Kompetensi dalam bentuk keterampilan

disebabkan pandangan atau pendapat pengrajin yang menganggap bahwa kedua kegiatan tersebut merupakan kegiatan riil dari suatu usaha industri tempe, sehingga pengrajin memberikan perhatian khusus . Dari alokasi waktu, pengrajin lebih banyak menggunakan waktunya untuk kegiatan produksi dan pemasaran dari pada kegiatan lainnya, sehingga ke dua kegiatan ini sangat mendominasi seluruh kegiatan yang ada pada usaha industri tempe. Sikap pengrajin tempe terhadap perencanaan usaha termasuk dalam kategori kurang, hal ini disebabkan pengrajin menganggap kemampuan memproduksi dan memasarkan adalah sesuatu yang dapat dilakukan tanpa harus direncanakan terlebih dahulu, karena proses produksi dan pemasaran merupakan kegiatan rutin yang dilakukan setiap hari, dan sudah berlangsung bertahun-tahun tanpa pernah mengalami perubahan yang nyata, sehingga apabila rencana usaha khususnya rencana berbentuk dokumen tidak dibuat, tidak akan mengganggu jalannya usaha. Selain itu pengrajin tempe juga menganggap membuat rencana usaha tidak mudah. Menurut Gafur 1989 meskipun membuat rencana akan memperoleh banyak manfaat, namun banyak pengrajin menganggap perencanaan 1 menghabiskan waktu, tenaga, dan biaya, 2 keadaan dapat berubah disaat proses sedang berjalan. Evaluasi kinerja usaha termasuk dalam kategori baik, karena pengrajin memiliki pandangan apabila terjadi ketidaksesuaian target kegagalan produksi atau pemasaran, perlu dilakukan evaluasi untuk mencari penyebab kegagalan tersebut.

5.5.3. Kompetensi dalam bentuk keterampilan

Aspek keterampilan merupakan salah satu unsur kompetensi, sehingga lemahnya aspek ini dapat mengurangi kompetensi seseorang. menurut Arikunto 1991 keterampilan berhubungan erat dengan kerja otot yang menyebabkan gerak tubuh. Menurut Esseff Gafur, 1989 yang termasuk dalam aspek keterampilan adalah: 1 pendengaran auditory, 2 penglihatan visual, ucapan verbal, mengubah manipulate, menulis, dan meraba. Keterampilan adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot yang lazim tampak dalam aktivitas jasmani seperti menulis, mengetik, olah raga dan sebagainya Syah, 2005. Keterampilan menekankan pada kemampuan motorik dalam kawasan psikomotorik, yaitu bekerja dengan benda-benda atau aktivitas yang memerlukan koordinasi syaraf dan otot, seseorang dapat dikatakan menguasai kecakapan motorik bukan saja karena dapat melakukan gerakan-gerakan yang telah ditentukan, tetapi juga dapat melakukannya dengan gerakan yang lancar, benar dan sesuai dengan waktu yang ditentukan Suparno, 2001 Kompetensi pengrajin tempe dalam bentuk keterampilan berdasarkan data yang diperoleh dilapangan adalah: • Menggunakan dan memelihara peralatan komportungku, rak fermentasi, tampah, ember, tong, cetakan, pengaduk kayu, dandang, timbangan • Memilih bahan yang akan digunakan kedelai, kapang, air • Membersihkan ruang dan lingkungan kerja • Menjaga keselamatan kerja • Melayani pelanggan • Membuat tempe, meliputi: − Mensortir dan membersihkan kacang kedelai − Merebus kedelai − Merendam kedelai − Mengupas dan memisahkan kulit kedelai − Meniriskan kedelai − Melakukan inokulasi − Mencetak dan membungkus − Melakukan fermentasi − Memanen dan mensortir tempe sebelum dijual Kompetensi dalam bentuk keterampilan yang dimiliki pengrajin tempe sebagaimana yang diuraikan di atas, menurut pendapat kalangan profesional terdapat sejumlah keterampilan yang belum berkembang yaitu: membuat rencana usaha, membukukan keuangan, melakukan evaluasi, menerapkan manajemen mutu dan melakukan studi pasar, hal ini dikarenakan pengrajin tempe lebih mengutamakan pada keterampilan produksi dari pada keterampilam yang bersifat manajemen. Kompetensi pengrajin tempe dalam bentuk keterampilan memproduksi dan memasarkan tempe secara rinci disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Skor kompetensi dalam bentuk keterampilan No Aspek Keterampilan Skor Kategori 1. Proses produksi 3,07 Terampil 2. Memasarkan hasil produksi 2,67 Terampil Rataan 2,87 Terampil Keterangan: n = 39 skor ≤ 1,75 = Kurang 1,75 – 2,50 = Cukup 2,50 – 3,26 = Terampil 3,26 = Sangat terampil Pengalaman pengrajin dalam proses pembuatan tempe pada umumnya telah 5 – 30 tahun, sehingga pengrajin memiliki keterampilan yang tinggi. Hal ini juga dipengaruhi oleh kurangnya inovasi dalam proses pembuatan tempe, sehingga cara pengrajin membuat tempe dari waktu kewaktu tidak mengalami perubahan nyata, terutama pada proses produksi dan mutu tempe. Perubahan terjadi pada cara pengupasan kulit kedelai, yang semula menggunakan kaki dengan cara diinjak-injak, saat ini menggunakan mesin pengupas kulit, dan pembungkus tempe lebih banyak menggunakan plastik dari pada daun pisang. Faktor lain yang turut membentuk keterampilan yang dimiliki pengrajin tempe adalah pengalaman bekerja sebagai pembuat tempe pada orang lain, yang dilakukan sebelum memiliki usaha sendiri. Keterampilan pengrajin dalam memasarkan hasil produksi termasuk dalam kategori terampil, keterampilan ini diperolehnya dari pengalaman mencari dan melayani pembeli.

5.5.4. Kompetensi Pengrajin tempe