Analisis Nilai Ekonomi dari Produk Pekarangan Kampung
perkotaan biasanya lebih berpendidikan sehingga lebih mudah berorganisasi dan mengelola sumberdaya namun belum terbiasa dengan aktivitas pertanian.
2. Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan di tingkat kabupaten memfasilitasi
pengelola pekarangan kampung dengan adanya pendamping yang terampil. Tenaga pendamping dituntut untuk memiliki pemahaman yang baik dan benar
tentang hal-hal yang mendukung pengelolaan pekarangan kampung. Selain itu, pendamping sebaiknya mampu bersahabat dengan seluruh anggota kelompok.
3. Tenaga pendamping secara intensif memberikan pelatihan dan pengarahan
terkait pengelolaan pekarangan kampung. Teknik vertikultur perlu diketahui oleh seluruh anggota KWT dan diaplikasikan pada pekarangan sempit. KWT
sebaiknya diberikan rekomendasi tanaman dan hewan ternak apa saja yang cocok untuk dibudidayakan di pekarangan dengan memperhatikan lingkungan
sekitar. Pengelolaan pekarangan kampung sebagai agroekosistem diarahkan agar sesuai dengan daya dukung luasan, kondisi lingkungan lokasi, serta
manfaat dan nilai jual produk yang akan dipanen.
Rekomendasi untuk revitalisasi kebun bibit kelompok yaitu: 1.
Adanya dukungan dari pemerintah setempat, seperti menyediakan lahan untuk lokasi kebun bibit kelompok. Semestinya kebun bibit kelompok berada di atas
tanah desa atau pemerintah dengan persetujuan perangkat desa atau kelurahan agar keberadaannya lebih terjamin. Sebisa mungkin dihindari pembangunan
kebun bibit di atas tanah pribadi karena rawan konflik kepentingan yang bisa mengancam eksistensinya.
2. Bangunan kebun bibit sebaiknya terbuat dari material yang tahan lama dan
berkualitas baik, supaya kebun bibit tidak cepat rusak. Perawatan bangunan kebun bibit kelompok dilakukan sebagai tanggung jawab bersama oleh seluruh
anggota KWT.
3. Jenis tanaman pertanian yang akan dikembangkan sebaiknya tanaman semusim
yang memiliki nilai ekonomi tinggi, baik berupa tanaman pangan, obat, bumbu, dan bahkan pakan ternak Thakur et al. 2005. Berdasarkan analisis produksi
dan mengacu pada pernyataan tersebut, pembibitan sebaiknya difokuskan pada tanaman buah, sayur, dan bumbu karena dapat dikonsumsi oleh rumah tangga
dan nilai ekonominya relatif lebih besar.
4. Selain mempertimbangkan aspek konsumsi dan ekonomi, aspek konservasi
keanekaragaman hayati juga penting diperhatikan. Maksudnya jangan sampai komoditas yang dibibitkan untuk pekarangan kampung akan mengeliminasi
sumberdaya lokal atau spesies endemik. Konservasi keanekaragaman hayati diperlukan untuk keseimbangan ekosistem, karena pemanfaatan sumberdaya
hayati untuk berbagai keperluan secara tidak seimbang akan menyebabkan makin langkanya beberapa jenis flora dan fauna Supriatna 2008. Pekarangan
sebagai agroekosistem yang berbasis agroforestri dapat menjadi salah satu metode konservasi secara eks-situ, khususnya untuk pertanian Paruna 2012.
Institusi pendidikan atau pihak akademisi dapat berkontribusi memberikan rekomendasi komoditas pekarangan.
5. Aktivitas pembibitan oleh KWT dilakukan tanpa tergantung pada dana bantuan
sosial dari pemerintah pusat maupun daerah. KWT dituntut untuk mandiri dan kreatif dalam mencari modal pembibitan. Sumber modal pembibitan bisa dari
hasil penjualan bibit kepada anggota kelompok, keuntungan dari penjualan produk pekarangan kampung, dan keuntungan penjualan pangan olahan.
Rekomendasi untuk pengembangan koperasi yaitu: 1.
Koperasi berperan sebagai pengumpul produk-produk pekarangan kampung. Pihak koperasi diupayakan mau menerima produk dalam bentuk mentah atau
hasil olahan, tentunya dengan harga yang layak sesuai mekanisme pasar. 2.
Terkait dengan aspek ekonomi, hingga saat ini satu-satunya wadah organisasi formal yang menggalang dan menghimpun sumberdaya untuk kekuatan di
bidang ekonomi dan sosial di pedesaan adalah Koperasi Unit Desa KUD Saragih 2010. Namun kenyataannya di lapangan banyak KUD yang tidak
beroperasi karena masalah organisasi dan modal. Adapun KUD yang masih beroperasi belum menggarap produk pekarangan kampung. KUD diharapkan
mau mengembangkan usaha di sektor agribisnis pekarangan kampung.
3. Hasil penjualan produk pekarangan menjadi modal kelompok untuk membeli
benih dan pengembangan usahanya. Asas kekeluargaan dan gotong royong perlu dibina antara KUD dengan KWT sehingga perputaran modal berjalan
lancar dan dapat mendukung keberlanjutan pekarangan kampung.
Pada praktiknya, sistem pengelolaan agroekosistem pekarangan kampung yang berkelanjutan melibatkan kebun bibit kelompok, pekarangan anggota, dan
koperasi unit desa Gambar 27.
Gambar 27 Sistem dalam pengelolaan pekarangan kampung yang berkelanjutan