Hubungan Pendidikan Formal dengan Kompetensi Hubungan Sifat Wirausaha dengan Kompetensi

Kuatnya hubungan ke dua peubah ini menjelaskan bahwa pengalaman yang dimiliki pengrajin tempe dalam mengelola usaha, memberi dampak positif terhadap perkembangan usaha, karena dengan memiliki pengalaman, membuat seseorang dapat mengendalikan jalannya usaha walaupun menghadapi berbagai kendala. Semakin banyak memperoleh pengalaman yang bermutu akan semakin tangguh pengrajin mengelola usahanya. Menurut Haswell Riyanti, 2003 pentingnya memiliki pengalaman dalam mengelola usaha kecil, karena umumnya kegagalan usaha disebabkan kurangnya pengalaman dan lemahnya kemampuan manajerial.

5.6.3. Hubungan Pendidikan Formal dengan Kompetensi

Pada umumnya pendidikan formal pengrajin tempe adalah tamat SMP 46,1, dan SD 35,9. Riyanti 2003 berpendapat pendidikan memainkan peranan penting pada saat wirausaha mencoba mengatasi masalah dan mengoreksi penyimpangan. Meskipun pendidikan formal bukan syarat untuk dapat mengelola usaha, namun pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal, memberi dasar yang baik untuk mengelola usaha. Berdasarkan hasil analisis korelasi, pendidikan formal berhubungan nyata dengan aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan. Hubungan positif antara pendidikan formal dengan kompetensi karena pendidikan sangat mempengaruhi cara berpikir dan bertindak pengrajin tempe dalam mengelola usahanya. Pendidikan yang pernah diperoleh seseorang akan mempengaruhi pandangan dan tindakannya . Dillon dan Hardaker 1985 berpendapat bahwa pendidikan dapat mengubah pola pikir dan daya nalar seseorang. Hubungan antara pendidikan formal dengan pengetahuan dan sikap berada pada tingkat sedang koefisien korelasi 0,487 dan 0,436. Tingkat hubungan dengan keterampilan berada pada tingkat kuat koefisien korelasi 0,737. Hubungan antara pendidikan formal dengan aspek keterampilan lebih kuat dari pada dengan aspek pengetahuan dan sikap, hal ini dikarenakan pengrajin tempe lebih banyak melakukan kegiatan produksi dan pemasaran yang lebih menuntut kemampuan keterampilan. Hal ini sesuai dengan skor aspek keterampilan untuk proses produksi dan pemasaran, termasuk dalam kategori terampil Tabel 11 dan 12

5.6.4. Hubungan Sifat Wirausaha dengan Kompetensi

Sifat wirausaha adalah sifat atau jiwa bisnis yang dimiliki pengrajin tempe, yang meliputi sifat: meningkatkan prestasi, keluwesan bergaul, kerja keras, percaya diri, pengambil risiko, inovatif, dan mandiri. Berdasarkan hasil analisis korelasi, sifat wirausaha berhubungan tidak nyata dengan aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan, dengan tingkat hubungan rendah. Hubungan antara sifat wirausaha dengan aspek pengetahuan berada pada tingkat sedang koefisien korelasi 0,419. Hubungan dengan aspek sikap dan keterampilan termasuk dalam kategori rendah koefisien korelasi 0,283 dan 0,398. Tingkat hubungan yang rendah menjadikan sifat wirausaha tidak dapat digunakan untuk menjelaskan atau memprediksi kompetensi pengrajin tempe. Rendahnya hubungan sifat wirausaha dengan kompetensi sesuai dengan skor sifat wirausaha yang termasuk dalam kategori cukup Tabel 7. Menurut Partomo dan Soejoedono 2004 pandangan umum bahwa semua pengrajin UKM memiliki sifat dan jiwa entrepreneurship adalah kurang tepat, karena terdapat sekelompok pengrajin UKM yang tidak memiliki sifat dan jiwa entreprenurship. Berdasarkan kriteria kepemilikan sifat entrepreneurship, UKM dapat dibagi menjadi empat kelompok sebagai berikut: • Livelihood Activities, yang masuk kategori ini pada umumnya bertujuan hanya mencari mencari nafkah, tidak memiliki sifat wirausaha. • Micro Enterprice, kelompok ini memiliki sifat pengrajin, tetapi tidak memiliki sifat wirausaha. • Small Dynamic Enterprises, kelompok ini cukup memiliki sifat wirausaha • Fast Moving Enterprises, kelompok ini memiliki sifa wirausaha.

5.6.5. Hubungan Motivasi dengan Kompetensi