5.5.2. Kompetensi dalam bentuk sikap
Sikap merupakan salah satu unsur kompetensi, sehingga baik buruknya sikap seseorang akan mempengaruhi kompetensi yang dimilikinya. Menurut
Thomas dan Znoniechi Ravianto, 1986 sikap adalah proses mental yang berlaku individu, yang menentukan respons-respons, baik yang nyata ataupun
yang potensial, dari setiap orang yang berada dalam kehidupan sosial. Menurut Rochman Ravianto, 1986 sikap adalah kesediaan mental
individu yang mempengaruhi, mewarnai bahkan menentukan kegiatan individu yang bersangkutan dalam memberi respons terhadap obyek atau situasi yang
dinyatakan dalam perbuatan ataupun perkataan. Sikap adalah kesediaan bereaksi terhadap suatu hal, senantiasa terarah
terhadap suatu obyek, tidak ada sikap tanpa obyek Garungan dalam Ravianto, 1985. Dari beberapa pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sikap
adalah suatu kesediaan psikis untuk menanggapi suatu obyek, dalam bentuk benda, orang, peristiwa dan sebagainya. Dalam penelitian ini yang menjadi
obyek adalah sikap pengrajin tempe terhadap 1 rencana usaha, 2 proses produksi, 3 pemasaran tempe, 4 evaluasi kinerja usaha, dan 5 perbaikan
mutu. Aspek sikap berdasarkan skor dan kategori secara rinci disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Skor kompetensi dalam bentuk sikap
No Aspek Sikap
Skor Kategori
1. Membuat rencana usaha 1,53
Kurang 2. Memproduksi
3,25 Baik
3. Memasarkan hasil
produksi 3,17
Baik 4.
Melakukan evaluasi kinerja usaha 2,81 Baik
5. Melakukan perbaikan mutu
2,29 Cukup
Rataan 2,61 Baik
Keterangan: n = 39 skor
≤ 1,75 = Kurang
1,75 – 2,50 = Cukup
2,50 – 3,26 = Baik
3,26 = Sangat baik
Dari Tabel 10 dapat diketahui bahwa sikap pengrajin tempe termasuk dalam kategori baik, dengan skor rata-rata 2,61. Sikap pengrajin tempe terhadap
proses produksi dan pemasaran, termasuk dalam kategori baik, hal ini
disebabkan pandangan atau pendapat pengrajin yang menganggap bahwa
kedua kegiatan tersebut merupakan kegiatan riil dari suatu usaha industri tempe, sehingga pengrajin memberikan perhatian khusus
. Dari alokasi waktu, pengrajin
lebih banyak menggunakan waktunya untuk kegiatan produksi dan pemasaran dari pada kegiatan lainnya, sehingga ke dua kegiatan ini sangat mendominasi
seluruh kegiatan yang ada pada usaha industri tempe. Sikap pengrajin tempe terhadap perencanaan usaha termasuk dalam
kategori kurang, hal ini disebabkan pengrajin menganggap kemampuan memproduksi dan memasarkan adalah sesuatu yang dapat dilakukan tanpa
harus direncanakan terlebih dahulu, karena proses produksi dan pemasaran merupakan kegiatan rutin yang dilakukan setiap hari, dan sudah berlangsung
bertahun-tahun tanpa pernah mengalami perubahan yang nyata, sehingga apabila rencana usaha khususnya rencana berbentuk dokumen tidak dibuat,
tidak akan mengganggu jalannya usaha. Selain itu pengrajin tempe juga menganggap membuat rencana usaha tidak mudah. Menurut Gafur 1989
meskipun membuat rencana akan memperoleh banyak manfaat, namun banyak pengrajin menganggap perencanaan 1 menghabiskan waktu, tenaga, dan
biaya, 2 keadaan dapat berubah disaat proses sedang berjalan. Evaluasi kinerja usaha termasuk dalam kategori baik, karena pengrajin
memiliki pandangan apabila terjadi ketidaksesuaian target kegagalan produksi atau pemasaran, perlu dilakukan evaluasi untuk mencari penyebab kegagalan
tersebut.
5.5.3. Kompetensi dalam bentuk keterampilan