2.2.3. Keragaman Horizontal Fungsi
Keragaman horizontal mengacu pada fungsi atau manfaat dari tanaman dan hewan yang ada di pekarangan. Tanaman pertanian di pekarangan diklasifikasikan
berdasarkan keragaman horizontal fungsi menjadi 8 fungsinya Karyono 1978, Arifin et al. 1997, 1998, 2009, 2012, yaitu 1 tanaman hias; 2 tanaman buah; 3
tanaman sayuran; 4 tanaman bumbu; 5 tanaman obat; 6 tanaman penghasil pati; 7 tanaman industri; 8 tanaman lain, yaitu tanaman yang tidak termasuk
dalam kategori di atas. Penentuan kelompok tanaman berdasarkan fungsi ini dipengaruhi oleh preferensi pemilik pekarangan sebagai konsumen Arifin 1997,
1998. Hewan ternak di pekarangan digolongkan berdasarkan ukurannya, yaitu ternak besar, ternak kecil, dan ikan air tawar Azra 2014. Ternak besar yaitu hewan
mamalia berukuran besar dengan berat lebih dari 10 kg serta memerlukan kandang yang ditempatkan di pekarangan secara khusus, contohnya sapi, kerbau, kambing,
dan domba. Ternak kecil yaitu hewan mamalia berukuran kecil dengan berat kurang dari 10 kg dan unggas yang penempatan kandangnya bisa dipindah-pindahkan,
contohnya kelinci, ayam, entog, bebek, itik, dan angsa.
2.2.4. Keragaman Vertikal Strata
Pekarangan di Indonesia selalu dicirikan dengan keragaman stratifikasi tumbuhantanaman yang cukup tinggi, mulai dari jenis rerumputan, herbaceous,
semak, perdu, dan pohon tinggi Arifin et al. 1997, 2010, 2012.
Struktur tanaman pekarangan tersebut akan membentuk multilayer berlapis yang merepresentasikan
sistem agroforestri Arifin 1998.
Berdasarkan keragaman vertikal strata, tanaman pekarangan terdiri atas strata I s.d. V dengan ketinggian tajuk yang berbeda-beda
Arifin 1998. Strata I yakni tanaman yang tingginya kurang dari 1 m, kelompok semakherbarumput, misal talas, ubi jalar, jahe, tomat, cabai, terong, bayam,
kangkung, semangka, dan nanas; strata II yakni tinggi tanaman 1-2 m, semakherba, misal singkong, katuk, suji, rosella, ganyong, dan kacang panjang; strata III yakni
tinggi tanaman 2-5 m, kelompok perdu kecilsemak, misal jeruk, lemon, pisang, pepaya, dan mengkudu; strata IV yakni tinggi tanaman 5-10 m, kelompok pohon
kecilperdu besar, misal jambu biji, nangka, rambutan, mengkudu, dan sawo; dan strata V yakni tanaman yang tinggi tajuknya lebih dari 10 m, kelompok pohon tinggi,
misalnya petai, jengkol, durian, melinjo, salam, kelapa, sukun, dan duku.
2.3. Agroekosistem
Agroekosistem yaitu unit penggunaan lahan yang meliputi tanaman danatau hewan ternak serta lahannya sendiri, yang mengubah energi matahari, air, nutrisi,
tenaga kerja, dan input pertanian lainnya menjadi produk-produk yang secara ekonomis bermanfaat bagi manusia; seperti bahan pangan, pakan, sandang, maupun
papan Arifin et al. 2009. Pekarangan adalah salah satu bentuk nyata dari sebuah agroekosistem. Produktivitas tanaman atau hewan ternak dan ikan dipengaruhi oleh
kesesuaiannya dengan lingkungan tempat dibudidayakan.
Pada pekarangan di Jawa Barat, ditemukan integrasi antara manusia, tanaman, dan hewan yang membentuk sebuah rantai makanan Soemarwoto dan Soemarwoto
1981. Prinsip agroekologi digunakan dalam pengelolaan agroekosistem untuk meningkatkan fungsi biodiversitas yang integral di dalamnya Gliessman 1998.
Pendekatan agroekosistem terhadap nilai penting keanekaragaman hayati atau bio- diversitas berbeda dengan pendekatan ekosistem alam Moonen dan Barberi 2008.
Keanekaragaman hayati di dalam pengelolaan agroekosistem telah diseleksi oleh manusia dengan memilih spesies, varietas, dan ras yang lebih produktif, serta
mengurangi spesies, varietas, dan ras yang kurang produktif. Langkah tersebut dilakukan karena agroekosistem tumbuh dan dikelola dengan tujuan memproduksi
pangan, pakan, dan bahan baku Moonen dan Barberi 2008.
2.4. Ketahanan Pangan
Mengacu pada Undang-undang No. 18 tahun 2012 tentang pangan, pangan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk
pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan,
danatau pembuatan makanan atau minuman. Pada Perpres No. 68 tahun 2002 pasal 1 dan UU No. 18 tahun 2012 dijelaskan bahwa ketahanan pangan dapat diartikan
sebagai kondisi di mana terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perse- orangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan
produktif secara berkelanjutan.
2.5. Aspek Keberlanjutan
Penggunaan terbaik dari lahan dalam konsep keberlanjutan sustainability dispesifikasikan sebagai satu situasi keseimbangan atau integrasi antara efisiensi,
ekuitas, dan penggunaan sumberdaya alam Miranda 2001. P
ekarangan merupakan lambang keberlanjutan
Kumar dan Nair 2004
.
Aspek pangan dan ekonomi perlu diperhatikan mengingat hasil produksi dari pekarangan merupakan indikator
keberhasilan pengelolaan pekarangan, selain itu cukup banyak hasil pekarangan yang berpotensi sebagai sumber pemasukan ekonomi bagi rumah tangga Michon
dan Mary 1994. Keseimbangan dan keberlanjutan lanskap pekarangan dapat dicapai dengan mengaplikasikan konsep triple bottom line benefit, yakni ling-
kungan ekologi, masyarakat sosial-budaya, dan ekonomi Arifin et al. 2009. Konsep tersebut dijabarkan sebagai berikut:
a. Dimensi lingkungan mengacu pada masalah kelestarian alam seperti
keragaman lanskap, kualitas kehidupan, kelangkaan sumberdaya, dan variabel-variabel lingkungan yang terkait dengan kemanusiaan. Faktor
biodiversitas juga menjadi kunci strategi ekologis menuju keberlanjutan produksi pertanian Altieri 1999. Orientasi pada ekologi seyogianya
dilakukan dengan misi konservasi yang berprinsip pada pemanfaatan yang peduli lingkungan Arifin et al. 2009. Pemanfaatan lahan dilakukan
secara berkelanjutan, yaitu dapat memenuhi keperluan saat ini sekaligus mengawetkan sumberdaya tersebut untuk generasi yang akan datang, hal
ini tentunya memerlukan kombinasi bijak antara produksi dan konservasi.
b. Dimensi sosial memperhatikan masalah-masalah ekuitas atau masalah
distribusi dan keadilan, seperti distribusi pendapatan, akses ke sumber pangan, dan tingkat kesejahteraan hidup. Dengan kata lain, harus dikaji
dalam konteks peningkatan kesejahteraan masyarakat yang dimaksud.