Sisa-Sisa Budaya Feodalisme Menyebabkan Mobilitas Sosial

sesuatu yang diperoleh melalui usaha. Walaupun imbalan mencakup prestise dan pengakuan masyarakat, namun uang merupakan imbalan yang paling utama sehingga diperlukan ketidaksamarataan penghasilan agar semua jenis pekerjaan dapat diduduki oleh orang-orang yang kemampuannya cocok untuk jenis pekerjaan tersebut. Manager yang menempati posisi istimewa berhak mendapatkan hadiah atau imbalan untuk contoh teladan bagi karyawan-karyawan di perusahaan yang ia pimpin. Walaupun kemudian ada pula yang mengatakan ada kecenderungan menimbulkan kesenjangan sosial yang akan membawa dampak buruk seperti memunculkan kesempatan untuk korupsi. Fenomena korupsi di Indonesia memang dapat dikatakan telah membudaya, menjadi semacam way of life yang melibatkan banyak aktor, dan berlangsung dalam jaring-jaring korupsi yang kompleks. Namun, ini tidak berarti bahwa korupsi sudah tidak dapat ditanggulangi. Dengan perkataan lain perlu ditanamkan kepada warga Negara suatu pengertian untuk tidak menyerah dalam memberantas korupsi, dan bahwa seolah-olah korupsi sesuatu yang sudah melekat dan tidak dapat diutak-atik lagi. Untuk itu perlu dibutuhkan suatu tekad yang kuat, komitmen, dan keseriusan untuk menanggulangi korupsi. Dengan tekad dan keseriusan semacam ini, tidaklah mustahil bahwa di masa yang akan datang, Indonesia benar-benar bisa menjadi negara yang bersih dari korupsi.Winarno, 2008: 71

4.4.3 Sisa-Sisa Budaya Feodalisme Menyebabkan Mobilitas Sosial

Universitas Sumatera Utara Menurut Horton dan Hunt Narwoko, 2004 mobilitas dapat diartikan sebagai suatu gerakan perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Mobilitas sosial juga dapat berupa peningkatan atau penurunan dalam segi status sosial dan biasanya termasuk pula dari segi penghasilan yang dapat dialami oleh beberapa individu atau keseluruhan anggota kelompok. Terjadinya mobilitas sosial dari satu lapisan sosial ke lapisan sosial lainnya berarti menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan pada seseroang yang mengalami mobilitas tersebut. Dalam mempertahankan budaya-budaya lama orang-orang sering mengadopsi secara tidak langsung budaya lama tersebut. Seperti yang dituturkan oleh Pak Sidabutar dalam kutipan wawancara berikut: ”....Tidak jarang terkadang ada orang-orang staf yang dengan sengaja menjodohkan anak-anak mereka alasannya cuma supaya hubungan persaudaraan diantara mereka tetap terjaga.” Wawancara Mei 2011. Apabila dilihat dari sisi budaya yang ada di masyarakat sekitar wilayah perkebunan, memang tidak jarang diantara mereka sesama masyarakat perkebunan saling menjodohkan anak mereka. Ini dilakukan dengan alasan agar kekerabatan diantara mereka tetpa dapat terjalin dengan baik. Padahal bila dipahami lebih dalam, hal tersebut merupak salah satu peninggalan budaya feodalisme yang telah terlestarikan di dalam diri mereka yang secara tidak disadari ternyata diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut juga tidak menutup kemungkinan dapat mengakibatkan terjadinya mobilitas sosial seorang karyawan. Universitas Sumatera Utara Perilaku diatas yang dapat mengakibatkan terjadinya mobilitas sosial vertikal yang merupakan perpidahan individu atau objek sosial dari kedudukan sosial yang satu menuju ke kedudukan yang lainnya yang tidak sederajat. Terjadi Gerak Sosial Meningkat social climbing, pada masyarakat perkebunan yang merujuk pada kondisi karyawan perkebunan Tandem Hilir, kemudian adanya gerak perpindahan anggota masyarakat yang rendah seperti misalnya, buruh kasar yang memiliki pekerjaan hanya pada saat musim panen tiba, ketika ia kemudian dipindahtugaskan menjadi kepala bagian tanaman. Gerak Sosial dapat menurun apabila dalam mobilitas horizontal tidak terjadi perubahan dalam derajat status seseorang atau objek sosial lainnya. Pada umumnya, cara orang untuk dapat melakukan mobilitas sosial ke atas adalah sebagai berikut : f. Perubahan Standar Hidup Yaitu berupa kenaikan penghasilan akan tetapi tidak menaikkan statusnya secara otomatis, melainkan akan merefleksikan suatu standar hidup yang lebih tinggi. Hal ini yang akan mempengaruhi peningkatan status, contohnya; seorang buruh kasar, karena keberhasilan dan prestasinya, ia diberikan kenaikan pangkat menjadi karyawan tetap sehingga apabila ditinjau dari segi tingkat pendapatannya akan meningkat. Namun status sosialnya di masyarakat tidak dapat dikatakan naik apabila tidak ia merubah standar hidupnya, misalnya ia memutuskan untuk tetap hidup sederhana sama seperti ketika ia menjadi buruh kasar. Universitas Sumatera Utara g. Perkawinan Untuk meningkatkan status sosial yang lebih tinggi dapat dilakukan malalui perkawinan. Contohnya: seorang wanita anak karyawan yang berasal dari keluarga sangat sederhana menikah dengan seorang laki-laki anak dari staf diperkebunan yang berasal dari keluarga kaya dan terpandang di lingkungan perkebunan tersebut. Perkawinan ini dapat menaikkan status wanita tersebut. h. Perubahan Tempat Tinggal Untuk meningkatkan status sosial, seseorang dapat berpindah tempat tinggal dari tempat tinggal yang lama ke tempat tinggal yang baru atau dengan cara merekonstruksi tempat tinggalnya yang lama menjadi lebih megah, indah dan mewah. Maka secara otomatis seseorang yang memiliki tempat tinggal mewah tersebut akan diberi label sebagai orang kaya oleh masyarakat sekitar. Hal ini menunjukkan terjadinya gerak sosial ke atas. i. Perubahan Tingkah Laku Untuk mendapatkan status sosial yang lebih tinggi, orang berusaha menaikkan status sosialnya dan berperilaku layaknya kelas yang lebih tinggi sebagi aspirasi dari kelasnya. Bukan hanya tingkah laku, tetapi juga pakaian, ucapan, minat dan sebagainya. Ia merasa dituntut untuk mengkaitkan diri dengan kelas yang dinginkannya. Contoh, agar penampilannya meyakinkan Universitas Sumatera Utara dan dianggap sebagai orang dari golongan lapisan kelas atas, ia selalu mengenakan pakaian yang bagus-bagus. Jika bertemu dengan kelompoknya, ia pun berbicara dengan menyelipkan berbagi istilah-istilah asing. j. Perubahan Nama Dalam masyarakat perkebunan Tandem Hilir, sebuah nama diidentifikasikan pada posisi yang mereka terima. Gerak ke atas dapat dilaksanakan dengan mengubah nama yang menunjukkan posisi sosial yang lebih tinggi. Contoh: di kalangan masyarakat perkebuna di KebunTandem Hilir, seseorang yang memiliki status sebagai orang yang memiliki posisi sebagai kepala atau pimpinan mendapat sebutan ’Pak KTU, Pak Manager, Pak Mandor’ . Budaya feodalisme dapat menghambat pemberantasan korupsi, sangat terasa di Indonesia. Perilaku sebagian petinggi yang masih merasa berhak untuk dihormati tinggi-tinggi dan diagung-agungkan, serta ucapannya harus didengar dan keinginannya harus dituruti. Mereka kurang menonjolkan fungsinya sebagai pelayan dan abdi masyarakat maupun bawahannya. Dan bahkan sering kali membuat kebijakan yang mengatasnamakan kepentingan umum, padahal sebenarnya hanya merupakan kepentingan orang tertentu atau sekelompok orang saja. Kebudayaan oleh sebab itu, menjadi sesuatu yang harus diperjuangkan misalnya dari dampak negatif globalisasi atau masuknya nilai-nilai asing yang tidak sejalan dengan nilai-nilai luhur bangsa. Akibatnya, kebudayaan seringkali dilihat Universitas Sumatera Utara sebagai masalah keamanan yang serius, atau bahkan masalah kedaulatan. Selain itu, aktivitas kebudayaan juga menjadi sesuatu yang harus banyak diatur oleh birokrasi. Cara pandang tersebut tentu saja mengandung banyak kelemahan dan tidak mendukung kehidupan kebudayaan. Kebudayaan yang sebenarnya bukanlah sesuatu yang hanya dipertahankan, apalagi dipertahankan secara defensif dari kebudayaan luar. Sebab, kebudayaan itu bukanlah sebuah wilayah tertutup, dan tidak bisa menjadi wilayah tertutup Sarjono, 1999: 310. Kebudayaan merupakan hasil proses kreatif dan inovatif yang terus menerus. Kebudayaan-kebudayaan tersebut berkembang karena membuka dan melibatkan diri dalam upaya pelestarian, bukan karena menutup diri dan menghindar. Universitas Sumatera Utara BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan