Kompetensi dalam bentuk pengetahuan

merupakan karateristik mendasar seseorang, yang menentukan terhadap hasil kerja yang terbaik dan efektif, sesuai dengan kinerja yang ditentukan dalam suatu pekerjaan atau situasi tertentu. Kompetensi menentukan perilaku dan kinerja seseorang dalam situasi dan peran yang bermacam-macam. Tingkat kompetensi seseorang dapat digunakan untuk memprediksi seseorang akan kemampuannya menyelesaikan pekerjaan dengan benar. Menurut Suparno 2001 kompetensi adalah kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas dengan persyaratan yang ditentukan. Seorang pengrajin tempe dengan tugas dan fungsi sebagai pemilik, tenaga kerja dan pengelola usaha, melakukan perencanaan plan usaha, membuat dan memasarkan tempe do, melakukan evaluasi check, dan melakukan perbaikan mutu action. Berdasarkan definisi kompetensi yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dirumuskan bahwa kompetensi adalah kemampuan dan kewenangan yang dimiliki seseorang untuk melakukan sesuatu, yang didasari pada pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dikuasai dan telah menjadi bagian dari dirinya, sesuai dengan prosedur untuk menghasilkan produk yang baik. Kompetensi dalam penelitian ini adalah kemampuan atau kecakapan yang dimiliki pengrajin tempe dalam bentuk 1 pengetahuan, 2 sikap, dan 3 keterampilan, dalam bidang: perencanaan usaha, proses produksi, pemasaran, evaluasi kinerja usaha, dan perbaikan mutu.

5.5.1. Kompetensi dalam bentuk pengetahuan

Pengetahuan merupakan salah satu unsur kompetensi, menurut Purwanto 2002 mutu dan jumlah pengetahuan yang dimiliki seseorang dan jenis pengetahuan yang dikuasai memegang peran penting dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Menurut Sumardjo Yustina dan Sudrajat, 2008 pengetahuan adalah informasi yang dimiliki seseorang pada bidang tertentu. Bruner Suparno, 2001 mengemukakan bahwa pengetahuan selalu dapat diperbaharui, dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan perkembangan intelektual individu. Pengetahuan bukan produk, melainkan suatu proses, yang menurut Bruner proses tersebut melibatkan tiga aspek, yaitu: 1 proses mendapatkan informasi baru yang sering kali merupakan pengganti yang telah diperoleh sebelumnya atau merupakan penyempurnaan informasi sebelumnya, 2 proses transformasi, yaitu proses memanipulasi pengetahuan agar sesuai dengan tugas-tugas baru, 3 proses mengevaluasi cara pengolahan informasi. Pengetahuan pengrajin tempe telah berproses sesuai perjalanan waktu, dimulai sejak belajar membuat tempe sampai mengelola industri tempe milik sendiri. Pengetahuan pengrajin tempe yang diperoleh di lapangan dapat dibagi menjadi dua, yaitu 1 pengetahuan tentang proses produksi dan 2 pengetahuan tentang pengelolaan usaha industri tempe. 1 Pengetahuan proses produksi tempe meliputi: • Penggunaan peralatan • Pemilahan bahan yang digunakan kedelai, kapang, air • Teknis pembutan tempe • Perawatan peralatan kompor, rak fermentasi, tampah, ember, tong, cetakan, pengaduk kayu, dandang, timbangan 2 Pengetahuan pengelolaan usaha industi tempe meliputi: • Pengelolaan dan pembukuan keuangan • Pengadaan kedelai • Tenaga kerja • Pemasaran Pengetahuan pengrajin tempe berdasarkan data yang diperoleh, sebagaimana diuraikan di atas belum mencakup pengetahuan tentang kebersihan ruang dan lingkungan kerja, keamanan pangan, keselamatan kerja, perencanaan usaha, pemasaran, evaluasi kinerja usaha, perbaikan mutu, dan pengembangan mutu. Kondisi ini disebabkan pengrajin tempe masih mengutamakan hal-hal yang berhubungan langsung dengan produksi. Kompetensi pengrajin tempe dalam bentuk pengetahuan tentang: memproduksi dan memasarkan tempe, melakukan evaluasi kinerja usaha, serta melakukan perbaikan mutu, termasuk dalam kategori cukup Tabel 9. Hal ini disebabkan rendahnya skor perencanaan usaha, yang masuk dalam kategori kurang skor 1,45. Ketidak tahuan pengrajin mengenai cara membuat rencana usaha, dan juga anggapan bahwa proses produksi dan pemasaran tidak membutuhkan perencanaan. Menurut Partomo dan Soejoedono 2004 ciri umum usaha kecil adalah sedikit menggunakan proses perencanaan. Proses produksi dan pemasaran merupakan kegiatan rutin yang dilakukan setiap hari, dan telah berlangsung bertahun-tahun tanpa mengalami perubahan nyata, sehingga apabila rencana usaha khususnya yang berbentuk dokumen tidak dibuat, tidak akan mengganggu jalannya usaha. Menurut Gafur 1989 meskipun membuat rencana akan memperoleh banyak keuntungan, namun banyak pengrajin menganggap perencanaan menghabiskan waktu, tenaga dan biaya. Data skor kompetensi pengrajin tempe dalam bentuk pengetahuan tersaji pada Tabel 9. Tabel 9 Skor kompetensi dalam bentuk pengetahuan No Bidang Pengetahuan Skor Kategori 1. Membuat rencana usaha 1,45 Kurang 2. Memproduksi 3,21 Baik 3. Memasarkan hasil produksi 2,51 Baik 4. Melakukan evaluasi kinerja usaha 2,27 Cukup 5. Melakukan perbaikan mutu 2,08 Cukup Rataan 2.30 Cukup Keterangan: n = 39 skor ≤ 1,75 = Kurang 1,75 – 2,50 = Cukup 2,50 – 3,26 = Baik 3,26 = Sangat baik Tabel 9 menunjukkan memproduksi dan memasarkan termasuk dalam kategori baik, evaluasi kinerja usaha dan perbaikan mutu, termasuk dalam kategori cukup. Pengetahuan pengrajin tentang cara memproduksi tempe termasuk dalam kategori baik, hal ini disebabkan selain sebagai pemilik usaha, pengrajin juga sebagai pekerja dengan pengalaman berkisar 5 – 30 tahun Tabel 7. Pengetahuan pengrajin tempe tentang pemasaran masuk kategori baik, hal ini disebabkan selain membuat tempe pengrajin juga berperan sebagai penjual. Pengetahuan pengrajin tempe yang berkaitan dengan evaluasi kinerja dan perbaikan mutu, termasuk dalam kategori cukup. Kurangnya pengetahuan cara membuat instrumen evaluai dan perbaikan mutu, menjadikan pengrajin tidak melakukan proses evaluasi dan perbaikan mutu secara terprogram dan terdokumentasi secara benar.

5.5.2. Kompetensi dalam bentuk sikap