehingga kesenjangan akan berkurang. Putaran umpan balik ini merupakan putaran yang mencari kestabilan, yaitu titik optimal pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang dapat dilaksanakan dengan ketersediaan benefit keuntungan, teknologi, dan sumber daya manusia. Gambaran di atas menunjukkan pentingnya peran lembaga PT. Perkebunan Nusantara VII yang mampu secara tehnis melakukan pemeliharaan melalui baik pada waktu tanaman belum menghasilkan maupun tanaman menghasilkan. Gambar 25. Stock-flow diagram model pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit berkelanjutan Semua sub-model tersebut ditransformasi menjadi stock flow diagram SFD sebagai penjabaran causal loop tersebut disajikan dalam Gambar 25. Perilaku sub-model dijabarkan dalam aliran energi dan informasi dalam SFD dengan pendekatan matematis. Penyusunan SFD dan pendekatan matematisnya dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Powersim Studio 2005 E. 8.1. Model Pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit berkelanjutan. 8.1.1.Sub-Model Sosial Kependudukan Sub-sistem sosial kependudukan terdiri dari parameter utama berupa jumlah penduduk dan indeks kesempatan kerja dan indeks kesejahteraan tenaga kerja. Parameter turunan pertambahan jumlah penduduk merupakan agregat dari adanya pertumbuhan penduduk berupa kelahiran dan imigrasi, serta pengurangan jumlah penduduk yang terdiri dari kematian dan emigrasi. Penduduk dibedakan berdasarkan luas lahan kebun dari dari tenaga kerja perkebunan sebagai penentu kesejahteraan tenaga kerja Penduduk diklasifikasi menjadi penduduk, penduduk diwilayah perkebunan kelapa sawit yakni kecamatan Muara Enim, Ujan Mas, Gunung Megang, Rambang dangku kabupaten Muara Enim. Stock flow diagram sub-model sosial kependudukan disajikan dalam Gambar 25. Gambar 26. Skenario perkembangan penduduk dan tenaga kerja. 0 1 Ja n 2 0 1 0 0 1 Ja n 2 0 2 0 0 1 Ja n 2 0 3 0 0 1 Ja n 2 0 4 0 5 0 . 0 0 0 1 0 0 . 0 0 0 1 5 0 . 0 0 0 2 0 0 . 0 0 0 2 5 0 . 0 0 0 Pe n d u d u k Te n a g a Ke rja Pe rk e b u T h P e n d u d u k ji w a Sementara indeks kesejahteraan tenaga kerja merupakan perbandingan ketersediaan jumlah tenaga kerja yang dapat mengelola kebun dengan ketersediaan lahan kebun. Kebutuhan ideal sebesar 2 orang tenaga kerja per ha luas kebun, atau setara dengan indeks 1 2 orang berbanding 1 ha. Luas lahan kebun akan meningkat jika indeks pemeliharaan di atas 1 tersedia tenaga kerja dan didorong adanya biaya operasional berupa biaya konservasi Gambar 26. Gambar 27. Hasil simulasi kesejahteraan dan kesempatan tenaga kerja. Ketersediaan tenaga kerja, dapat dilihat pada indeks pemeliharaan dan perkembangan luas lahan kebun disajikan dalam Gambar 27. Pada gambar tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan kebutuhan tenaga kerja di sektor perkebunan kelapa sawit karena adanya peningkatan luas areal . Indeks kesejahteraan tenaga kerja pada tahun 2010 sebesar 0,36 dengan indek kesempatan kerja 0,25 dan terus cenderung menurun disektor lain karena terserap di sektor perkebunan, hal ini disebabkan produktifitas dan harga kelapa sawit yang selalu meningkat pada indeks kesempatan kerja menjadi 0,88 pada tahun 2040 dan terus menurun pada indeks kesempatan kerja 0,18 pada tahun 2040 Tabel 19, hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk sementara areal perkebunan kelapa sawit relatif tetap, seperti terlihat pada gambar 27 dan Tabel 19. 0 1 Ja n 2 0 1 0 0 1 Ja n 2 0 2 0 0 1 Ja n 2 0 3 0 0 1 Ja n 2 0 4 0 0 , 0 0 , 5 1 , 0 1 , 5 2 , 0 Tabel 19. Indeks Kesejahteraan Tenaga Kerja dan Indeks Kesempatan Kerja 2010-2040 Sementara pertumbuhan kelompok tani meningkat dari 30 kelompok tani tahun 2010 meningkat 114 pada tahun 2040 Gambar 28. Gambar 28. Hasil simulasi perkembangan kelompok tani 2010-2040.

8.1.2. Sub-Model Ekonomi

Sub-model ekonomi terdiri dari parameter utama berupa elemen biaya produksi, hasil produksi dan keuntungan produksi. Hasil simulasi keuntungan menunjukkan prediksi peningkatan keuntungan oleh hasil penjualan TBS. Peningkatan tersebut diikuti oleh adanya peningktan hasil penjualan. Hal ini menimbulkan kesenjangan gap antara kebutuhan dan ketersediaan kelapa sawit. Penyebab kesenjangan tersebut antara lain disebabkan adanya produktifitas yang kurang optimal CR 1 dan pencapaian produksi yang rendah, serta cenderung terus menurun Gambar 29. Time I ndeks Kesejaht eraan TK Kelompok Tani I ndeks Kesempat an Kerja Lahan Kebun Plasma 01 Jan 2010 01 Jan 2015 01 Jan 2020 01 Jan 2025 01 Jan 2030 01 Jan 2035 01 Jan 2040 0, 36 0, 42 0, 49 0, 56 0, 65 0, 76 0, 88 30, 00 44, 07 58, 14 72, 21 86, 28 100, 35 114, 41 0, 25 0, 24 0, 23 0, 21 0, 20 0, 19 0, 18 12. 200, 00 12. 200, 00 12. 200, 00 12. 200, 00 12. 200, 00 12. 200, 00 12. 200, 00 0 1 Ja n 2 0 1 0 0 1 Ja n 2 0 1 5 0 1 Ja n 2 0 2 0 0 1 Ja n 2 0 2 5 0 1 Ja n 2 0 3 0 0 1 Ja n 2 0 3 5 0 1 Ja n 2 0 4 0 5 0 1 0 0 Gambar 29. Hasil simulasi hasil penjualan TBS, Biaya produksi dan benefit Hasil simulasi Gambar 29 dan Tabel 21 menunjukkan pencapaian keuntungan total saat ini sekitar Rp 180.127.115.972,63 pada tahun 2010 dan Rp 452.020.814.377,16 pada tahun 2040, begitu juga biaya produksi tahun 2010 Rp.167.759.468.131,13 beban biaya produksi yang terus meningkat pada tahun 2040 sebesar Rp.419.950.190.340,78 Beban biaya ini terdiri dari biaya panen, angkut serta perbaikan prasarana lainnya. Semua biaya tersebut digabungkan menjadi beban biaya produksi. Tabel 20. Hasil simulasi perkembangan hasil penjualan, biaya produksi dan benefit.

8.1.3. Sub-Model Lingkungan

Sub-model lingkungan terdiri dari parameter utama berupa elemen biaya konservasi, luas lahan kebun dan pemeliharaan kebun. Biaya konservasi merupakan biaya untuk mendorong produktivitas melalui peningkatan lahan 0 1 Ja n 2 0 1 0 0 1 Ja n 2 0 2 0 0 1 Ja n 2 0 3 0 0 1 Ja n 2 0 4 0 2 5 0 . 0 0 0 . 0 0 0 . 0 0 0 5 0 0 . 0 0 0 . 0 0 0 . 0 0 0 7 5 0 . 0 0 0 . 0 0 0 . 0 0 0 Ha s il Pe n ju a la n TBS Bia y a Pro d u k s i Be n e f it Time Hasil Penjualan TBS Biay a Produksi Benef it 01 Jan 2010 01 Jan 2015 01 Jan 2020 01 Jan 2025 01 Jan 2030 01 Jan 2035 01 Jan 2040 347. 886. 584. 103, 76 405. 460. 411. 776, 02 472. 562. 454. 553, 97 550. 769. 586. 582, 67 641. 919. 646. 574, 38 748. 154. 626. 007, 34 871. 971. 004. 717, 94 167. 759. 468. 131, 13 195. 481. 425. 584, 57 227. 784. 387. 815, 92 265. 425. 357. 818, 61 309. 286. 432. 001, 08 360. 395. 471. 653, 95 419. 950. 190. 340, 78 180. 127. 115. 972, 63 209. 978. 986. 191, 46 244. 778. 066. 738, 05 285. 344. 228. 764, 07 332. 633. 214. 573, 30 387. 759. 154. 353, 39 452. 020. 814. 377, 16 kebun. Biaya konservasi diambil dari keuntungan sebesar 1. Sementara indeks pemeliharaan merupakan perbandingan ketersediaan jumlah tenaga kerja yang dapat mengelola kebun. Kebutuhan ideal sebesar 2 orang tenaga kerja per ha luas kebun, atau setara dengan indeks 1 2 orang berbanding 1 ha. Luas lahan kebun akan meningkat jika indeks pemeliharaan di atas 1 tersedia tenaga kerja dan didorong adanya biaya operasional berupa biaya konservasi. Biaya konservasi yang disisihkan dari keuntungan, indeks pemeliharaan dan perkembangan luas lahan kebun disajikan dalam Gambar 30. Gambar 30 menunjukan terjadinya peningkatan biaya konservasi karena adanya peningkatan keuntungan secara keseluruhan. Biaya konservasi pada tahun 2010 dialokasikan sebesar Rp 1.801.271.159,73 dan terus meningkat menjadi Rp 4.384.575.338,50 pada tahun 2040. Gambar 30. Hasil simulasi biaya konservasi. Indeks pemeliharaan pada tahun 2010 berada di sekitar angka 2 yang berarti terdapat 2 kali lipat jumlah tenaga kerja dari kebutuhan ideal yang diperlukan lahan kebun. Hal ini akan terus meningkat mendekati angka 3 pada tahun 2040, karena didorong oleh adanya pertumbuhan penduduk yang melahirkan angkatan kerja baru setiap tahunnya Gambar 31. Sementara luas lahan kebun relatif tidak berkembang secepat pertambahan penduduk. 0 1 Ja n 2 0 1 0 0 1 Ja n 2 0 2 0 0 1 Ja n 2 0 3 0 0 1 Ja n 2 0 4 0 1 . 0 0 0 . 0 0 0 . 0 0 0 2 . 0 0 0 . 0 0 0 . 0 0 0 3 . 0 0 0 . 0 0 0 . 0 0 0 4 . 0 0 0 . 0 0 0 . 0 0 0 Gambar 31 . Indeks pemeliharaan kebun 2010-2040 Meskipun demikian, lahan kebun bertambah luas dengan adanya biaya konservasi. Lahan kebun pada tahun 2010 seluas 17.962, 05 ha akan meningkat menjadi 18.065,38 ha pada tahun 2040 Gambar 32 dan Tabel 21. Gambar 32. Perkembangan Lahan kebun 2010-2040 Luas lahan meningkat setiap 10 tahun sangat significan, karena didorong akan bertambahnya kebutuhan karena bertambahnya penduduk 0 1 Ja n 2 0 1 0 0 1 Ja n 2 0 2 0 0 1 Ja n 2 0 3 0 0 1 Ja n 2 0 4 0 0 , 0 0 , 5 1 , 0 1 , 5 2 , 0 2 , 5 I n d e k s Pe m e lih a ra a n I n d e k s 0 1 Ja n 2 0 1 0 0 1 Ja n 2 0 1 5 0 1 Ja n 2 0 2 0 0 1 Ja n 2 0 2 5 0 1 Ja n 2 0 3 0 0 1 Ja n 2 0 3 5 0 1 Ja n 2 0 4 0 1 7 . 9 0 0 1 7 . 9 5 0 1 8 . 0 0 0 1 8 . 0 5 0

Dokumen yang terkait

Analisis Kehilangan Crude Palm Oil pada Pabrik Kelapa Sawit Bah Jambi PT. Perkebunan Nusantara IV

34 131 131

Language Disorder In Schizophrenia Patient: A Case Study Of Five Schizophrenia Paranoid Patients In Simeulue District Hospital

1 32 102

Local resource based model of peatland management on agroecology of oil palm plantations a case study on agroecology of smallholder oil palm plantations in the Regency of Bengkalis Meranti, Riau Province

1 32 201

Water resource conservation model on sustainable palm oil (Case study Sub watershed Lalindu, North Konawe, South East Sulawesi province )

1 51 197

Local resource-based model of peatland management on agroecology of oil palm plantations: a case study on agroecology of smallholder oil palm plantations in the Regency of Bengkalis-Meranti, Riau Province

0 21 387

SPATIAL PATTERN OF PALM OIL DEVELOPMENT IN NORT SUMATRA AND SOUTH KALIMANTAN A CASE STUDY OF ACTUAL UTILIZATION AND LAND HOLDING STATUS

0 3 15

Diversity and Dispersal of Amphibian in Palm Oil Agriculture Landscape Elements: Case Study PT. Kencana Sawit Indonesia (KSI), Solok Selatan District, West Sumatra

2 20 273

Model Of Sustainable Fishing Management In South Sulawesi

1 6 294

Sustainable agriculture management for palm oil productivity enhancement : a case study at Felda Wilayah Mempaga.

0 2 24

Assessment of Smallholders’ Barriers to Adopt Sustainable Practices: Case Study on Oil Palm (Elaeis Guineensis) Smallholders’ Certification in North Sumatra, Indonesia

0 0 29