Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Ikan Layang

demikian, kesejahteraan pada dimensi ini akan sangat berpengaruh pada hasil produksi dan rente ekonomi yang dicapai. Gambar 22. Sub Model Biomass Ikan Layang Gambar 23. Sub Model Effort Ikan Layang Gambar 23 menunjukkan sub model upaya tangkap yang disusun berdasarkan laju tangkapan dan jumlah effort unit yang dipengaruhi oleh koefisien tangkap q, sementara laju tangkapan ditentukan oleh CPUE. Dari kedua sub model tersebut kemudian digabungkan menjadi satu model, dimana tujuannya agar dapat dilihat secara langsung keterkaitan antara kedua sub model tersebut, dan dapat diketahui keterkaitan antara satu variabel dengan variabel yang Biom as s a B Laju Biom as s a ~ Pert um buhan I nt rins ik r D ay a D uk ung Lingk ungan K R as io Biom as s a Pert um buhan I nt rins ik Kem at ian Alam i Ef f ort E Laju Tangk apan Koef is ien Tangk apan Perubahan Ef is iens i Tangk apan C Kem at ian ~ Sub Model Biom as s a U nit Tangk ap Laju Ef f ort Laju Ef f ort t et ap dam pak penam bahan Ef f ort t erhadap C PU E Tabel R as io C PU E C PU E N orm al C PU E Tangk apan Perubahan Tangk apan Koef is ien t angk apan q Ef is iens i Ef f ort R at a rat a Ef f ort Sub Model Ef f ort lain. Model tersebut merupakan gambaran dari model pemanfaatan sumberdaya ikan layang di Perairan Kota Ambon. Gambar 24. Model Dinamis Degradasi Sumberdaya Ikan Layang

6.6.3 Running Model

Setelah dilakukan pemodelan, maka selanjutnya dilakukan running model dengan menggunakan perangkat lunak Stella dan Powersim. Simulasi model ini didasarkan pada model dinamis yang terdiri dari sub model biomassa dan sub model upaya tangkap. Model dinamis degradasi sumberdaya ikan layang di Perairan Kota Ambon dibangun berdasarkan sub model biomassa dan sub model upaya tangkap. Simulasi dilakukan dengan menggunakan sub model biomass dan effort penangkapan, serta manfaat ekonomi yang diperoleh. Model dinamis degradasi sumberdaya ikan layang di Perairan Kota Ambon menunjukkan rente ekonomi akan sangat menentukan dimana rente ekonomi sebagai variabel pemicu bagi peningkatan produksi perikanan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peningkatan harga ikan akan meningkatkan potensi rente ekonomi yang akan berdampak memicu peningkatan laju degradasi. 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1,000 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 K o ef .D eg ra d asi P ro d u k si Tahun Produksi Koef. Degradasi -0.20 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 -10000 -8000 -6000 -4000 -2000 2000 4000 6000 8000 10000 12000 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 K o ef. De p re si asi R en te Ek o n o mi Tahun Keuntungan Koef.Depresiasi Gambar 25. Simulasi Model Dinamis Degradasi dan Depresiasi Sumberdaya Ikan Layang Simulasi berdasarkan model dinamis degradasi dan depresiasi sumberdaya ikan layang di Perairan Kota Ambon dipicu rente ekonomi yang dihasilkan dari pemanfaatan effort dalam jangka panjang berdampak pada penurunan biomass ikan layang. Estimasi produksi, koefisien degradasi, rente ekonomi, adan koefisien depresiasi terindikasi telah terjadi degradasi dan depresiasi terhadap sumberdaya ikan layang. Sesuai sifat perikanan yang merupakan akses terbuka dan berlaku first come first serve sehingga setiap pengusaha ingin mendapatkan keuntungan yang setinggi-tingginya dengan tingkat eksploitasi yang tinggi, terlihat ketika produksi aktual di atas produksi lestari, maka konsekuensinya adalah terjadi degradasi sumberdaya ikan ditunjukkan Gambar 25 dengan nilai produksi yang mengalami peningkatan setiap tahunnya karena tingkat eksploitasi yang tinggi terhadap sumberdaya ikan layang di Perairan Kota Ambon, sebagimana terlihat ketika tingkat eksploitasi yang tinggi menyebabkan rente ekonomi tinggi pula hal ini menunjukkan fluktuasi peningkatan maupun penurunan disebabkan depresiasi terhadap sumberdaya ikan tersebut. Hal tersebut menunjukkan setiap tahunnya sumberdaya ikan layang di Perairan Kota Ambon mengalami degradasi dan depresiasi akibat peningkatan produksi dan upaya tangkap yang tinggi dengan konsekuensi yang terjadi terhadap nilai depresiasi dari tahun 1995 hingga 2009, laju degradasi dan produksi menunjukkan korelasi positif dan kondisi laju depresiasi menunjukkan hal yang sama terhadap sumberdaya ikan seperti pada Gambar 25 menunjukkan tren yang meningkat yakni ketika input-input ditambahkan dalam menghasilkan produksi maka akan menyebabkan degradasi maupun depresiasi terhadap sumberdaya ikan layang, sehingga laju degradasi maupun depresiasi akan meningkat dan bersifat sensitif terhadap perubahan parameter biofisik dan ekonomi.

6.7 Analisis Kesejahteraan Produsen

Dampak kesejahteraan dari suatu aktivitas perikanan dapat diukur dengan surplus konsumen atau surplus produsen.Pengukuran dengan surplus konsumen memerlukan data kurva permintaan sedangkan suplus produsen memerlukaan data kurva suplai. Analisis data sumberdaya ikan layang di Perairan Kota Ambon digunakan surplus produsen sebagai proxy disajikan pada Lampiran 10, analisis surplus produsen berdasarkan sifat dari sumberdaya perikanan yang memiliki kurva suplai melengkung ke belakang backward bending supplyvarible price model . Dengan menggunakan parameter biofisik dan ekonomi yang telah dihitung, maka diperoleh surplus produsen setiap tahunnya, lebih rinci disajikan pada Tabel 22 sebagai berikut: Tabel 22. Nilai Surplus Produsen Sumberdaya Ikan Layang Tahun Harga juta Rpton Produksi ton Biaya juta Rptrip Surplus Produsen juta Rp 1995 100,00 907,55 133,81 3.669 1996 100,00 878,40 139,24 2.083 1997 111,80 733,35 104,43 2.027 1998 180,04 252,70 250,69 1.700 1999 213,06 248,40 296,66 1.695 2000 229,41 244,05 319,43 1.689 2001 242,12 202,35 337,13 1.632 2002 269,56 202,25 375,33 1.632 2003 281,14 214,25 391,46 1.649 2004 108,50 204,05 151,07 1.634 2005 117,83 203,20 164,07 1.633 2006 133,63 170,50 186,07 1.579 2007 140,25 126,00 195,28 1.486 2008 129,11 93,15 179,77 1.393 2009 113,17 83,55 157,58 1.360 Rata-rata 164,37 317,58 225,47 1.791 Sumber: Hasil Analisis Data, 2014 Aktivitas perikanan pada kondisi ini diukur surplus produsen sebagai proxy disajikan pada Lampiran 10. Surplus produsen dihitung berdasarkan sifat dari sumberdaya perikanan untuk menilai besarnya rente ekonomi nelayan. Rente ekonomi sumberdaya merupakan surplus yang bisa dinikmati oleh nelayan dan merupakan selisih antara pemanfaatan sumberdaya dengan biaya dalam operasi