5.6.1. Hubungan Usia dengan Kompetensi
Pada Tabel 7 terdapat 82,0 usia pengrajin tempe termasuk dalam kategori muda dan sedang, dengan usia rata-rata 38,8 tahun. Berdasarkan
analisis korelasi, usia berhubungan positif dengan aspek pengetahuan dan sikap, serta berhubungan negatif dengan keterampilan, dengan tingkat
hubungan rendah dan negatif koefisien korelasi -0,188. Karena pengaruhnya kecil, maka usia tidak dapat digunakan untuk menjelaskan atau memprediksi
kompetensi pengrajin tempe. Rendahnya pengaruh usia terhadap kompetensi, disebabkan seluruh
proses pada industri tempe dilakukan secara sederhana, ditandai oleh perkembangan teknologi pembuatan tempe yang tidak mengalami perubahan
nyata, seluruh proses dijalankan secara tradisional dengan peralatan sederhana, menjadikan pengrajin yang berusia sangat muda maupun tua dapat mengelola
usaha industri tempe. Hubungan negatif antara usia dengan keterampilan, dapat terjadi karena
sebagian besar aktivitas yang terdapat pada industri tempe merupakan kegiatan fisik yang memerlukan kekuatan otot. Arikunto 1991 menjelaskan
bahwa aspek keterampilan lebih menekankan pada kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kerja otot, yang menyebabkan gerak tubuh, aspek ini
meliputi semua tingkah laku yang menggunakan syaraf dan otot badan. Bertambahnya usia seseorang dapat menurunkan kemampuan fisik dan
otot-otot untuk bekerja
.
Kondisi ini sesuai dengan pendapat Mappiare 1993 yang menyatakan bahwa puncak kekuatantenaga seseorang berada pada usia
20-30 tahun, dan mulai menurun pada usia 40-45 tahun, pada usia selanjutnya akan terjadi penurunan fisik yang semakin cepat.
5.6.2. Hubungan Pengalaman dengan Kompetensi
Pengalaman adalah lamanya pemilik industri tempe secara aktif mengelola usahanya. Pengalaman rata-rata pengrajin tempe adalah 15,1 tahun,
dengan kisaran 5 – 30 tahun. Berdasarkan analisis korelasi, pengalaman berhubungan nyata dengan aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan,
dengan tingkat hubungan kuat koefisien korelasi 0,600. Kuatnya hubungan antara pengalaman dengan kompetensi, menjadikan pengalaman dapat
digunakan untuk menjelaskan atau memprediksi kompetensi pengrajin tempe.
Kuatnya hubungan ke dua peubah ini menjelaskan bahwa pengalaman yang dimiliki pengrajin tempe dalam mengelola usaha, memberi dampak positif
terhadap perkembangan usaha, karena dengan memiliki pengalaman, membuat seseorang dapat mengendalikan jalannya usaha walaupun menghadapi
berbagai kendala. Semakin banyak memperoleh pengalaman yang bermutu akan semakin tangguh pengrajin mengelola usahanya. Menurut Haswell Riyanti,
2003 pentingnya memiliki pengalaman dalam mengelola usaha kecil, karena umumnya kegagalan usaha disebabkan kurangnya pengalaman dan lemahnya
kemampuan manajerial.
5.6.3. Hubungan Pendidikan Formal dengan Kompetensi