Kelembagaan Petani Aspek Lingkungan Hidup

daya hayati ekosistem setempat. Strategi pembangunan yang sentralistik model top-down, selama tiga dekade terakhir telah memarjinalkan makna dan peran kelembagaan masyarakat lokal, memandulkan inisiatif dan menjauhkan mereka dari sumber daya social-ekonomi yang seharusnya menjadi hak mereka. Sentralistik menyebabkannya bias mengejar pertumbuhan, bias kawasan atau wilayah, kurang memperhatikan aspek sosial keadilan dan budaya keberlanjutan. Otonomi mereka terampas sehingga tidak mampu berkembang sebagi basis self-propelled development gerakan perkembangan mandiri. Tanpa kemandirian, jati diri petani dinegasikan, realisasi diri dan potensinya digerogoti, yang mencerminkan gejala sub ordinasi lokal terhadap pusat, untuk keberhasilannya diperlukan kerjasama antara: administasi lokal, pemerintah lokal, kelembagaanorganisasi yang beranggotakan masyarakat lokal, kerjasama usaha, pelayanan dan bisnis swasta tiga pilar kelembagaan yang dapat diintegrasikan ke dalam pasar baik lokal, regional dan global Elizabeth 2007. Pemberdayaan dan pengembangan kelembagaan di pedesaan, meliputi : 1. Pola pengembangan pertanian berdasarkan luas dan intensitas lahan, perluasan kesempatan kerja dan berusaha yang dapat memperluas penghasilan; 2. Perbaikan dan penyempurnaan keterbatasan pelayanan social pendidikan, gizi dan kesehatan, dan sebagainya; 3. Program memperkuat prasarana kelembagaan dan ketrampilan mengelola kebutuhan perdesaan. Beberapa strategi pembangunan pedesaan meliputi : 1. Peningkatan dan memperluas kesempatan kerja di perdesaan dan daerah urban; 2. Peningkatan efisiensi produksi dan produktifitas SDA sehingga bermanfaat, berkelanjutan dan berkesinambungan, terkait perbaikan teknologi, keharmonisan ekologi dan koservasi, memperhatikan lingkungan social, politik dan ekonomi ada relevans adaptasi pelaksanaan pembangunan sfesifik lokasi; 3. Equity, terkait peningkatan aksesbilitas berbagai peluang sumberdaya dan Infratruktur; 4. Pemberdayaan, memanfaatkan dan mengembangkan segala potensi yang adamelalui peningkatan kapasitas, kapabilitas kelembagaan masyarakat perdesaan Elizabeth 2007. Grootaert 1998, menyatakan bahwa keterpurukan ekonomi masyarakat pedesaan disebabkan tidak berfungsinya modal sosial atau kelembagaan yang terdapat dalam sistem setempat. Pendifinisian secara sederhana, kelembagaan atau modal sosial dikonsepsikan sebagai gabungan sejumlah asset sosial mencakup bentuk dan keorganisasian politik dan sosial budaya yang ada dalam kehidupan masyarakat Milani2003. Penguatan kelembagaan setidaknya mencakup pengembangan harga diri kolektif berbasis norma saling percaya dipengaruhi oleh seberapa besar suatu inovasi dihasilkan dan diterapkan sebagai penggerak utama perekonomian masyarakat tersebut.

2.6. Degradasi Lahan

Menurut Lal 1998, bahwa degradasi tanah dipengaruhi oleh kualitas tanah, daya lenting tanah, iklim, cuaca, teknik pengelolaan lahan, termasuk penggunaan lahan dan sistem pertanian. Degradasi tanah juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti tekanan penduduk, kesehatan dan kemiskinan. Studi Grepperud 1997, memperlihatkan bahwa degradasi kesuburan tanah disebabkan oleh perilaku petani yang beradadalam keadaan ekonomi sub sistem yang minimum. Sintesa dari Anderson 1995, menyebutkan bahwa degradasi lingkungan dapat meningkatkan kemiskinan karena degradasi lingkungan mengurangi stok natural capital, sehingga meningkatkan kerentanan. Erosi lahan akan menurunkan hasil dan menimbulkan banjir, sedangkan polusi meningkatkan penyakit dan kematian karena pestisida, air yang beracun dan polusi dalam rumah. Pada prinsipnya degradasi tanah ada dua macam, yaitu: 1. Degradasi alami, disebabkan oleh faktor-faktor pembentuk tanah dan terjadi secara lambat, dan 2. Degradasi antropogenik, disebabkan oleh aktivitas manusia dan terjadi secara cepat. Degradasi antropogenikpada prinsipnyadisebabkan oleh tiga mekanisme yaitu industri, perkotaan urban dan pertanian.Proses degradasi tanah akibat aktivitas pertanian disebabkan oleh degradasi fisik, kimia, dan biologi.Proses degradasi tanah tidak berhubungan dengan kerentanan relatifsuatu ekosistemOldeman 1994, tetapi menggambarkan situasi keseimbangan antara ketahanan tanah secara alami dengan vegetasi penutup dan agresivitas iklim yang telah terganggu oleh campur tangan manusia. Ada dua kategori proses degradasi tanah, yaitu: 1. Kelompok yang berhubungan dengan pemindahan bahan-bahan tanah yaitu erosi tanah oleh kekuatan air atau kekuatan angin dan 2. Kelompok kemerosotan tanah in situ, yaitu proses degradasi kimia, fisika dan biologi.

2.6.1. Degradasi Kimia

Degradasi kimia diakibatkan oleh penggaraman atau pemasaman tanah Rose 1977 dan Lal 1986. Adapun Proses-proses degradasi kimia Iswati 2004,yaitu : 1. Kehilangan unsur-unsur hara tanaman dan atau bahan organic; kehilangan unsur hara tanah untuk tanaman adalah fenomena umum yang terjadi di negara-negara dengan pertanian input rendah. Hal ini terjadi jika aktivitas pertanian dilakukan pada tanah-tanah miskin atau kesuburannya sedang atau tanpa menggunakan pupuk kandangpupuk kimia yang cukup. Kecepatan hilangnya bahan organik lapisan atas sesudah pembukaan vegetasi alami juga dapat menyebabkan terjadinya degradasi kimia. 2. Salinasi; hal ini disebabkan oleh pengelolaan irigasi yang tidak tepat, terutama di daerah arid dan semiarid. 3. Pengasaman; pengasaman juga disebabkan oleh penggunaan pupuk hasil asam yang berlebihan. 4. Polusi yang menyebabkan degradasi tanah bersumber dari industri atau akumulasi limbah, penggunaan pestisida yang berlebihan, serta penggunaan pupuk kandang yang berlebih.

2.6.2. Degradasi Fisika

Menurut Abrol and Sehgal 1994, masalah degradasi fisik tanah pada umumnya dihubungkan dengan pengurangan bahan organik tanah.Menurut Oldeman 1994, ada tiga tipe degradasi fisika, yaitu: 1. Pemadatan, pengerasan dan penutupan. Pemadatan tanah biasanya disebabkan oleh penggunaan alat berat. Penutupan dan pengerasan tanah terjadi pada lapisan atas jika permukaan tanah tidak cukup dijaga untuk melawan dampak tetesan hujan. Kondisi ini khususnya terjadi pada tanah-tanah yang rendah kandungan bahan organiknyadan rendah kandungan fraksi pasir sertamengandung cukup banyak lumpur. 2. Penggenangan. Intervensi manusia dalam sistem drainase alami memiliki peranan penting pada kejadian banjir yang bersumber dari luapan air sungai dan penggenangan lahan yang bersumber air hujan. 3. Penurunan bahan organik tanah. Fenomena penurunan bahan organik tanah ini disebabkan oleh drainase dan atau oksidasi bahan organik tanah.

2.6. 3. Faktor-faktor penyebab degradasi tanah

Menurut Oldeman 1994, pendekatanGLASODmembedakan faktor penyebab degradasi tanah adalah sebagai berikut: 1. Penebangan hutan atau pemindahan vegetasi alami. Penebangan hutan ini biasanya bertujuan untuk pembukaan lahan untuk pertanian, hutan komersial, pembangunan jalan, dan urbanisasi. 2. Pemotongan rumput berlebih Overgrazing. Pemotongan rumput yang berlebih ini tidak hanya berperanan terhadap degradasi vegetasi, tetapi dapat menyebabkan pemadatan tanah,erosi air dan angin. 3. Aktivitas pertanian. Degradasi tanah dapat disebabkan oleh penggunaan pupuk yang berlebih, penggunaan air irigasi yang tidak berkualitas, dan penggunaan alat berat yang tidak tepat. 4. Eksploitasi vegetasi yang berlebih. Biasanya kegiatan ini dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga,misalnya untuk keperluan kayu bakar, pembuatan pagar, dan pembuatan alat rumah tangga. 5. Aktivitas bioindustri dan industri.

Dokumen yang terkait

Analisis Kehilangan Crude Palm Oil pada Pabrik Kelapa Sawit Bah Jambi PT. Perkebunan Nusantara IV

34 131 131

Language Disorder In Schizophrenia Patient: A Case Study Of Five Schizophrenia Paranoid Patients In Simeulue District Hospital

1 32 102

Local resource based model of peatland management on agroecology of oil palm plantations a case study on agroecology of smallholder oil palm plantations in the Regency of Bengkalis Meranti, Riau Province

1 32 201

Water resource conservation model on sustainable palm oil (Case study Sub watershed Lalindu, North Konawe, South East Sulawesi province )

1 51 197

Local resource-based model of peatland management on agroecology of oil palm plantations: a case study on agroecology of smallholder oil palm plantations in the Regency of Bengkalis-Meranti, Riau Province

0 21 387

SPATIAL PATTERN OF PALM OIL DEVELOPMENT IN NORT SUMATRA AND SOUTH KALIMANTAN A CASE STUDY OF ACTUAL UTILIZATION AND LAND HOLDING STATUS

0 3 15

Diversity and Dispersal of Amphibian in Palm Oil Agriculture Landscape Elements: Case Study PT. Kencana Sawit Indonesia (KSI), Solok Selatan District, West Sumatra

2 20 273

Model Of Sustainable Fishing Management In South Sulawesi

1 6 294

Sustainable agriculture management for palm oil productivity enhancement : a case study at Felda Wilayah Mempaga.

0 2 24

Assessment of Smallholders’ Barriers to Adopt Sustainable Practices: Case Study on Oil Palm (Elaeis Guineensis) Smallholders’ Certification in North Sumatra, Indonesia

0 0 29