Depresiasi Sumberdaya Perikanan PENDAHULUAN

maupun nonproduktif. Deplesi dan degradasi diperparah oleh adanya berbagai gejala kerusakan lingkungan termasuk pencemaran, overfishing, abrasi pantai, kerusakan fisik habitat pesisir, dan konflik penggunaan ruang di kawasan- kawasan pesisir yang padat penduduk serta tinggi intensitas pembangunan.Sementara itu kemiskinan yang masih berdampak pada sebagian besar penduduk pesisir juga menjadi akibat sekaligus penyebab kerusakan lingkungan kawasan pesisir dan lautan. Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997, pencemaran adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tersebut tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya. Miller 2004 dalam Mukhtasor 2007 misalnya, mendefinisikan bahwa pencemaran adalah penambahan pada udara, air dan tanah, atau makanan yang membahayakan kesehatan, ketahanan atau kegiatan manusia atau organisme hidup lainnya. Kantor Menteri Lingkungan Hidup 1991, mendefiniskan bahwa pencemaran laut adalah masuknya zat atau energi, secara langsung maupun tidak langsung oleh kegiatan manusia ke dalam lingkungan laut termasuk daerah pesisir pantai, sehingga dapat menimbulkan akibat yang merugikan baik terhadap sumberdaya alam hayati, kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut, termasuk perikanan dan penggunaan lainyang dapat menyebabkan penurunan tingkat kualitas air laut serta menurunkan kualitas tempat tinggal dan rekreasi. Definisi pencemaran laut tersebut sejalan dengan yang dibuat dalam Program Lingkungan Perserikatan Bangsa Bangsa PBB atau United Nations Environmental Programs seperti yang dikutip oleh Bishop 1983 dalam Mukhtasor 2007 bahwa pencemaran laut adalah dimasukannya substansi atau energi ke dalam lingkungan laut oleh manusia secara langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan terjadinya pengaruh yang merugikan seperti merusak sumberdaya hidup, bahaya kesehatan manusi, gangguan terhadap kegiatan kelautan diantaranya perikanan, rusaknya kualitas air, dan pengurangan pada keindahan dan kenyamanan. Dalam perspektif biofisik, pencemaran diartikan sebagai masuknya aliran residual yang diakibatkan oleh perilaku manusia, ke dalam sistem lingkungan.Apakah kemudian residual ini mengakibatkan kerusakan atau tidak, tergantung pada kemampuan penyerapan media lingkungan, seperti air, tanah, maupun udara Perman et al, 1996 dalam Fauzi, 2004. Selain itu, penting juga untuk membedakan antara pencemaran aliran dan pencemaran stok. Pencemaran aliran merupakan pencemaran yang ditimbulkan oleh residual yang mengalir masuk ke dalam lingkungan. Pencemaran ini tergantung dari laju aliran yang masuk ke dalam lingkungan, artinya jika aliran ini berhenti, pencemaran juga akan berhenti. Contoh nyata dari pencemaran aliran ini adalah kebisingan udara. Jika sumber kebisingan dihentikan, yang berarti laju kebisingan juga berkurang, pencemaran kebisingan udara juga akan berhenti. Di sisi lain, pencemaran yang bersifat stok terjadi jika kerusakan yang ditimbulkan merupakan fungsi dari stok residual dan bersifat kumulatif. Akumulasi ini terjadi jika jumlah bahan pencemar yang diproduksi melebihi kapasitas penyerapan lingkungan. Bahan-bahan logam berat yang masuk ke perairan, misalnya, akan terakumulasi dan menjadi pencemaran stok. Demikian juga sampah yang tidak bisa diurai oleh mikroba akan terakumulasi dan menjadi pencemaran stok. Dari perspektif ekonomi, pencemaran bukan saja dilihat dari hilangnya nilai ekonomi sumberdaya akibat berkurangnya kemampuan sumberdaya secara kualitas dan kuantitas untuk menyuplai barang dan jasa, namun juga dari dampak pencemaran tersebut terhadap kesejahteraaan masyarakat Fauzi, 2004.Dana lingkungan dan kompensasi yang dapat dituntut pada kasus-kasus pencemaran lingkungan termasuk biaya pemulihan lingkungan merupakan beban ekonomi yang cukup besar. Dana lingkungan juga dapat membantu mengalokasikan sekaligus mendistribusikan beban pencemaran lingkungan tidak saja pada pengusaha yang secara langsung dapat menimbulkan pencemaran lingkungan tidak saja pada pengusaha yang secara langsung dapat menimbulkan pencemaran, namun juga pada masyarakat yang mendapatkan manfaat secara tidak langsung melalui sistem perpajakan, asuransi dan bentuk keuangan lainnya, sehingga pencemaran lingkungan menjadi tanggung jawab bersama diantara pengusaha, pemerintah, dan masyarakat Mukhtasor, 2007. Faktor overfishing menimbulkan degradasi dan depresiasi sumberdaya pesisir. Overfishing dapat diartikan sebagai tangkap lebih Nikijuluw, 2002, jumlah ikan yang ditangkap melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan stok ikan dalam suatu daerah tertentu Fauzi, 2005, penerapan sejumlah upaya penangkapan yang berlebihan terhadap suatu stok ikan Widodo dan Suadi, 2006, ataupun kondisi dimana tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan melebihi batasan yang ditetapkan sehingga dapat menyebabkan penurunan stok deplesi sumberdaya ikan. Beberapa penelitian dan publikasi memaparkan adanya ancaman fenomena overfishing. Jurnal “Science” edisi November 2006 menjelaskan bahwa sekitar sepertiga 13 stok sumberdaya perikanan tangkap dunia berada dalam kondisi memprihatinkan. FAO dalam “FAO State of World Fisheries and Aquaculture , 2004” melaporkan bahwa pada tahun 2003 sekitar seperempat 14 stok sumberdaya ikan dunia berada dalam kondisi overexploited, deplesi atau sedang mengalami recovery dari kondisi deplesi dan perlu dibangun kembali Wijayanto, 2008. Beberapa ciri yang dapat menjadi patokan suatu perikanan sedang menuju kondisi ini di antaranya adalah waktu melaut menjadi lebih panjang dari biasanya, lokasi penangkapan menjadi lebih jauh dari biasanya, ukuran mata jaring menjadi lebih kecil dari biasanya, yang kemudian diikuti produktivitas hasil tangkapan per satuan upayatrip atau CPUE yang menurun, ukuran ikan sasaran yang semakin kecil, dan biaya penangkapan operasional yang semakin meningkat. Berbicara terminologi overfishing, Terdapat empat jenis overfishing , yaitu: Growth overfishing, Recruitment overfishing, Biological overfishing, Economic overfishing, dan Malthusian overfishing.

2.5 Sistem Dinamik

Sumberdaya perikanan adalah aset yang dapat bertambah dan berkurang baik secara alami maupun karena intervensi manusia. Seluruh dinamika alam dan intervensi manusia ini mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kondisi sumberdaya perikanan tersebut sepanjang waktu oleh sebab itu untuk mencapai hasil yang optimal dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tidak bisa dilepaskan dari pendekatan pengelolaan sistem dinamik. Keputusan pengelolaan yang dilakukan akan mempengaruhi kondisi sumberdaya perikanan tersebut dimasa sekarang dan akan datang Fauzi dan Anna 2005. Holing 1973 menjelaskan bahwa hampir semua sistem alam mempunyai karakteristik berubah sepanjang waktu dan bahwa jika manusia mencoba menstabilkan alam untuk kepentingannya akan meyebabkan kondisi menjadi stabil pada jangka pendek dan malapetaka pada jangka panjang. Hilborn dan Walters 1992 menyatakan beberapa konsep dasar dari analisis dinamik dalam perikanan adalah menyangkut stabilitas kesiklusan cyclicity dan ketahanan resilience. Sistem dikatakan stabil jika perturbasinya gangguan terhadap keseimbangan sistem akan sampai pada ekuilibrium. Sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya alam yang bersifat dinamis, demikian juga pertubasi yang terjadi pada sumberdaya tersebut baik berupa hubungan antara catch, effort, dan pencemaran. Oleh sebab itu pengelolaan sumberdaya perikanan yang relatif bersifat dinamis dan kompleks memerlukan pendekatan analisis yang dinamis pula. Analisis dinamis perlu dilakukan untuk melihat interaksi antara komponen sumberdaya dan pertubasinya Fauzi dan Anna 2005. Muhammadi 2001 menyatakan, simulasi didefenisikan sebagai suatu peniruan perilaku suatu gejala atau proses. Simulasi bertujuan untuk memahami gejala atau proses tersebut, membuat analisis dan peramalan perilaku gejala atau proses tersebut di masa depan. Model simulasi adalah suatu teknik dimana hubungan sebab akibat dari suatu sistem ditangkap cupture di dalam sebuah model komputer, untuk menghasilkan beberapa perilaku sesuai dengan sistem nyata. Pelaksanaan simulasi melalui empat tahap, dimana tahap pertama simulasi adalah menyusun konsep. Gejala atau proses yang akan ditirukan perlu dipahami, antara lain dengan menentukan unsur-unsur yang berperan dalam gejala atau proses tersebut. Tahap kedua adalah pembuatan dan perumusan model.Konsep pada tahap awal dirumuskan sebagai model yang berbentuk uraian gambar atau rumus. Tahap ketiga adalah simulasi dapat dilakukan dengan menggunakan model yang telah dibuat. Dalam model kuantitatif, simulasi dilakukan dengan memasukan data ke dalam model, dimana perhitungan dilakukan dengan mengetahui perilaku gejala atau proses. Dalam model kuantitatif, simulasi dilakukan dengan memasukan data