Tujuan Penelitian Konsep system Dinamik 23
9
Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, dikatakan bahwa tujuan kemitraan usaha pertanian antara lain untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha,
meningkatkan kualitas sumberdaya mitra, peningkatan skala usaha, serta dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra
yang mandiri. Dalam sistem agribisnis di Indonesia, terdapat enam bentuk kemitraan antara petani dengan pengusaha besar Sumardjo et al. 2004 yaitu: 1
Pola Kemitraan Inti Plasma, 2 Pola Kemitraan Subkontrak, 3 Pola Kemitraan Dagang Umum, 4 Pola Kemitraan Keagenan, 5 Pola Kemitraan Kerjasama
Operasional Agribisnis, dan 6 Pola Kemitraan Usaha Pertanian. Wigena 2009, interaksi yang sinergis dari aspek lingkungan, ekonomi dan
sosial mampu menciptakan kondisi pengelolaan perkebunan yang berkelanjutan yang ciri-cirinya dapat dilihat dari tiga aspek.yaitu: 1 ekologis berupa
terpeliharanya kualitas lingkungan atau terkendalinya tingkat pencemaran lingkungan sehingga kualitas hidup petani semakin membaik, 2 ekonomi
berupa meningkatnya pendapatan petani untuk memenuhi kebutuhan hidup petani yang mengarah pada tingkat kesejahteraan yang lebih baik, 3 sosial yang
meliputi a manusiawi dimana gejolak sosial seperti tingkat kriminalitas dan konflik menurun, kinerja lembaga sosial desa membaik, produktivitas tenaga kerja
meningkat dan lain-lain, b berkeadilan dimana semua stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan merasakan manfaat dari keberadaan kebun sawit
tersebut, dan c bersifat fleksibel atau kondisi luwes yang menggambarkan bahwa apa yang sudah dicapai tersebut tidak mudah goyah melainkan punya
toleransi tinggi dan mampu bertahan terhadap perubahan kondisi, baik kondisi eksternal maupun internal yang dinamis. Penerapan pendekatan sistem dalam
pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit pada hakekatnya untuk harmonisasi dari tiga aspek, yakni aspek ekonomi, aspek biofisik ekologi dan
aspek sosial budaya, sehingga indikator pengelolaan perkebunan kelapa sawit tidak hanya dilihat dari kelayakan ekonomi dan tidak merusak lingkungan, tetapi
juga harus dapat diterima oleh masyarakat sekitar economically feasible, ecologically sustainable dan sosiologically acceptable. Hal ini sejalan dengan
konsep triple bottom line yakni pembangunan tidak hanya dilihat dari nilai tambah ekonomi saja tetapi harus memperhatikan nilai tambah sosial dan