. Perumusan Masalah Konsep system Dinamik 23

8 memenuhi aspek biofisik, ekonomi dan sosial dengan indikator produksi TBS rata-rata 25,83 tonhath, diiringi dengan rendahnya degradasi lahan dan rendahnya penurunan daya dukung lingkungan, masing-masing sebesar 0,03- 0,08 dan 0,02-0,01. Pendapatan petani rata-rata sebesar Rp 22.859.950,- hath dan pendapatan masyarakat sekitar kebun rata-rata sebesar Rp 16.845,025,-hath yang melebihi tingkat upah minimum regional provinsi. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia tercermin dari tingkat pendidikan yang disetarakan dengan pendapatan yang diperoleh sebagai tenaga kerja di perkebunan kelapa sawit mencapai Rp 55.000.000,-th. Menurut Iswati 2004, pola PIR-Trans kelapa sawit merupakan pelaksanaan pembangunan perkebunan kelapa sawit yang menjadi tanggung jawab petani. Untuk mewujudkan tanggung jawab tersebut diperlukan upaya untuk merubah perilaku dan memotivasi petani melalui suatu organisasi petani yaitu kelompok tani dan KUD. Tetapi kemampuan kelompok tani masih relatif rendah dan peranan KUD belum efektif, sehingga menyebabkan petani plasma tidak mampu mengelola kebunnya secara berkelanjutan. Hal ini mengakibatkan produksi rendah, tanah mengalami degradasi sifat kimia, fisika, biologi tanah, dan pada akhirnya mempengaruhi rendahnya pendapatan petani. Oleh sebab itu pengelolaan kebun yang kurang memperhatikan masalah lingkungan terutama sumber daya tanah dan air berkontribusi besar terhadap penurunan kualitas lingkungan. Pentingnya aspek kemitraan usaha ini sudah sejak lama disadari tidak hanya oleh para ahli ekonomi tetapi juga oleh pemerintah, hal ini antara lain dapat ditelusuri dari beberapa kebijakan atau peraturan pemerintah tentang kemitraan usaha. Sejak pertengahan 1970-an hingga awal 1980-an telah dikeluarkan peraturan-peraturan tentang kemitraan usaha melalui pola perusahaan inti rakyat PIR, seperti: PIR-perkebunan, PIR-perunggasan, tambak inti rakyat, tebu inti rakyat, dan kemitraan usaha di bidang hortikultura. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan, secara prinsip kemitraan usaha tetap diarahkan untuk dapat berlangsung atas dasar norma-norma ekonomi yang berlaku dalam keterkaitan usaha yang saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Kemudian ditindaklanjuti melalui SK Mentan No. 940KptsOT.210101997 tentang 9 Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, dikatakan bahwa tujuan kemitraan usaha pertanian antara lain untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumberdaya mitra, peningkatan skala usaha, serta dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra yang mandiri. Dalam sistem agribisnis di Indonesia, terdapat enam bentuk kemitraan antara petani dengan pengusaha besar Sumardjo et al. 2004 yaitu: 1 Pola Kemitraan Inti Plasma, 2 Pola Kemitraan Subkontrak, 3 Pola Kemitraan Dagang Umum, 4 Pola Kemitraan Keagenan, 5 Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis, dan 6 Pola Kemitraan Usaha Pertanian. Wigena 2009, interaksi yang sinergis dari aspek lingkungan, ekonomi dan sosial mampu menciptakan kondisi pengelolaan perkebunan yang berkelanjutan yang ciri-cirinya dapat dilihat dari tiga aspek.yaitu: 1 ekologis berupa terpeliharanya kualitas lingkungan atau terkendalinya tingkat pencemaran lingkungan sehingga kualitas hidup petani semakin membaik, 2 ekonomi berupa meningkatnya pendapatan petani untuk memenuhi kebutuhan hidup petani yang mengarah pada tingkat kesejahteraan yang lebih baik, 3 sosial yang meliputi a manusiawi dimana gejolak sosial seperti tingkat kriminalitas dan konflik menurun, kinerja lembaga sosial desa membaik, produktivitas tenaga kerja meningkat dan lain-lain, b berkeadilan dimana semua stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan merasakan manfaat dari keberadaan kebun sawit tersebut, dan c bersifat fleksibel atau kondisi luwes yang menggambarkan bahwa apa yang sudah dicapai tersebut tidak mudah goyah melainkan punya toleransi tinggi dan mampu bertahan terhadap perubahan kondisi, baik kondisi eksternal maupun internal yang dinamis. Penerapan pendekatan sistem dalam pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit pada hakekatnya untuk harmonisasi dari tiga aspek, yakni aspek ekonomi, aspek biofisik ekologi dan aspek sosial budaya, sehingga indikator pengelolaan perkebunan kelapa sawit tidak hanya dilihat dari kelayakan ekonomi dan tidak merusak lingkungan, tetapi juga harus dapat diterima oleh masyarakat sekitar economically feasible, ecologically sustainable dan sosiologically acceptable. Hal ini sejalan dengan konsep triple bottom line yakni pembangunan tidak hanya dilihat dari nilai tambah ekonomi saja tetapi harus memperhatikan nilai tambah sosial dan

Dokumen yang terkait

Analisis Kehilangan Crude Palm Oil pada Pabrik Kelapa Sawit Bah Jambi PT. Perkebunan Nusantara IV

34 131 131

Language Disorder In Schizophrenia Patient: A Case Study Of Five Schizophrenia Paranoid Patients In Simeulue District Hospital

1 32 102

Local resource based model of peatland management on agroecology of oil palm plantations a case study on agroecology of smallholder oil palm plantations in the Regency of Bengkalis Meranti, Riau Province

1 32 201

Water resource conservation model on sustainable palm oil (Case study Sub watershed Lalindu, North Konawe, South East Sulawesi province )

1 51 197

Local resource-based model of peatland management on agroecology of oil palm plantations: a case study on agroecology of smallholder oil palm plantations in the Regency of Bengkalis-Meranti, Riau Province

0 21 387

SPATIAL PATTERN OF PALM OIL DEVELOPMENT IN NORT SUMATRA AND SOUTH KALIMANTAN A CASE STUDY OF ACTUAL UTILIZATION AND LAND HOLDING STATUS

0 3 15

Diversity and Dispersal of Amphibian in Palm Oil Agriculture Landscape Elements: Case Study PT. Kencana Sawit Indonesia (KSI), Solok Selatan District, West Sumatra

2 20 273

Model Of Sustainable Fishing Management In South Sulawesi

1 6 294

Sustainable agriculture management for palm oil productivity enhancement : a case study at Felda Wilayah Mempaga.

0 2 24

Assessment of Smallholders’ Barriers to Adopt Sustainable Practices: Case Study on Oil Palm (Elaeis Guineensis) Smallholders’ Certification in North Sumatra, Indonesia

0 0 29