Tabel 8 menunjukkan peluang pasar rata-rata termasuk dalam kategori cukup 43,6, data tersebut menunjukkan bahwa peluang pasar tempe tidak
cukup besar. Berdasarkan pendapat Zimmerer Suryana, 2003 peluang pasar tidak dapat diperoleh pengrajin tempe apabila pengrajin tempe 1 tidak aktif
mencari peluang pasar, 2 tidak memiliki teknologi tepat guna yang menjadikan usaha atau hasil produksi mempunyai nilai kompetitif, dan 3 tidak mempunyai
strategi dalam memasarkan tempe. Berdasarkan pendapat Zimmerer maka peluang pasar dapat diperoleh
apabila pengrajin tempe memiliki kompetensi, dengan demikian besar kecil peluang pasar berhubungan dengan tinggi rendahnya kompetensi.
5.7.2. Hubungan Bahan Baku dengan Kompetensi
Kedelai sebagai bahan baku tempe, mempunyai hubungan nyata dengan unsur-unsur Kompetensi pengetahuan, sikap, keterampilan,
tingkat hubungan sedang dengan pengetahuan dan keterampilan, dan berhubungan kuat dengan
sikap. Kedelai sebagai bahan baku tempe harganya terus naik dan berfluktuasi
setiap saat, ditambah dengan terbatasnya pasokan kedelai lokal yang diharapkan dapat mengganti penggunaan kedelai impor. Menurut Mulyo 2008
sejak awal tahun 1990, produksi kacang kedelai lokal terus menurun, sampai hilang dari pasar.
Harga kedelai yang terus naik dan keharusan menjaga ketersediaan kedelai, menuntut pengrajin mampu mencari berbagai solusi untuk
mempertahankan usahanya, untuk itu pengrajin berusaha mengelola pengadaan dan penggunaan kedelai. Dengan demikian semakin baik pengrajin mengelola
bahan baku akan semakin baik kompetensi yang dimiliki pengrajin.
5.7.3. Hubungan Modal dengan Kompetensi
Di dalam ilmu ekonomi, modal adalah salah satu faktor produksi. Menurut Suardi 2004 modal merupakan sumber daya industri yang harus ditetapkan
dan disediakan. Penggunaan sumber daya harus direncanakan dan dipertimbangkan efisiensinya, termasuk untuk kebutuhan di masa yang akan
datang. Perencanaan dan penggunaan modal yang efisien membutuhkan kompetensi. Modal yang cukup dan pengelola yang berkompeten, akan
meningkatkan kinerja industri tempe, oleh karena itu terdapat hubungan positif antara modal dan kompetensi pengrajin tempe.
Berdasarkan hasil analisis korelasi, modal mempunyai hubungan nyata dengan aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan, sehingga apabila modal
semakin kuat, kompetensi yang dimiliki pengrajin tempe juga akan semakin tinggi.
Tingkat hubungan sedang antara modal dengan aspek pengetahuan dan keterampilan koefisien korelasi 0,495 dan 0,535, berhubungan kuat dengan
aspek sikap koefisien korelasi 0,699. Dengan demikian modal dapat meningkatkan kompetensi dalam bentuk sikap pengrajin tempe terhadap
pengelolaan usaha industri tempe.
5.7.4. Hubungan Tenaga Kerja dengan Kompetensi
Tenaga kerja adalah orang yang bekerja pada industri tempe secara langsung dan penuh waktu, mereka menerima gaji atas jasanya tersebut.
Berdasarkan hasil analisis korelasi, tenaga kerja mempunyai hubungan tidak nyata dengan aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan. Hal ini diduga
kurangnya motivasi tenaga kerja karena kurang sesuainya antara volume pekerjaan dan gaji yang diterima. Selain itu pada industri tempe sudah menjadi
tradisi dimana tenaga kerja yang sudah menguasai cara membuat tempe,
umumnya akan berhenti untuk mencoba membuka usaha sendiri. Dengan demikian pengrajin tempe harus mencari tenaga kerja pengganti, yang tentunya
belum memiliki kompetensi yang baik.
5.7.5. Hubungan Kebijakan Pemerintah dengan Kompetensi
Berdasarkan hasil analisis korelasi kebijakan pemerintah mempunyai hubungan tidak nyata dengan aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Tingkat hubungan antara kebijakan pemerintah dengan kompetensi adalah rendah koefisien korelasi 0,200-0,399.
Unsur-unsur yang menjadi kebijakan pemerintah adalah penghapusan subsidi harga kedelai impor dan ketergantungan pada kedelai impor.
Menurut Astuti 2008 kenaikan harga kedelai yang mencapai 110 telah menyebabkan
kelangkaan kedelai di pasaran, dan menggoyahkan usaha kecil. Naiknya bahan baku kedelai disebabkan kebijakan pemerintah yang menggantungkan kedelai
impor untuk memenuhi 60 kebutuhan pasokan kedelai dalam negeri dan tidak disertai peningkatan produksi di dalam negeri.
Hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat hubungan nyata positif antara faktor eksternal dengan kompetensi pengrajin tempe diterima untuk faktor:
peluang pasar, bahan baku dan modal, serta ditolak untuk faktor: tenaga kerja dan kebijakan pemerintah.
5.8. Identifikasi Kinerja Industri Tempe