Teori Mobilitas Sosial Sisa-Sisa Budaya Feodalisme Pada Masyarakat Perkebunan (Studi deskriptif pada Masyarakat Perkebunan di PTPN II Tandem Hilir I Kec. Hamparan Perak Kab. Deli Serdang)

status didalamnya tetapi kaitannya dalam peran. Anomi atau disfungsi cenderung dipahami ketika peran dalam struktur berdasarkan status tidak dijalankan akibat dari adanya berbagai faktor. Davis dan Moore berpandangan bahwa suatu jenis pekerjaan hendaknya diberi imbalan yang lebih tinggi karena alasan tingginya tingkat kesulitan dan kepentingannya, sehingga memerlukan bakat dan pendidikan yang lebih hebat pula. Mereka membenarkan bahwa hal tersebut tidak berlaku pada masyarakat yang tidak bersifat kompetitif di mana kebanyakan jabatan pekerjaan merupakan sesuatu yang diwariskan, bukannya sesuatu yang dicapai melalui usaha. Walaupun imbalan mencakup prestise dan pengakuan masyarakat, namun uang merupakan imbalan yang paling utama sehingga diperlukan ketidaksamarataan penghasilan agar semua jenis pekerjaan dapat diduduki oleh orang-orang yang kemampuannya cocok untuk jenis pekerjaan tersebut Horton dan Hunt, 1992: 27-28. Teori ini menyatakan bahwa orang yang menempati posisi istimewa itu berhak mendapatkan hadiah mereka; imbalan seperti itu perlu diberikan kepada mereka demi kebaikan masyarakat. Kemudian, ada pula pandangan yang mengatakan bahwa struktur sosial yang telah ada sejak masa lalu, maka ia akan terus ada di masa datang. Ritzer, 2008: 120.

2.3. Teori Mobilitas Sosial

Menurut Horton dan Hunt Narwoko, 2004 mobilitas dapat diartikan sebagai suatu gerakan perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Mobilitas sosial juga dapat berupa peningkatan atau penurunan dalam segi status sosial dan Universitas Sumatera Utara biasanya termasuk pula dari segi penghasilan yang dapat dialami oleh beberapa individu atau keseluruhan anggota kelompok. Mobilitas sosial terbagi menjadi 2 jenis yaitu : 1. Mobilitas Sosial Vertikal Mobilitas sosial vertikal adalah perpidahan individu atau objek sosial dari kedudukan sosial yang satu menuju ke kedudukan yang lainnya yang tidak sederajat. Mobilitas sosial vertikal ini terdiri dari: a. Gerak Sosial Meningkat social climbing, yaitu gerak perpindahan angggota masyarakat dari kelas sosial yang rendah ke kelas sosial yang lebih tinggi. b. Gerak Sosial Menurun social slinking, yaitu gerak perpindahan anggota masyarakat dari kelas sosial lain lebih rendah posisinya. 2. Mobilitas Sosial Horizontal Adalah perpindahan individu atau objek-objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial yang satu ke kelompok sosial lainnya yang massih sederajat. Dalam mobilitas horizontal tidak terjadi perubahan dalam derajat status seseorang atau objek sosial lainnya. Seperti yang telah dikemukakan oleh Horton dan Hunt, bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi tingkat mobilitas pada masyarakat modern, yaitu: a. Faktor Struktural, yaitu jumlah relatif dari kedudukan tinggi yang bisa dan harus diisi serta kemudahan untuk memperolehnya. b. Faktor Individu , yaitu kualitas setiap orang yang dapat ditinjau dari segi tingkat pendidikan, penampilan, keterampilan pribadi, dan termasuk faktor Universitas Sumatera Utara kesempatan yang menetukan siapa yang akan berhasil mencapai kedudukan tersebut. Mobilitas juga terbagi menjadi dua jenis, yaitu mobilitas intragenerasi yang mengacu pada mobilitas sosial yang dialami seseorang dalam masa hidupnya, misalnya dari status asisten dosen menjadi dosen atau perwira pertama menjadi perwira tinggi. Kemudian ada yang disebut dengan mobilitas antargenerasi yang mengacu pada perbedaan status yang dicapai seseorang ataupun melalui status yang dimiliki oleh orangtuanya. Misalnya, anak seorang tukang becak berhasil menjadi seorang dokter. Pada umumnya, cara orang untuk dapat melakukan mobilitas sosial ke atas adalah sebagai berikut : a. Perubahan Standar Hidup Yaitu berupa kenaikan penghasilan akan tetapi tidak menaikkan status nya secara otomatis, melainkan akan mrefleksikan suatu standar hidup yang lebih tinggi. Hal ini yang akan mempengaruhi peningkatan status, contohnya; seorang buruh kasar, karena keberhasilan dan prestasinya, ia diberikan kenaikan pangkat menjadi karyawan tetap sehingga apabila ditinjau dari segi tingkat pendapatannya akan meningkat. Status sosialnya di masyarakat tidak dapat dikatakan naik apabila tidak berubah standar hidupnya, misalnya ia memutuskan untuk tetap hidup sederhana sama seperti ketika ia menjadi buruh kasar. Universitas Sumatera Utara b. Perkawinan Untuk meningkatkan status sosial yang lebih tinggi dapat dilakukan malalui perkawinan. Contohnya: seorang wanita yang berasal dari keluarga sangat sederhana menikah dengan laki-laki dari keluarga kaya dan terpandang di lingkungannya. Perkawinan ini dapat menaikkan status wanita tersebut. c. Perubahan Tempat Tinggal Untuk meningkatkan status sosial, seseorang dapat berpindah tempat tinggal dari tempat tinggal yang lama ke tempat tinggal yang baru atau dengan cara merekonstruksi tempat tinggalnya yang lama menjadi lebih megah, indah dan mewah. Maka secara otomatis seseorang yang memiliki tempat tinggal mewah tersebut akan diberi label sebagai orang kaya oleh masyarakat sekitar. Hal ini menunjukkan terjadinya gerak sosial ke atas. d. Perubahan Tingkah Laku Untuk mendapatkan status sosial yang lebih tinggi, orang berusaha menaikkan status sosialnya dan berperilaku layaknya kelas yang lebih tinggi sebagi aspirasi dari kelasnya. Bukan hanya tingkah laku, tetapi juga pakaian, ucapan, minat dan sebagainya. Ia merasa dituntut untuk mengkaitkan diri dengan kelas yang dinginkannya. Contoh, agar penampilannya meyakinkan dan dianggap sebagai orang dari golongan lapisan kelas atas, ia selalu mengenakan pakaian yang bagus-bagus. Jika bertemu dengan kelompoknya, ia pun berbicara dengan menyelipkan berbagi istilah-istilah asing yang biasa disebut bahasa ’gaul’. Universitas Sumatera Utara e. Perubahan Nama Dalam suatu masyarakat, sebuah nama diidentifikasikan pada posisi sosial tertentu. Gerak ke atas dapat dilaksanakan dengan mengubah nama yang menunjukkan posisi sosial yang lebih tinggi. Contoh: di kalangan masyarakat feodal di Jawa, seseorang yang memiliki status sebagai orang yang masih memiliki keturunan ningrat kebanyakan mendapat sebutan ’Raden Mas’ untuk laki-laki dan ’Raden Ayu’ untuk perempuan di depan nama aslinya. Universitas Sumatera Utara BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian