Konsep Bioekonomi Perikanan PENDAHULUAN

produksi surplus, apabila surplus tersebut yang dipanen maka stok akan mampu bertahan secara berkesinambungan sustainable. Pendekataan biologi yang didekati dengan model surplus produksi ini merupakan dinamika dari biomass yang digambarkan sebagai selisih antara produksi dan mortalitas alami seperti pada persamaan berikut: Biomas pada t+1 = biomass pada t + produksi – mortalistas alami 2.1 Persamaan tersebut menjelaskan bahwa apabila produksi melebihi mortalitas alami maka biomass akan meningkat, dan sebaliknya apabila mortalitas alami meningkat melebihi produksi maka biomass akan menurun. Walters dan Hilborn 1992 menyatakan bahwa surplus produksi dapat dapat menggambarkan jumlah peningkatan stok ikan atau jumlah yang bisa ditangkap jika biomass dipertahankan dalam tingkat tetap. Model surplus produksi yang sering digunakan yaitu model yang dikembangkan oleh Schaefer 1935 dalam pendekatan yang digunakan ini, Schaefer 1954 menjelaskan beberapa faktor biologi yang berpengaruh dalam fungsi produksi penangkapan ikan yang meliputi biomass dari stok yang diukur dalam berat , laju pertumbuhan alami dari populasi , dan faktor daya dukung maksimum lingkungan atau keseimbangan alamiah dari ukuran biomas atau titik kejenuhan, dari faktor-faktor yang dijelaskan tersebut, maka dalam kondisi tidak ada penangkapan ikan laju perubahan biomas sepajang waktu digambarkan dalam persamaan berikut: 2.2 2.3 adalah fungsi pertumbuhan dalam model surplus produksi yang terdiri dari model pertumbuhan logistik dan ekponensial atau Gompertz. Fungsi pertumbuhan merupakan suatu basis fungsi yang digunakan oleh Schaefer 1995, Walters dan Hilborn 1976. Sedangkan fungsi Gompertz sendiri merupakan fungsi yang digunakan oleh Fox 1970, Schnute 1977, dan Clark, Yoshimito, dan Pooley 1992 fungsi Gompertz tersebut dapat dituliskan sebagai persamaan berikut: 2.4 Sedangkan fungsi produksi yang sering digunakan dalam menghitung sumberdaya ikan ditulis dalam persamaan berikut: 2.5 Pada persamaan diatas adalah jumlah tangkapan dalam satuan berat sebagai koefisien penangkapan atau kemampuan daya tangkap dalam satuan per sandartized affort , adalah biomass dalam satuan berat, dan adalah upaya penangkapan ikan dalam satuan effort trip. Dengan asumsi bahwa adanya penangkapan ikan maka persamaan diatas menjadi persamaan sebagai berikut: 2.6 Seperti pada persamaan 2.6, jika menggunakan persamaan Gompertz maka persamaan 4 menjadi persamaan: 2.7 Fauzi 2010 menyatakan bahwa bentuk yang paling sederhana, dalam pertumbuhan suatu populasi digambarkan dalam bentuk persent growth rate atau laju pertumbuhan presentase. Apabila stok ikan pada periode t dinotasikan dan stok ikan pada periode berikutnya ditulis sebagai +1 , maka present growth rate dapat ditulis sebagai berikut: 2.8 Sehingga presentasi pertumbuhan ini diasumsikan konstan sebesar , maka persamaan diatas menjadi persamaan berikut: 2.9 2.10 Jika terjadi perbedaan waktu diatas ditulis dalam bentuk bukan sebagai suatu interval periode waktu, maka persamaan tersebut menjadi: 2.11 Dengan menyederhanakan persamaan aljabar diatas maka akan menjadi persamaan: 2.12 Jika perubahan waktu yang terjadi sangat kecil, maka persamaan diatas menjadi persamaan diferensial yaitu persamaan yang menggambarkan perubahan waktu yang kontinyu. 2.13 Solusi dari persamaan 2.13akan besaran stok ikan pada periode t atau dimana adalah stok pada periode awal. Aspek biologi stok ikan didekati dengan pendekatan pertumbuhan yang bersifat density dependent, yaitu pertumbuhan populasi dalam setiap periode yang bervariasi terhadap ukuran populasi pada periode awal. Dengan demikian periode ikan pada saat diasumsikan ditentukan oleh pertumbuhan pada periode t atau dan stok ikan pada periode t yakni , secara matematis dapat ditulis menjadi persamaan: 2.14 Dengan demikian laju pertumbuhan ikan pada periode dan t dapat di tulis dengan persamaan: 2.15 Atau juga dapat ditulis dalam bentuk persamaan kontinyu, persamaan menjadi: 2.16 Dengan menghitung laju pertumbuhan proporsial alamiah maka persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut: 2.17 Solusi dari persamaan diatas akan menghasilkan besaran stok ikan pada periode t atau dimana adalah stok pada periode awal. Pada kondisi maka stok pada periode akan tumbuh secara ekponensial, dan akan turun secara eksponensial . kondisi ini sangat ditentukan oleh daya dukung lingkungan, meliputi, ruang, makanan, penyakit, dan predator. Dengan pertimbangan faktor daya dukung lingkungan tersebut, maka persamaan diatas menjadi: 2.18 Jika r merupakan fungsi yang menurun terhadap x, maka persamaan menjadi: 2.19 adalah kapasitas daya dukung lingkungan atau titik kejenuhan. Dengan mensubtitusikan persamaan diatas maka persamaan tersebut menjadi: 2.20 Pada aspek ini perhitungan sumberdaya ikan ikan didasarkan pada parameter biologi, yang meliputi pertumbuhan , biomass dan daya dukung lingkungan . Adanya asumsi keseimbangan jangka panjang menyebabkan sisi kiri persamaan kemudian menjadi 0 sehingga diperoleh persamaan untuk menghitung stok ikan , yaitu: 2.21 Persamaan 2.17 menggambarkan variabel stok sebagai fungsi dari faktor biofisik dan variabel input E. Sehingga apabila disubtitusiakan variabel ke dalam persamaan 2.19 akan menjadi: 2.22 Persamaan diatas menggambarkan hubungan antara input E dan output h dalam bentuk persamaan kuadrat yang selanjutnya sering dikenal sebagai persamaan yield effort lestari, dalam perspektif Schaefer, pengelolaan sumberdaya ikan yang terbaik adalah pada saat produksi lestari berada pada titik tertinggi kurva yield effort yang sering dikenal sebagai maximum sustainable yield MSY. Pada kondisi ini, persamaan effort menjadi: 2.23 Persamaan tersebut selanjutnya disubtitusikan pada persamaan output menjadi persamaan: 2.24 Dari persamaan diatas maka persamaan biomass dapat dihitung dengan persamaan berikut: 2.25 Pengaruh penangkapan ikan terhadap fungsi pertumbuhan biologi stok ikan di ilustrasikan pada Gambar 6 berikut: Gambar 6. Pengaruh Kegiatan Penangkapan Terhadap Stok Fauzi, 2010 Gambar 6 diatas manunjukkan dampak yang terjadi terhadap stok akibat adanya kegiatan penangkapan ikan. Pertama yaitu ketika tingkat upaya sebesar diberlakukan, maka akan diperoleh jumlah tangkapan sebesar garis vertikal, kemudian jika upaya tersebut dinaikan sebesar dimana hasil tangkapan akan meningkat sebesar . Jika upaya terus ditingkatkan misalnya sebesar , akan terlihat bahwa untuk tingkat upaya dimana ternyata tidak menghasilkan tangkapan yang lebih besar dalam hal ini . Berdasarkan kondisi ini maka dapat dikatakan bahwa eksploitasi dalam kondisi tersebut tidak efisien secara ekonomis karena tingkat produksi yang lebih sedikit harus dilakukan dengan tingkat upaya yang lebih besar. Hal ini membuktikan bahwa dalam sumberdaya ikan, peningkatan input tidak selalu berkorelasi dengan peningkatan output yang disebabkan oleh adanya faktor daya dukung alam yang membatasi. Fungsi tersebut baru hanya menggambarkan kondisi secara biologi, sehingga aspek ekonomi terkait dengan biaya produksi upaya penangkapan belum dapat digambarkan. Dalam hal ini, Conrad dan Clark, 1987 dalam Fauzi 2010, menjelaskan lebih lanjut bahwa pendekatan MSY memiliki beberapa kelemahan, yaitu: 1. Tidak bersifat stabil, karena perkiraan stok meleset sedikit saja dapat berpengaruh pada kondisi pengurasan stok stok depletion. 2. Didasarkan pada konsep steady state keseimbangan semata, sehingga tidak berlaku pada kondisi non steady state. 3. Tidak memperhitungkan nilai ekonomi apabila stok ikan tidak dipanen imputed value . 4. Mengabaikan aspek interdependensi dari sumberdaya . 5. Sulit diterapkan pada kondisi dimana perikanan memiliki ciri ragam jenis multi species .

2.3.2 Aspek Ekonomi

Kelemahan-kelemahan tersebut selanjutnya memunculkan pertimbangan pentingnya penghitungan aspek ekonomi dalam pendugaan fungsi produksi sumberdayaikan yang dikembangkan oleh Gordon 1954. Gordon mengembangkan fungsi kuadratik Velhust 1983 yang digunakan oleh Schaefer dalam pendugaan produksi sumberdaya ikan. Model ini selanjutnya dikenal dengan model Gordon-Schaefer, yang didasari oleh beberapa asumsi, yaitu: 1. Harga per satuan output diasumsikan konstan. 2. Biaya per satuan upaya diasumsikan konstan. 3. Spesies sumberdaya ikan diasumsikan bersifat tunggal single species. 4. Struktur pasar bersifat kompetitif.Nelayan berposisi sebagai price taker tidak bisa menentukan harga. 5. Faktor yang dihitung hanya faktor penangkapan, tanpa mengakomodir faktor pasca penangkapan. Dalam perspektif ekonomi, effort diartikan sebagai nominal fishing effort yang sering dilambangkan dengan notasi . Clark, 1985 dalam Fauzi, 2010 menjelaskan effort sebagai jumlah unit alat tangkap ikan yang distandarisasi dan secara aktif digunakan pada suatu periode tertentu. Dengan asumsi-asumsi tersebut maka rente ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya ikan dihitung dari selisih antara penerimaan total lestari total sustainable revenueTSR dengan biaya yang dikeluarkan, yang dituliskan dengan persamaan berikut: 2.26 Dengan persamaan biaya total penangkapan dihitung melalui persamaan diatas,dimana konstanta selain menggambarkan biaya per unit input yang digunakan juga menggambarkan biaya korbanan dari input yang digunakan. 2.27 Manfaat ekonomi dari penangkapan ikan selanjutnya dapat dihitung dari selisih TSR dengan TC, seperti ditulis pada persamaan berikut: 2.28 2.29 Dari aplikasi model Gordon-Schaefer tersebut, maka diperoleh dugaan kondisi kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan yang telah mengakomodir aspek biologi dan aspek ekonomi. Secara grafik, kondisi pengelolaan sumberdaya ikan pada titik optimum secara ekonomi diilustrasikan pada Gambar 7 berikut: Gambar 7. Kurva Keseimbangan Bioekonomi Sumberdaya Ikan Gordon-Schaefer. Berdasarkan Gambar 7 kurva keseimbangan bioekonomi sumberdaya ikan layang rente ekonomi maksimum secara biologi diperoleh pada saat upaya penangkapan ikan berada pada titik MEY E , titik tersebut merupakan selisih antara penerimaan total TR dan biaya total TC maksimum. Rente ekonomi mencapai nilai 0 akan terjadi pada kondisi upaya penangkapan pada titik E OA karena pada saat tersebut merupakan penerimaan total TR sama dengan biaya total TC sehingga rente ekonomi akan mencapai nilai 0. MSY atau maximum sustainable yield adalah hasil tangkapan terbesar yang dapat dihasilkan suatu stok sumberdaya perikanan.Konsep MSY didasarkan atas suatu model populasi ikan yang dianggap sebagai suatu unit tunggal. Pada prinsipnya, sumberdaya ikan memiliki kemampuan untuk bereproduksi yang melebihi kapasitas produksi surplus, sehingga apabila surplus tersebut dipanen, maka ikan akan mampu bertahan secara berkesinambungan. Apabila level produksi surplus yang dipanen, maka tidak akan mengganggu kelestarian stok sumberdaya ikan. Namun, konsep MSY tidak lepas dari kritikan para ilmuwan. Kritik terhadap MSY antara lain; tidak bersifat stabil, didasarkan hanya pada konsep steady state, yaitu pada kondisi keseimbangan, tidak memperhitungkan nilai ekonomi, mengabaikan aspek interdependensi dari sumberdaya, sulit diterapkan pada kondisi perikanan yang memiliki ragam jenis multispecies rente optimal tidak terjadi pada saat MSY. Rente optimal terjadi pada saat maximum economic yield MEY, dimana marginal revenue MR adalah sama dengan marginal cost MC. Hal itu sesuai dengan prinsip maksimisasi profit atau keuntungan. Meskipun hasil tangkapan pada level MSY adalah maksimal, namun keuntungan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor produksi dan penerimaan, tetapi juga dipengaruhi oleh biaya.Prinsip efektifitas dan efisiensi perlu dipadukan. Produksi dan penerimaan terkait dengan prinsip efektifitas, sedangkan biaya atau pengeluaran terkait dengan prinsip efisiensi. Pada level MEY, produksi berada pada level optimal secara ekonomi, dimana walaupun produksinya tidak maksimal, namun masih relatif tinggi dan pengeluarannya efisien sehingga keuntungannya tertinggi. Kondisi open access equilibrium OAE atau keseimbangan akses terbuka terjadi pada saat sumberdaya perikanan bersifat open acces. Pada saat kondisi tidak ada hambatan masuk entry dan hambatan upaya effort, maka akan dapat mengakibatkan pemanfaatan sumberdaya ikan menuju break even point BEP, dimana total revenue TR sama dengan total cost TC. Selama kegiatan penangkapan menguntungkan, maka akan mendorong orang untuk melakukan peningkatan kegiatan penangkapan. Namun, sumberdaya ikan memiliki keterbatasan dalam daya regenerasi. Oleh karena itu, apabila tingkat penangkapan melebihi level MSY, maka peningkatan upaya penangkapan justru menyebabkan penurunan produksi. Apabila menggunakan asumsi harga dan biaya konstan, maka terjadi transisi kegiatan penangkapan yang semula menguntungkan, berubah menjadi BEP break even point, dimana kalau terus dipaksakan maka justru menyebabkan kegiatan penangkapan berada pada kondisi merugikan dan penerimaan lebih kecil daripada pengeluaran.

2.4 Depresiasi Sumberdaya Perikanan

Pengertian depresiasi dalam bidang ekonomi, dihubungkan dengan sumberdaya lebih ditujukkan untuk mengukur perubahan nilai moneter dari pemanfaatan sumberdaya alam. Depresiasi juga dapat diartikan sebagai pengukuran deplesi atau degradasi yang dirupiahkan. Monetarisasi dalam depresiasi ini tentu saja harus mengacu kepada pengukuran nilai rill, bukan nilai nominal. Artinya, untuk menghitungnya kita harus selalu mengacu pada beberapa indikator perubahan harga, seperti inflasi dan indeks harga konsumen, yang berlaku untuk setiap komoditi sumberdaya alam pesisir dan laut Fauzi dan Anna 2005. Suatu kerusakan sumberdaya yang terjadi pada ekosistem laut maupun darat dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Secara umum ada dua faktor yng menyebabkan kerusakan terhadap sumberdaya yaitu yakni kebutuhan ekonomi economic driven dan kegagalan kebijakan policy failure, kita salah mengartikan deplesi, degradasi dan depresiasi, atau bahkan kita artikan ketiga istilah tersebut dengan pengertian yang sama. Padahal ketiganya memiliki arti yang berbeda. Deplesi diartikan sebagai tingkatlaju pengurangan stok dari sumberdaya alam tidak dapat diperbaharukan non-renewable resources. Dalam hal ini terjadi jumlah penurunan stok sumberdaya alam yang jauh di atas laju penurunan stok yang seharusnya, atau terjadi laju eksploitasi yang lebih tinggi dari yang seharusnya. Sementara degradasi mengacu pada penurunan kualitaskuantitias sumberdaya alam dapat diperbarukan non-renewable resources . Dalam hal ini, kemampuan alami sumberdaya alam dapat diperbarukan untuk beregenerasi sesuai kapasitas produksinya. Kondisi ini dapat terjadi baik karena kondisi alami maupun karena pengaruh aktivitas manusia. Namun, pada sumberdaya alam pesisir dan laut, kebanyakan degradasi terjadi karena ulah manusia, baik berupa aktivitas produksi penangkapan dan eksploitasi, maupun karena aktivitas nonproduksi, seperti pencemaran akibat limbah domestik maupun industri Fauzi dan Anna, 2005. Selanjutnya, deplesi, degradasi, maupun depresiasi sumberdaya pesisir dan laut disebabkan oleh berbagai faktor, baik alam maupun manusia, faktor endogenous maupun eksogenous, dan juga kegiatan yang bersifat produktif maupun nonproduktif. Deplesi dan degradasi diperparah oleh adanya berbagai gejala kerusakan lingkungan termasuk pencemaran, overfishing, abrasi pantai, kerusakan fisik habitat pesisir, dan konflik penggunaan ruang di kawasan- kawasan pesisir yang padat penduduk serta tinggi intensitas pembangunan.Sementara itu kemiskinan yang masih berdampak pada sebagian besar penduduk pesisir juga menjadi akibat sekaligus penyebab kerusakan lingkungan kawasan pesisir dan lautan. Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997, pencemaran adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tersebut tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya. Miller 2004 dalam Mukhtasor 2007 misalnya, mendefinisikan bahwa pencemaran adalah penambahan pada udara, air dan tanah, atau makanan yang membahayakan kesehatan, ketahanan atau kegiatan manusia atau organisme hidup lainnya. Kantor Menteri Lingkungan Hidup 1991, mendefiniskan bahwa pencemaran laut adalah masuknya zat atau energi, secara langsung maupun tidak langsung oleh kegiatan manusia ke dalam lingkungan laut termasuk daerah pesisir pantai, sehingga dapat menimbulkan akibat yang merugikan baik terhadap sumberdaya alam hayati, kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut, termasuk perikanan dan penggunaan lainyang dapat menyebabkan penurunan tingkat kualitas air laut serta menurunkan kualitas tempat tinggal dan rekreasi. Definisi pencemaran laut tersebut sejalan dengan yang dibuat dalam Program Lingkungan Perserikatan Bangsa Bangsa PBB atau United Nations Environmental Programs seperti yang dikutip oleh Bishop 1983 dalam Mukhtasor 2007 bahwa pencemaran laut adalah dimasukannya substansi atau energi ke dalam lingkungan laut oleh manusia secara langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan terjadinya pengaruh yang merugikan seperti merusak sumberdaya hidup, bahaya kesehatan manusi, gangguan terhadap kegiatan kelautan diantaranya perikanan, rusaknya kualitas air, dan pengurangan pada keindahan dan kenyamanan.