Batasan Penelitian METODOLOGI PENELITIAN 4.1

16. Biaya penangkapan ikan adalah total biaya yang dikeluarkan melakukan operasi pengkapan ikan per tahun per unit effort dari alat tangkap purse seine dan bagan. 17. Tingkat upaya penangkapan effort adalah jumlah trip penangkapan ikan per tahun dari alat tangkap purse seine dan bagan 18. Tingkat discount rate adalah tingkat suku bunga riil yang dihitung berdasarkan market discount rate dan perhitungan tingkat suku bunga yang dikembangkan oleh Ramsey dan Kula 1984 diacu dalam Anna 2003 dan telah dijastifikasi dengan menggunakan persamaan , δ adalah real discount rate yang merupakan anual continuous discount rate menurut Clark 1985. 19. Pemanfaatan sumberdaya perikanan secara open access adalah keadaan setiap orang dapat melakukan atau memanfaatkan sumberdaya ikan untuk melakukan penangkapan atau mengeksploitasi tanpa adanya kontrol atau pembatasan. 20. Biological overfishing adalah kondisi eksploitasi sumberdaya ikan yang melebihi potensi maksimum lestari Maximum Sustainable Yield dari suatu perairan. 21. Economic overfishing adalah keadaan penerimaan total yang diperoleh dari hasil tangkapan ikan dengan total biaya yang dikeluarkan untuk menangkap ikan, maka rente sama dengan nol 22. Rente ekonomi adalah selisih dari total penerimaan dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan dalam melakukan penangkapan ikan, yang dinotasikan dengan . Nilai rente sepanjang waktu adalah dihitung nilai rente dibagi dengan diskon rate ⁄ . 23. Alokasi optimal adalah kondisi sumberdaya perikanan di Perairan Kota Ambon dapat ditingkatkan pada produksi yang optimal, tingkat upaya effort optimal, jumlah alat tangkap optimal dan nelayan optimal, dan pada akhirnya rente yang diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya dapat teralokasi secara optimal oleh nelayan.

4.5.2 Asumsi-asumsi

Asumsi yang dipakai dalam penelitian ini mengacu pada Clark 1975 dan Clark 1985, sebagai berikut: 1. Populasi ikan menyebar secara merata. 2. Stok ikan mengalami kendala yang sama dari daya dukung lingkungan Perairan Kota Ambon. 3. Tidak ada kejenuhan menggunakan alat tangkap purse seine dan bagan di Perairan Kota Ambon. 4. Unit penangkapan adalah purse seine dan bagan dalam menangkap ikan layang adalah homogen. 5. Biaya penaangkapan per unit effort penangkapan ikan adalah konstan dan proporsional terhadap effort. 6. Harga ikan per hasil tangkapan adalah konstan. 7. Data yang dianalisis merupakan data produksi, trip, harga dan biaya di daerah penelitian. 8. Setiap sumberdaya ikan adalah spesies independen dan tidak saling tergantung.

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja purposive pemilihan lokasi tersebut dengan pertimbangan sumberdaya ikan layang di lokasi penelitian mengalami peningkatan produksi dan nilai produksi dari tahun ke tahun dari aktivitas penangkapan ikan pada wilayah perairan di lokasi penelitian Gambar 11. Lokasi penelitian ini adalah di Perairan Kota Ambon, Provinsi Maluku dan dilaksanakan pada bulan September-November 2013. Letak Perairan Kota Ambon berada sebagian besar dalam Wilayah Pulau Ambon dan secara geografis terletak pada posisi: 3 o - 4 o Lintang Selatan dan 128 o -129 o Bujur Timur, dengan keseluruhan Perairan Kota Ambon berbatasan dengan Kabupaten Maluku Tengah. Gambar 11. Peta Lokasi Penelitian Pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Kota Ambon telah dilakukan sejak lama. Pemanfaatan tersebut berawal dari cara tradisional dengan tujuan pemenuhan kebutuhan hidup hingga dimanfaatkan sebagai produk segar yang didagangkan. Hal tersebut terlihat dari jenis dan jumlah alat tangkap perahu maupun kapal motor yang digunakan untuk melakukan eksploitasi penangkapan ikan. Data Statistik Kota Ambon menunjukkan bahwa jumlah armada penangkapan sebagian besar didominasi oleh perahu tanpa motor yakni pada tahun 2006 mencapai 39.397 unit dari total armada penangkapan di Kota Ambon DKP, 2011. Aktifitas penangkapan ikan layang di Perairan Kota Ambon masih menggunakan perahu tanpa motor sampai dengan akhir tahun 1960-an. Berdasarkan informasi yang diperoleh pada saat itu nelayan masih menggunakan pukat pantai atau pada masyarakat lokal dikenal dengan sebutan “jaring redi”. Masyarakat mulai mengenal motor penggerak jenis ketinting sejak tahun 1972. Pada saat itu nelayan sudah mulai memodifikasi alat tangkap pukat pantai menjadi pukat cincin purse seine atau yang disebut dengan “jaring bobo” hingga saat ini penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap purse seine sudah berkembang di Perairan Kota Ambon. Berdasarkan hasil survei, ada beberapa alat tangkap yang biasanya digunakan dalam ekploitasi terhadap sumberdaya ikan di Perairan Kota Ambon tetapi dalam penelitian ini dibatasi hanya untuk unit alat tangkap purse seine dan bagan. Kondisi perikanan di lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 3.

5.2 Kondisi Geografis

5.2.1 Kota Ambon

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979 luas wilayah Kota Ambon 377 km 2 atau 25 dari luas wilayah Pulau Ambon dan berdasarkan hasil survei tata guna tanah tahun 1980 luas daratan Kota Ambon tercatat 359,45 km 2 . Letak Kota Ambon berada sebagian besar dalam wilayah pulau Ambon dan secara geografis terletak pada posisi; 3 o - 4 o Lintang Selatan dan 128 o – 129 o Bujur Timur, secara keseluruhan Kota Ambon berbatasan dengan Kabupaten Maluku Tengah. Batas-batas wilayah Kota Ambon sebagai berikut; sebelah Utara dengan petuanan Desa Hitu, Hila, Kaitetu, Kacamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah; sebelah Selatan dengan Laut Banda; sebelah Timur dengan petuanan Desa Suli, Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah; sebelah Barat dengan petuanan Desa Hatu, Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah. Wilayah Kota Ambon juga terdiri dari daerah berbukit yang berlereng terjal seluas ± 186,90 km 2 atau 73 persen dan daerah dataran dengan kemiringan sekitar 10 persen seluas ± 55 km 2 atau 17 persen dari total wilayah daratan. Berdasarkan Peraturan Daerah PERDA Kota Ambon Nomor 2 Tahun 2006 Kota Ambon memiliki 5 Kecamatan, 20 Kelurahan dan 30 DesaNegeri. Jumlah DesaNegeri dan Kelurahan serta luas setiap Kecamatan disajikan pada Tabel 7 berikut: Tabel 7. Luas Daratan Kota Ambon Menurut Kecamatan No Kecamatan Ibukota Jumlah DesaKelurahan Luas wilayah daratan km 2 DesaNegeri Kelurahan 1 T.A.Luar Amahusu 5 8 88,35 2 Sirimau K. Panjang 4 10 86,82 3 T.A.Baguala Passo 6 1 40,11 4 P.Selatan Leahari 8 - 50,50 5 T.A.Dalam Wayame 7 1 93,67 Kota Ambon 30 20 359,45 Sumber: BPS Kota Ambon, 2011 Kota Ambon terletak dalam wilayah Pulau Ambon yang merupakan bagian dari Kepulauan Maluku yang merupakan pulau-pulau busur vulkanik sehingga sebagaian besar Wilayah Kota Ambon terdiri dari daerah yang berbukit dan terjal. Keadaan topografi Kota Ambon secara umum diklasifikasikan sebagai berikut:  Topografi relatif datar dengan ketinggian 0-100 meter dan kemiringan 0-10 persen terdapat di kawasan sepanjang pantai dengan radius antara 0-300 meter dari garis pantai.  Topografi landai samapai kemiringan dengan ketinggian 0-100 dan kemiringan 10-20 persen terdapat pada kawasan yang lebih jauh dari garis pantai 100 meter kearah daratan  Topografi bergelombang dan berbukit terjal dengan ketinggian 0-100 meter dan kemiringan 20-30 persen terdapat pada kawasan perbukitan.  Topografi terjal dengan ketingian lebih dari 100 meter dan kemiringan lebih dari 30 persen terdapat pada kawasan pegunungan. Keadaan topografi seperti ini mempegaruhi pola perkembangan dan pembangunan Kota sehingga cenderung bergerak mengikuti kondisi Perairan Kota Ambon.

5.2.2 Demografi Kota Ambon

Kota Ambon digolongkan pada Kelas Kota sedang dengan kriteria BPS mengenai lingkup Kelas Kota, karena Kota Ambon yang digolongkan kedalam Kelas Kota sedang yang memiliki jumlah penduduk 100.000 sampai 500.000 jiwa. Kota Ambon yang memiliki luas wilayah sebesar 359,45 km 2 dengan jumlah penduduk pada tahun 1995-2009 berfluktuasi yakni mengalami peningkatan pada tahun 1995 sebesar 286.475 jiwa hingga tahun 1998 sebesar 314.417 jiwa namun pada tahun 1999 jumlah tersebut mulai menurun sebesar 265.830 jiwa dan mulai menunjukkan fluktuasi peningkatan jumlah penduduk lagi pada tahun 2002 sebesar 233.319 jiwa hingga tahun 2009 sebesar 284.809 jiwa. Hal tersebut disajikan pada Tabel 8 berikut: Tabel 8. Data Kepadatan Penduduk Kota Ambon Tahun 1995-2009 Tahun Jumlah Penduduk JiwaOrang Kepadatan Penduduk JiwaKm 2 1995 286.475 790 1996 308.744 797 1997 310.921 859 1998 314.417 865 1999 265.830 875 2000 209.303 740 2001 220.998 582 2002 233.319 614 2003 244.890 649 2004 257.774 681 2005 262.967 717 2006 263.146 732 2007 271.972 757 2008 281.293 782 2009 284.809 792 Sumber: BPS Kota Ambon, 2011 Kepadatan jumlah penduduk dipengaruhi oleh peran Kota Ambon sebagai Ibukota Provinsi sehingga sebagai pusat pemerintahan jasa dan perdagangan berdampak terhadap laju pertumbuhan ekonomi dan kepadatan penduduk akibat dari peningkatan urbanisasi penduduk.

5.2.3 Perkembangan Perekonomian Kota Ambon

Salah satu ukuran yang sering digunakan untuk mengukur perekonomian suatu daerah adalah Produk Domestik Regional Bruto PDRB yang mencerminkan kemampuan suatu wilayah untuk mengelola sumberdaya dan menciptakan nilai tambah, hal ini disebabkan karena besarnya nilai Produk