Domestik  Regional  Bruto  PDRB  tergantung  dari  besarnya  sumberdaya  yang dimiliki. Produk Domestik Regional Bruto PDRB Kota Ambon untuk sub sektor
perikanan termasuk di dalam sektor pertanian, disajikan pada Tabel 9 berikut:
Tabel 9. Produk Domestik Regional Bruto PDRB Kota Ambon Tahun
PDRB Atas dasar Harga Berlaku
Juta Rp Atas dasar Harga Konstan
Juta Rp Pertanian
Total Perikanan
Total 1995
116.935,76 704.017,14
113.277,14 674.865,29
1996 137.326,25
838.878,86 103.724,56
740.554,39 1997
156.088,25 986.456,16
120.725,26 814.922,69
1998 175.178,91
1.112.853,93 148.131,09
859.969,52 1999
303.165,06 1.068.310,80
106.426,62 602.849,95
2000 265.604,79
1.105.413,70 132.804,40
559.267,10 2001
237.071,34 1.093.482,25
106.779,26 515.889,71
2002 299.738,69
1.363.790,20 229.318,29
1.126.265,19 2003
308.454,98 1.466.715,48
230.930,76 1.189.655,24
2004 331.056,13
1.613.715,48 238.059,21
1.257.863,18 2005
375.710,66 1.613.730,64
247.145,65 1.335.961,80
2006 420.505,93
1.819.984,16 256.534,83
1.421.960,47 2007
459.578,96 2.333.813,38
267.589,90 1.511.618,89
2008 528.902,09
2.668.234,55 278.303,65
1.600.882,70 2009
590.471,61 3.003.452,44
291.815,66 1.690.271,09
Sumber: BPS Kota Ambon, 2011
Data  pada  Tabel  9  menunjukkan  bahwa  meningkatnya  nilai  PDRB  Kota Ambon  sampai  dengan  tahun  2009  berdasarkan  harga  berlaku  bersarnya  nilai
PDRB  sektor  pertanian  sebesar  Rp.590.471,61  juta  dari  total  PDRB  sebesar Rp.3.003.452,44  juta  dan  berdasarkan  harga  konstan  sebesar  Rp.291.815,66  juta
dari total nilai PDRB sebesar Rp.1.690.271,70 juta.
5.2.4 Rumahtangga Perikanan RTP Kota Ambon
Rumahtangga Perikanan adalah kelompok rumahtangga yang usahanya melakukan kegiatan penangkapan ikan untuk dijual untuk pemenuhan kebutuhan hidup.
Tabel 10. Rumahtangga Perikanan RTP Kota Ambon
Tahun RTP
Perahu Nelayan Menurut Ukuran Kecil
Sedang Besar
Jumlah 1995
1.242 436
142 193
1.336 1996
2.247 134
182 173
1.577 1997
3.775 203
140 180
1.573 1998
3.215 203
160 164
1.913 1999
4.012 1.087
144 189
1.420 2000
4.117 1.121
149 170
1.440 2001
4.236 1.154
153 175
1.482 2002
3.289 351
153 72
576 2003
3.311 531
234 52
817 2004
3.359 501
227 52
780 2005
3.369 502
265 56
823 2006
3.378 802
265 56
1.123 2007
3.378 1.451
306 72
1.829 2008
3.378 1.451
306 72
1.829 2009
3.387 1.451
306 80
1.837
Sumber: BPS Kota Ambon, 2011
Rumahtangga  Perikanan  RTP  Kota  Ambon  dari  tahun  1995-2009 mengalami  peningkatan  walau  demikian  pada  tahun  2002  mengalami  penurunan
yang tidak cukup signifikan. Jumlah RTP di Kota Ambon disajikan pada Tabel 10 diatas.
5.2.5 Armada Perikanan di Kota Ambon
Eksploitasi  sumberdaya  ikan  di  Perairan  Kota  Ambon  telah  dilakukan  sejak dahulu oleh armada perikanan. Pekembangan armada perikanan tersebut disajikan
pada Tabel 11 berikut:
Tabel 11. Perkembangan Armada Perikanan di Kota Ambon Tahun
Jukung Perahu Papan
Motor Tempel Kapal Motor
Jumlah 1995
1.263 436
142 193
1.368 1996
1.043 134
182 173
1.622 1997
1.384 203
140 180
1.680 1998
1.076 203
160 164
1.383 1999
1.087 16
128 189
1.420 2000
1.121 12
137 170
1.440 2001
1.163 12
137 170
1.482 2002
504 72
65 16
657 2003
531 36
234 16
817 2004
1.286 36
284 16
1.622 2005
1.286 37
284 20
1.627 2006
1.286 42
299 20
1.647 2007
1.224 48
586 24
1.882 2008
1.224 48
586 24
1.882 2009
1.224 48
586 32
1.890 Rata-rata
1.113 92
263 93
1.494 Sumber: BPS Kota Ambon, 2011
Armada  perikanan  merupakan  kelompok  kapal-kapal  yang  melakukan kegiatan penangkapan ikan di suatu daerah penangkapan. Pada umumnya kategori
dan  ukuran  kapal  atau  perahu  di  Indonesia  berdasarkan  Statistik  Kelautan  dan Perikanan  tahun  2005  terdiri  dari  3  kategori  utama  DKP  RI,  2006  yaitu:  1
Perahu  Tanpa  Motor,  2  Motor  Tempel  dan  3  Kapal  Motor,  menunjukkan bahwa 99 persen armada perikanan nasional merupakan usaha skala kecil. Dari 99
persen itu bahkan sebesar 45,5 persen nya masih didominasi oleh armada perahu tanpa  motor  PTM.  Kecilnya  armada  skala  besar  menunjukkan  rendahnya
pemanfaatan  sumberdaya  perikanan  di  laut  lepas.  Sedangkan  sumberdaya perikanan  pantai  justru  mendapat  tekanan  yang  cukup  tinggi  karena  banyaknya
armada  skala  kecil  yang  beroperasi  di  wilayah  perairan  tersebut.  Ditambah  lagi dengan  pendidikan  dan  keterampilan  tambahan  kurang  memadai  bagi  awaknya,
sehingga  masih  banyak  ditemukan  penerapan  metode  atau  standar-standar
penangkapan  yang  di  luar  ketentuan.    Jumlah  armada  penangkapan  ikan  di Perairan  Kota  Ambon  pada  tahun  1995  tercatat.  1.420  buah,  dan  tahun  2008
jumlah tersebut meningkat menjadi 1.882 buah, hal tersebut menunjukkan jumlah armada tersebut mengalami peningkatan tiap tahunnya. Namun armada penangkap
ikan  di  Perairan  Kota  Ambon  masih  di  dominasi  oleh  perahu-perahu  berukuran kecil  yaitu  perahu  tanpa  motor  yang  mencakup  jukung  dan  perahu  papan  dan
selebihnya adalah motor tempel dan kapal motor.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Kondisi Pemanfaatan Ikan Layang di Perairan Kota Ambon
Ikan  layang  merupakan  salah  satu  sumberdaya  perikanan  pelagis  kecil dominan di Perairan Kota Ambon yang turut memberikan kontribusi dalam sektor
perikanan.  Unit  penangkapan  ikan  yang  dominan  menghasilkan  ikan  layang  di Perairan Kota Ambon adalah purse seine dan bagan. Kedua alat tangkap tersebut
dapat  dioperasikan  pada  waktu  siang  atau  malam  hari  dengan  trip  operasinya bersifat  harian  one  day  fishing.  Produksi  ikan  layang  di  Perairan  Kota  Ambon
sebagian besar didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Tantui Ambon. Pemanfaatan  sumberdaya  ikan  layang  di  Perairan  Kota  Ambon  masih
dilakukan  dengan  pengetahuan  dan  keterampilan  tradisional  dengan  upaya pengelolaan  yang  kurang  memadai.  Kondisi  tersebut  mendorong  pemanfaatan
sumberdaya ikan layang secara kontinu berupa intensitas penangkapan ikan yang tinggi di Perairan Kota Ambon dengan tujuan untuk meningkatkan produksi tanpa
mempertimbangkan kelestarian sumberdaya ikan tersebut dan keberlanjutan usaha penangkapannya.  Indikasi  tersebut  dapat  diamati  dari  produksi  ikan  layang  yang
mengalami penurunan setiap tahunnya dari data-data hasil survei yang diperoleh, hal yang sama ditunjukkan oleh produktivitas alat tangkap yang digunakan dalam
mengeksploitasi sumberdaya ikan layang semakin menurun. Hal  ini  merupakan  ciri-ciri  kecenderungan  gejala  tangkap  lebih  yang
berdampak  terhadap  degradasi  dan  kesejahteraan  nelayan  di  perairan  tersebut. Dalam rangka mengatasi hal tersebut maka diperlukan kajian yang komprehensif,
diantaranya  menyangkut  aspek  pertumbuhan  dan  reproduksi  dari  sumberdaya tersebut  maka  diperlukan  perencanaan  kebijakan  pengelolaan  sumberdaya
perikanan secara berkelanjutan dengan memperhatikan aspek kelestarian. Kontrol input melalui pembatasan terhadap upaya penangkapan yang diizinkan merupakan
salah satu strategi pengelolaan  yang dapat dilakukan, seperti regulasi selektivitas alat tangkap dan pembatasan waktu penangkapan sumberdaya tersebut.
6.1.1 Alat Penangkapan Ikan di Kota Ambon
Ikan  layang  tertangkap  secara  dominan  oleh  alat  tangkap  purse  seine  dan bagan yang jumlahnya berfluktuasi. Dalam kurun waktu 15 tahun jumlah produksi
untuk  kedua  jenis  alat  tangkap  ini  mengalami  penurunan  produksi.  Penurunan produksi tersebut diduga akibat dari pengurangan stok sumberdaya ikan layang di
Perairan  Kota  Ambon  dan  dugaan  ini  memperkuat  adanya  gejala  tangkap  lebih terhadap sumberdaya ikan layang di Perairan Kota Ambon,  seperti disajikan pada
Gambar 12 sebagai berikut:
Gambar 12. Perkembangan Alat Penangkapan Ikan Layang di Perairan Kota Ambon Sumber: BPS Kota Ambon, 2011
Selain itu penurunan produksi yang signifikan terjadi pada tahun 1995 hingga tahun 2009 diduga karena pada Perairan Kota Ambon terjadi konflik sosial yang
berkepanjangan  sehingga  jumlah  armada  purse  seine  dan  bagan  yang  digunakan untuk  penangkapan  sumberdaya  ikan  layang  mengalami  penurunan  drastis  yang
dimulai pada data tahun 1998. Secara rinci jumlah data alat tangkap sumberdaya ikan layang disajikan pada Lampiran 4.
6.1.2 Produksi Ikan Layang
Produksi ikan layang secara dominan ditangkap oleh alat tangkap purse seine dan  bagan.  Produksi  tertinggi  terlihat  pada  unit  alat  tangkap  purse  seine  diikuti
oleh  alat  tangkap  bagan.  Berikut  rincian  produksi  ikan  layang  dari  alat  tangkap purse seine
dan bagan di Perairan Kota Ambon selama periode 1995 hingga 2009.
100 200
300 400
500 600
700 800
900 1000
P ro
d u
k si
to n
Tahun Pukat Cincin
Bagan Total
Tabel 12. Produksi Ikan Layang di Perairan Kota Ambon Tahun
Purse Seine ton
Bagan ton
Produksi ton
1995 872,90
34,65 907,55
1996 846,30
32,10 878,40
1997 690,90
42,45 733,35
1998 236,95
15,75 252,70
1999 233,10
15,30 248,40
2000 228,90
15,15 244,05
2001 186,90
15,45 202,35
2002 182,00
20,25 202,25
2003 195,65
18,60 214,25
2004 186,20
17,85 204,05
2005 173,95
29,25 203,20
2006 150,85
19,65 170,50
2007 110,25
15,75 126,00
2008 77,70
15,45 93,15
2009 67,20
16,35 83,55
Rata-rata 295,98
21,60 317,58
Sumber: DKP Kota Ambon, 2011
Tabel  12  memperlihatkan  selama  periode  tahun  1995  hingga  2009,  alat tangkap  yang  memiliki  produksi  tangkapan  yang  tinggi  adalah  purse  seine.
Dengan demikian purse seine merupakan alat tangkap yang produktif dan efektif dalam  operasi  penangkapan  ikan  layang.  Keefektifan  alat  tangkap  purse  seine
didasari oleh beberapa faktor seperti konstruksi alat tangkap ukuran mata jaring, panjang  dan  lebar  jaring,  metode  pengoperasian  dari  alat  tangkap  dan  faktor
pengalaman dari tenaga kerja. Pada  Gambar  12  dan  Tabel  12  terlihat  produksi  tahun  1995  hingga  1998
menunjukkan tren penurunan  yang tajam,  dan selanjutnya terus menurun dengan volume produksi 907,55 ton hingga 83,55 ton. Menurunnya produksi sumberdaya
ikan layang pada tahun 1995 hingga tahun 2009 diduga sumberdaya ikan layang telah mengalami penurunan stok dari biomass ikan akibat tingkat eksploitasi yang
tinggi  dari  alat  tangkap  purse  seine  dan  bagan.  Produksi  ikan  layang  pada  tahun 1995  yang  tinggi  karena  sumberdaya  ikan  layang  sangat  melimpah  sehingga
banyak  unit  alat  tangkap  melakukan  eksploitasi  terutama  unit  alat  tangkap  purse seine
.  Namun  selanjutnya  terjadi  penurunan  produksi  disebabkan  oleh  biomass sumberdaya ikan mengalami penurunan.
Penurunan  produksi  tersebut  disebabkan  oleh  effort  yang  meningkat sehingga  daerah  penangkapan  fishing  ground  menjadi  semakin  luas.  Terjadi
penurunan produksi   pada tingkat populasi sumberdaya ikan layang  yang rendah
disebabkan penurunan stok biomass sumberdaya ikan tersebut akibat dari jumlah effort
yang meningkat di Perairan Kota Ambon.
6.1.3 Upaya Penangkapan Effort Ikan Layang
Upaya penangkapan dalam kegiatan perikanan dimaknai sebagai faktor-faktor produksi  yang  digunakan  mengeksploitasi  sumberdaya  ikan  layang.  Faktor
produksi  yang  dimaksudkan  adalah  input  produksi  yakni  purse  seine  dan  bagan dalam  operasi  penangkapan  sumberdaya  ikan  layang.    Effort  ikan  layang  dapat
diukur dengan satuan trip, satu trip aktivitas penangkapan sumberdaya ikan layang terhitung untuk satu kali melaut atau satu kali aktivitas penangkapan berlangsung.
Berdasarkan hasil survei pada lokasi penelitian, satu trip penangkapan umumnya atau berlangsung selama satu hari.
Banyaknya effort terhadap sumberdaya ikan layang dapat dilihat berdasarkan dua  jenis  alat  tangkap  dominan  dalam  eksploitasi  terhadap  sumberdaya  ikan
layang  yakni  purse  seine  dan  bagan.  Buku  Tahunan  Statistik  Perikanan  Propinsi Maluku  dari  tahun  1995  hingga  2009  menyajikan  effort  dari  kedua  unit  alat
tangkap  ini  menunjukkan  peningkatan  dari  tahun  ke  tahun.  Data  perkembangan effort
dapat  dilihat  pada  Tabel  13  yang  menggambarkan  effort  dari  dua  alat tangkap yang dominan menghasilkan ikan layang berikut:
Tabel 13. Effort Penangkapan Ikan Layang di Perairan Kota Ambon Tahun
Puse Seine trip
Bagan trip
Total trip
1995 120.400
665 127.050
1996 129.800
900 138.800
1997 138.800
910 147.900
1998 141.260
1.030 151.560
1999 142.000
1.270 154.700
2000 145.570
1.426 159.830
2001 148.830
1.955 168.380
2002 157.270
1.980 177.070
2003 171.270
2.530 196.570
2004 186.340
3.663 222.970
2005 186.890
4.646 233.350
2006 208.800
4.700 255.800
2007 208.610
4.730 255.910
2008 241.800
5.060 292.400
2009 249.400
5.640 305.800
Rata-rata 171.804
2.740 199.200
Sumber: DKP Kota Ambon, 2011
y = 96.677+11.955x 50
100 150
200 250
300 350
R ib
u T
rip
Tahun
Total Effort Standarisasi
Berdasarkan Tabel 13, yang disarikan dari Lampiran 4, dapat dilihat bahwa dari dua jenis alat tangkap dalam eksploitasi sumberdaya ikan layang, effort purse
seine meningkat pada tahun 1995 sebesar 120.600 trip menjadi 249.400 trip pada
tahun 2009. Effort alat tangkap bagan pada tahun 1995 sebesar 665 trip meningkat pada tahun 2009 sebesar 5.640 trip.
Meningkatnya  effort  dari  tahun  ke  tahun  merupakan  implikasi  dari bertambahnya  jumlah  armada  tangkap.  Peningkatan  ataupun  penurunan  effort
yang  terjadi  selama  tahun  1995  hingga  2009  disebabkan  oleh  faktor  lain  seperti lingkungan dan ekonomi. Faktor lingkungan dapat berupa cuaca atau musim yang
mempengaruhi operasi penangkapan sumberdaya ikan sementara, faktor ekonomi merupakan  kecenderungan  nelayan  dalam  memperhitungkan  keuntungan  dan
kerugian  dalam  operasi  penangkapan  sumberdaya  ikan  layang,  sehingga  effort akan  mengalami  fluktuasi  setiap  tahunnya.  Estimasi  yang  dilakukan  untuk
standarisasi effort ikan layang dan kedua jenis alat tangkap terlihat pada Gambar 13 berikut:
Gambar 13. Perkembangan Effort Sumberdaya Ikan Layang
Gambar  13  menunjukkan  perkembangan  jumlah  effort  pada  periode  tahun 1995  hingga  tahun  2009  secara  linier  terjadi  tren  peningkatan  effort  setiap
tahunnya tingginya eksploitasi terhadap sumberdaya ikan layang dari peningkatan sebesar  11.955  koefisien  regresi  per  trip  penangkapan.  Peningkatan  effort
tersebut  ditunjukkan  dari  persamaan  linier  y  =  96.677+11.955x,  sehingga diperoleh  nilai  intersep  sebesar  96.677  dan  koefisien  regresi  sebesar  11.955,
dengan demikian peningkatan terjadi effort sebesar 11.955 per tahun.