4 tenaga kerja, dan 5 kebijakan pemerintah. Secara umum faktor eksternal termasuk dalam kategori cukup, kecuali faktor tenaga kerja termasuk dalam
kategori berkompeten. Kelima faktor tersebut masing-masing memiliki karateristik yang disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Identifikasi faktor eksternal pengrajin tempe
No Faktor Eksternal
Rataan Kisaran
Kategori
Persen
1. Peluang pasar
Skor 29,3 cukup
Skor 21 – 41
kurang skor ≤ 25
cukup skor 25,1– 30 besar skor 30,1 – 35
sangat besar skor 35 23,1
43,6 25,6
7,7 2. Bahan
baku Skor 22,0
cukup Skor
18 – 34 kurang skor
≤ 22 cukup skor 22,1 – 26
tersedia skor 26,1 – 31 sangat tersedia skor 31
23,1 48,7
23,1 5,1
3. Modal Skor
6,9 cukup
Skor 4 -12
kurang skor ≤ 6
cukup skor 6,1 – 8 kuat skor 8,1 – 10
kangat kuat 10 43,7
48,6 5,1
2,6 4. Tenaga
kerja Skor 11,0
berkompe ten
Skor 5 - 14
kurang berkompeten skor ≤ 7,25
cukup berkompeten skor 7,26-9,5 berkompeten skor 9,6-11,75
sangat berkompeten skor 11,75 7,7
31,3 53,3
7,7 5. Kebijakan
pemerintah Skor 4,5
kurang setuju
Skor 2 - 8
tidak setuju skor ≤ 3,5
kurang setuju skor 3,6-5,0 setuju skor 5,1-6,5
sangat setuju skor 6,5 2,6
61,5 28,2
7,7
Keterangan: n = 39 persen dari jumlah responden
5.4.1. Peluang Pasar
Peluang pasar rata-rata termasuk dalam kategori cukup 43,6, sedangkan yang termasuk dalam kategori berpeluang besar sebanyak 25,6.
Data tersebut menunjukkan bahwa pasar tempe masih terbuka, walaupun peluangnya tidak besar. Potensi pasar dapat ditingkatkan dengan
memproduksi tempe mutu super atau diversifikasi produk, seperti keripik tempe dan formula tempe.
Mendapatkan peluang pasar bagi pengrajin tempe tidak mudah, yang menjadi kendala adalah tidak memiliki teknologi yang dapat meningkatkan nilai
tambah dari produk tempe atau mengurangi biaya produksi. Harga kedelai dan bahan bakar yang terus naik, dan menurunnya daya beli masyarakat, menjadikan
pengrajin tidak aktif mencari peluang pasar. Berdasarkan pendapat Zimmerer Suryana, 2003 dapat diketahui bahwa
peluang pasar tidak dapat diperoleh pengrajin tempe apabila 1 tidak aktif mencari peluang pasar, 2 tidak memiliki teknologi tepat guna yang menjadikan
usaha atau hasil produksi mempunyai nilai kompetitif, dan 3 tidak mempunyai strategi dalam memasarkan tempe.
5.4.2. Bahan Baku
Ketersediaan kedelai sebagai bahan baku tempe secara umum termasuk dalam kategori cukup 48,7, berdasarkan jumlah, mutu, dan waktu sesuai
kebutuhan. Dengan harga berfluktuasi setiap saat secara tajam. Kelancaran produksi dapat terjamin apabila pengrajin tempe berupaya
menjaga ketersediaan dan kesinambungan kedelai dengan cara tidak bergantung hanya kepada satu pemasok. Selain kepada KOPTI, pengrajin
membina hubungan baik dengan pedagang kedelai yang banyak terdapat di Pasar Induk Cianjur. Menurut Meredith, dkk 2005 untuk menjamin proses
produksi berjalan lancar, pengusaha harus memelihara hubungan baik dengan para pemasok, dan harus mampu membeli bahan dalam jumlah yang cukup,
sehingga proses produksi terjamin kesinambungannya.
5.4.3. Modal
Pada umumnya permodalan usaha kecil masih lemah, modal yang dikelola biasanya adalah milik pribadi atau keluarga. Bagi pengrajin usaha kecil
untuk memperoleh tambahan modal melalui lembaga keuangan seperti bank bukan sesuatu yang mudah. Selama ini usaha kecil dituntut untuk memenuhi
kriteria layak bank bankable, yakni mengharuskan usaha kecil memiliki kelayakan usaha sesuai kriteria perbankan. Di sisi lain tidak semua pengrajin
tempe menginginkan memperoleh bantuan modal, menurut Alma 2006 terdapat pengusaha yang tidak mau berhutang, karena takut hutang tersebut
menjadi beban hidup. Seperti disajikan pada Tabel 8,
bahwa modal rata-rata yang dimiliki pengrajin tempe termasuk dalam kategori cukup 48,6, dengan demikian
sebagian besar pengrajin tempe tidak memiliki masalah dengan modal.
Tingginya persentase pengrajin tempe yang tidak mempunyai kendala dengan modal, bukan berarti pengrajin tidak membutuhkan tambahan modal, tetapi lebih
pada pertimbangan: • Penambahan kapasitas produksi pada saat ini belum menguntungkan, karena
harga kedelai yang terus berfluktuasi, sedangkan harga tempe sulit dinaikan. • Proses untuk memperoleh kredit masih dirasakan tidak sederhana.
• Kurang tersedia informasi fasilitas perbankan yang mudah dan murah.
Menurut Dani dan Triyono 1994, masih banyak usaha kecil menghadapi kendala dalam memperoleh fasilitas modal yang disediakan lembaga perbankan,
disebabkan: 1 tidak memiliki informasi yang cukup tentang fasilitas modal yang tersedia, 2 kendala memenuhi persyaratan teknis dan administrasi yang
ditetapkan lembaga keuangan terutama perbankan dan 3 tidak dapat membuat proposal dengan baik.
5.4.4. Tenaga Kerja