1  Analisis taksonomi taxonomic analysis 2  Masukan dari kalangan profesional input from the profession
3  Membangun teori theoretical contructs 4  Analisis tugas task analysis
Semua sumber yang telah dikemukakan satu sama lain saling melengkapi, dengan demikian bila  proses pengidentifikasian menggunakan
berbagai sumber akan diperoleh hasil yang lebih baik.
2.5.2. Kompetensi Pengrajin Tempe
Pengrajin tempe sebagai pemilik sekaligus pengelola usaha, akan mencapai kinerja yang tinggi bila fungsi-fungsi manajemen berproses dengan
benar. Menurut   Terry dan Rue 1988 terdapat lima fungsi manajemen, yaitu: perencanaan planning, pengorganisasian organizing, kepegawaian staffing,
pengarahan motivating, dan pengawasan controlling. Menurut Herjanto 2004 kegiatan manjemen memerlukan pengetahuan
yang luas  karena mencakup berbagai fungsi manajemen, seperti sumber daya manusia, material, modal, mesin, manajemen atau metode, enerji, dan informasi,
yang  diintegrasikan untuk menghasilkan barang atau jasa. Integrasi merupakan penggabungan dua atau lebih  sumber daya dalam berbagai kombinasi yang
terbaik. Pengrajin sebagai manajer dituntut untuk mempunyai kemampuan kerja secara efisien agar dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya dan
memperkecil limbah. Menurut Ravianto 1986 tugas seorang manajer pada dasarnya adalah
plan, do, check, dan action, yaitu merencanakan, mengimplementasikan yang telah direncanakan, melakukan evaluasi dan melakukan perbaikan. Menurut
Suardi 2004 sistem manajemen mutu, menempatkan pelanggan sebagai unsur penting dengan cara meletakkan plan, do, check, dan action, sebagai metode
perumusan seluruh proses operasi industri. Perencanaan planning menurut Ely Gafur, 1989 adalah suatu proses
dan cara berpikir yang dapat membantu menciptakan hasil yang diharapkan. Menurut Siagian 1993 perencanaan pada dasarnya merupakan pengambilan
keputusan sekarang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa depan. Berarti apabila fokusnya pada  perencanaan usaha industri tempe, maka langkah-
langkah atau kebijakan tertentu yang harus diambil pengrajin tempe guna
menjamin proses produksi berjalan sesuai tujuan yang ingin dicapai, untuk itu perencanaan memuat  hal-hal yang berkaitan dengan strategi  pengadaan
bahan baku, penggunaan peralatan,  tenaga kerja, modal, tempat usaha dan pemasaran.
Dalam mengelola usaha,  pengrajin akan menghadapi berbagai ketidak pastian dan keterbatasan sumberdaya, untuk mencapai kinerja yang maksimal
atau memperkecil risiko yang harus ditanggung pengrajin, maka membuat rencana usaha merupakan suatu kebutuhan.  Menurut Gafur 1989 pentingnya
suatu perencanaan adalah: 1 mengganti keberhasilan yang diperoleh secara tidak pasti, 2 sebagai alat untuk menemukan dan memecahkan masalah, dan
3 memanfaatkan sumberdaya secara efektif. Produksi do merupakan implementasi dari rencana yang telah dibuat.
Secara umum menurut Herjanto 2004 produksi merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan penciptaanpembuatan barang, jasa, atau kombinasinya,
melalui proses transformasi dari masukan sumber daya produksi tenaga kerja, kedelai, modal, peralatan, manajemen atau metode, dan informasi menjadi
keluaran yang diinginkan tempe yang bermutu. Evaluasi merupakan pengukuran Check terhadap proses yang sedang
dan sudah berjalan   serta  produk yang  dihasilkan. Menurut Suardi 2004 evaluasi kinerja harus memberikan dasar mengenai apa yang seharusnya terjadi
dengan usaha pada faktor atau bidang tertentu yang harus diperbaiki efektivitas, efisiensi, dan adaptibilitasnya. Evaluasi pada industri tempe mencakup mutu
tempe, omset yang diperoleh. Mutu tempe merupakan pencerminan kedelai dan proses produksi yang baik, sedangkan omset mencerminkan kinerja pemasaran.
Hasil evaluasi merupakan informasi yang harus ditindaklanjuti action. Efektivitas tindakan perbaikan merupakan tolak ukur kemauan dan komitmen
pengrajin tempe terhadap mutu. Dengan mengidentifikasi pekerjaan pengrajin tempe,  dapat  diketahui
kompetensi yang harus dimiliki pengrajin tempe dalam bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan,  sebagai pembuat sekaligus  sebagai pengelola usaha
industri tempe. Identifikasi dilakukan melalui pengkajian proses pembuatan tempe  grade I yang dikemukakan  Rayandi 2008. Diagram alir proses
pembuatan tempe grade I disajikan  pada Gambar 1.
• Kedelai yang rusak atau  busuk dibuang.
• Kedelai dibersihkan dari kotoran yang
menempelkerikil. •
Kedelai direbus  selama 1-2 jam. Perebusan dilakukan untuk mematangkan dan mengembangkan kedelai.
• Kedelai ditekan-tekan  menggunakan  mesin memisah
kulit. •
Kacang  kedelai yang telah terlepas dari  kulitnya direndam agar kulitnya   mengambang.
• Kulit yang  telah mengambang dibuang.
• Kedelai yang  sudah bersih dari kulitnya, direndam di
dalam air bersih selama 12 -15 jam. •
Kedelai direbus  selama 1-2  jam. Perebusan bertujuan menghilangkan bau dan bakteri selama
perendaman. •
Kedelai ditiriskan selama   1-2   jam, di atas  tampah, dengan cara meletakkan kacang kedelai secara
merata dan tipis. •
Kacang kedelai yang sudah dingin dan kering diinokulasi dengan ragi kapang rhizopus.
•
Jumlah ragi yang diberikan 2 dari berat kacang kedelai.
•      Tempe dicetak dan dibungkus menggunakan daun pisangpelastik. pembungkus harus  dibuat berlubang-
lubang agar ragi memperoleh udara selama fermentasi.
• Ukuran cetakan sesuai permintaan pasar.
• Kacang kedelai yang telah dibungkus disimpan selama
36 jam di rak-rak. •
Penyimpanan tidak dilakukan dengan cara ditumpuk. •
Selanjutnya tempe ditutup dengan karung goni yang tidak pernah dibuka selama proses fermentasi.
• Pada poses peragian tangan  pekerja dan peralatan
harus steril, terutama dari garam. •
Dicari tempe yang tidak jadirusak   disisihkan, agar tidak turut terjual.
Gambar 1: Diagram alir proses pembuatan tempe grade I
Kacang Kedelai
Mensortir  dan membersihkan kacang kedelai
Merebus kacang kedelai I
Mengupas dan memisahkan kulit kacang kedelai
Merendam kacang kedelai
Merebus kacang kedelai II Meniriskan kacang
kedelai Melakukan inokulasi
Mencetak dan membungkus
Melakukan fermentasi
Memanen dan mensortir tempe sebelum dijual
Tempe siap jual
Berdasarkan proses pembuatan tempe yang tersaji pada Gambar I,  maka seorang pengrajin tempe harus memiliki kompetensi sebagai berikut:
1  Kompetensi dalam bentuk pengetahuan:
•
Penggunaan peralatan
•
Pemilahan bahan yang digunakan  kedelai, kapang, air
•
Teknis  pembutan tempe
•
Kebersihan ruang  dan lingkungan kerja
•
Keamanan pangan
•
Keselamatan kerja
•
Perawatan peralatan kompor, rak fermentasi, tampah, ember, tong, garpu, cetakan, pengaduk kayu, dandang, karung goni
Pengetahuan yang berkaitan dengan pengelolaan usaha  industi tempe meliputi:
• Perencanaan usaha • Studi pasar
•  Pelayanan terhadap pelanggan • Evaluasi kinerja usaha
•  Perbaikan mutu • Pengembangan mutu
•  Pengelolaan dan pembukuan keuangan • Pengadaan kedelai
•  Pengelolaan tenaga kerja
2 Kompetensi dalam bentuk sikap terhadap: • Kebersihan peralatan kompor, rak fermentasi, tampah, ember, tong,
garpu, cetakan, pengaduk kayu, dandang, karung goni •  Penggunaan bahan kedelai, kapang, air
•  Prosedur  standar pembuatan tempe •  Kebersihan ruang  dan lingkungan kerja
• Keamanan pangan • Keselamatan kerja
•  Pelayanan kepada pelanggan
3  Kompetensi dalam bentuk keterampilan: •  Menggunakan dan memelihara peralatan kompor, rak fermentasi,
tampah, ember, tong, garpu, cetakan, pengaduk kayu, dandang, karung goni
•  Memilih bahan yang akan digunakan kedelai, kapang, air •  Membersihkan ruang  dan lingkungan kerja
•  Menjaga keselamatan kerja •  Membuat rencana usaha
•  Membukukan keuangan •  Melakukan evaluasi dan perbaikan mutu
•  Menerapkan sistem manajemen mutu •  Melakukan studi pasar
•  Melayani pelanggan •  Membuat  tempe, meliputi:
−  Mensortir dan membersihkan kacang kedelai −  Merebus  kedelai ke 1
−  Mengupas dan memisahkan kulit kedelai −  Merendam kedelai
−  Merebus kedelai ke 2 −  Meniriskan kedelai
−  Melakukan inokulasi −  Mencetak dan membungkus
−  Melakukan fermentasi −  Memanen dan mensortir tempe sebelum dijual
Tingkat kompetensi pengrajin industri tempe, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, dipengaruhi oleh dua aspek, yaitu aspek internal dan eksternal.
Aspek internal adalah faktor yang melekat pada diri pengrajin sebagai  pelaku industri, sedangkan aspek eksternal adalah faktor yang berada di luar diri
pengrajin. Faktor
internal yang mempengaruhi kompetensi adalah: usia, pengalaman, pendidikan formal,   sifat wirausaha dan  motivasi. Sedangkan  faktor eksternal
adalah  peluang pasar, bahan baku,  modal,  tenaga kerja, dan  kebijakan pemerintah daerah.
2.6. Kinerja Industri Tempe