Pengelolaan Perkebunan Inti Rakyat Kelapa Sawit Berkelanjutan

mulai memikirkan daya dukung bumi dalam melaksanakan pembangunan di setiap negara.Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri WCED 1988. Di dalamnya terkandung dua gagasan penting, yaitu:  gagasan “kebutuhan”, khususnya kebutuhan esensial kaum miskin sedunia, yang harus diberi prioritas utama; dan  gagasan keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan kini dan hari depan. Sementara UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Perubahan atau kerusakan yang menimpa satu ekosistem akan berdampak pada ekosistem lainnya. Perkebunan juga dapat dipengaruhi oleh berbagai macam kegiatan manusia maupun proses-proses alamiah yang terdapat di dalam lahan perkebunanmaupun di luar kebun. Kondisi empiris seperti ini mensyaratkan agarkegiatan Pengelolaan Perkebunan Inti Rakyat Kelapa Sawit Secara Terpadu PPKS-IPST harus memperhatikansegenap keterkaitan ekologis ecological linkages tersebut. Pada dasarnya pembangunan itu adalah suatu proses sosial yang direncanakan dan berlangsung secara berkelanjutan, meliputi proses ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, ekologi, sumber daya manusia dan aspek lainnya yang menyangkut kehidupan manusia. Menimbang bahwa produksi dan pemanfaatan kelapa sawit yang berkelanjutan perlu didasarkan pada sebuah kerangka kerja untuk pengembangan berkelanjutan dan tata kelola yang baik.

2.2.1. Aspek Ekonomi

Produktivitas perkebunan kelapa sawit di Indonesia masih rendah, jauh di bawah produktivitas optimum yang bisa dicapai. Produktivitas kebun kelapa sawit per ha sejak tahun 1975 dalam kisaran 3,0 sampai 4,4 ton minyak per ha Tinker2000. Pada tahun 2008, hasil minyak nasional rata-rata mencapai 3,51 ton minyak perha Suharto,2009. Potensi optimum dari produktivitas minyak kelapa sawit dengan intensifikasi lahan yang tinggi adalah sebesar 8,6 ton minyak perha Henson 1990. Dengan mempertimbangkan kesenjangan produktivitas aktual dan potensial tersebut, maka kondisi pengelolaan perkebunan saat ini menjadi salah satu tantangan terbesar. Di Indonesia, produktivitas perkebunan kelapa sawit milik petani juga menjadi tantangan yang lebih besar lagi karena terpaut jauh jika dibandingkan dengan produktivitas kelapa sawit milik pemerintah atau swasta. Produktivitas rata-rata dari perkebunan kelapa sawit milik petani pada tahun 2008 adalah 2,52 ton minyak per ha atau sekitar 35 persen dan 40 persen lebih rendah daripada produktivitas perkebunan kelapa sawit milik pemerintah atau swasta Suharto 2009. Keragaman hasil di pihak petani petani juga jauh lebih besar yang mungkin disebabkan oleh tingginya perbedaan masing-masing petani dalam hal pengelolaan lahan, penggunaan varietas, dan kondisi lahan. Selain produktivitas, faktor harga dan pupuk juga menentukan keberlanjutan dari sektor ekonomi. Meskipun harga minyak kelapa sawit masih menarik bagi petani dan investor, tetapi Fry 2009, menyatakan bahwa harga minyak kelapa sawit menurun sekitar 2,3 persen per tahun sejak tahun 1950, dari sekitar USD 1600 menjadi rata-rata sekitar USD 400 per ton minyak dalam jangka panjang. Sementara itu, biaya bahan pertanian semakin meningkat dari waktu ke waktu, khususnya pupuk yang mencakup lebih dari 50 persen biaya produksi.

2.2.2. Aspek Lingkungan Hidup

Permasalahan lingkungan hidup yang muncul akibat perkebunan kelapa sawit adalah perubahan habitat yang mengancam kelompok binatang yang dinyatakan sudah terancam punah, polusi udara akibat pembakaran, erosi tanah, penggunaan pestisida serta penggunaan pupukClay 2004. Rautner et al. 2005, menunjukkan bahwa luas hutan di Pulau Kalimantan telah berkurang dari 73,7 persen pada tahun 1985 menjadi 50,4 persen pada tahun 2005. Jumlah pengurangan hutan di Kalimantan ini adalah sekitar 13,3 juta hektar. Sedangkan proyeksi luas hutan pada tahun 2010 dan 2020 masing-masing sekitar 44,4 persen dan 32,6 persen.Lenyapnya hutan di Pulau Sumaterajuga sangat mencemaskan, khususnya di Provinsi Riau yang mempunyai hutan gambut dataran rendah paling luas di Indonesia. Penilaian penebangan hutan dan degradasi hutan dari tahun 1982 sampai dengan tahun 2007 Uryu et al. 2008 menunjukkan kehilangan 65 persen hutan selama masa 25 tahun, atau hilangnya sekitar 4,2 juta hektar hutan. Disamping itu juga adanya kekhawatiran tentang perubahan iklim akibat pemanasan global yang sebagian besar berasal dari kegiatan pembakaran bahan bakar fosil untuk industri dan transportasi. Diperkirakan bahwa penebangan hutan memberikan kontribusi sekitar 18 persen dari emisi gas rumah kaca global Stern 2006. Sumber signifikan gas rumah kaca lainnya berkenaan dengan industri kelapa sawit adalah kegiatan pembakaran lahan untuk penyiapan lahan yang mengemisikan gas CO 2 carbon dyoxide dan kegiatan kolam perawatan limbah pabrik minyak kelapa sawit yang mengemisikan gas CH 4 Kegiatan pembangunan dan kelestarian lingkungan hidup adalah dua bagian yang satu dengan yang lainnya saling mendukung dan tidak dapat dipisahkan. Tidak akan terjadi sebuah pembangunan dalam kehidupan manusia jika tidak ada lingkungan yang mendukung kearah terwujudnya pembangunan tersebut. Interaksi antara pembangunan dan lingkungan hidup membentuk sistem ekologi yang disebut ekosistem.Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Kegiatan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan penduduk akanmeningkatkan permintaan atas sumber daya alam, sehingga timbul tekanan terhadap sumber daya alam.Faktor lingkungan yang diperlukan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan ialah: methane. 1. Terpeliharanya proses ekologi yang esensial. 2. Tersedianya sumber daya alam yang cukup. 3. Lingkungan sosial-budaya dan ekonomi yang sesuai. Pembangunan yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya alam, menjadi sarana untuk mencapai keberlanjutan pembangunan dan menjadi jaminan bagi kesejateraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Oleh karena itu, lingkungan hidup Indonesia harus dikelola dengan prinsip melestarikan fungsi lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang untuk

Dokumen yang terkait

Analisis Kehilangan Crude Palm Oil pada Pabrik Kelapa Sawit Bah Jambi PT. Perkebunan Nusantara IV

34 131 131

Language Disorder In Schizophrenia Patient: A Case Study Of Five Schizophrenia Paranoid Patients In Simeulue District Hospital

1 32 102

Local resource based model of peatland management on agroecology of oil palm plantations a case study on agroecology of smallholder oil palm plantations in the Regency of Bengkalis Meranti, Riau Province

1 32 201

Water resource conservation model on sustainable palm oil (Case study Sub watershed Lalindu, North Konawe, South East Sulawesi province )

1 51 197

Local resource-based model of peatland management on agroecology of oil palm plantations: a case study on agroecology of smallholder oil palm plantations in the Regency of Bengkalis-Meranti, Riau Province

0 21 387

SPATIAL PATTERN OF PALM OIL DEVELOPMENT IN NORT SUMATRA AND SOUTH KALIMANTAN A CASE STUDY OF ACTUAL UTILIZATION AND LAND HOLDING STATUS

0 3 15

Diversity and Dispersal of Amphibian in Palm Oil Agriculture Landscape Elements: Case Study PT. Kencana Sawit Indonesia (KSI), Solok Selatan District, West Sumatra

2 20 273

Model Of Sustainable Fishing Management In South Sulawesi

1 6 294

Sustainable agriculture management for palm oil productivity enhancement : a case study at Felda Wilayah Mempaga.

0 2 24

Assessment of Smallholders’ Barriers to Adopt Sustainable Practices: Case Study on Oil Palm (Elaeis Guineensis) Smallholders’ Certification in North Sumatra, Indonesia

0 0 29