Analisis Kondisi Kebun Bibit Kelompok Wanita Tani

ekonomi diperlukan kuantitas produk hingga jumlah tertentu, yang sulit terpenuhi oleh satu pekarangan. BKP tingkat kabupaten kemudian menyikapi hal tersebut dengan memberi kesempatan kepada KWT sebagai pengelola pekarangan kampung untuk menjual produk KWT di pasar tani. Upaya ini belum mamberi solusi efektif karena pasar tani hanya dilaksanakan sebulan sekali di ibukota kabupaten. Sebaiknya ada upaya dari KWT untuk menjual produk pekarangan kampung secara kolektif dan berkesinambungan sehingga biaya produksi bisa lebih rendah dan mereka dapat lebih sering memperoleh keuntungan. Pemasaran produk dengan cara tersebut dapat dilakukan langsung oleh KWT atau unit bisnis independen yang bergerak di bidang agribisnis, misalnya koperasi unit desa KUD. Ide pemasaran ini tentu membutuhkan dukungan dari pihak KWT sebagai produsen. Berdasarkan hasil wawancara, masyarakat di Kabupaten Bandung, Bogor, dan Cirebon rata-rata setuju 49 apabila pemasaran produk pekarangan kampung dilakukan secara kolektif. Hanya 7 responden yang ingin menjual sendiri hasil pekarangannya. Tantangan pemasaran kolektif yang menjadi perhatian adalah keberadaan lembaga koperasi. Benar bahwa pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto telah banyak didirikan KUD, bahkan hampir setiap desa memiliki KUD dengan bantuan modal dari pemerintah. Pada saat ini jarang ditemui KUD yang masih beroperasi karena banyak koperasi yang mengalami masalah kepengurusan dan modal usaha. Menurut informasi dari responden, tidak ada KUD di tempat pelaksanaan program P2KP yang masih aktif. Tidak hanya itu, sejauh ini belum ada koperasi yang fokus menjangkau produk pekarangan atau pangan olehan KWT. Meskipun kondisinya demikian, masih mungkin melakukan pemasaran produk pekarangan kampung secara kolektif. Hal tersebut terlihat dari tingginya dukungan pengelola pekarangan terhadap adanya koperasi pekarangan, yang mencapai rata-rata 72 setuju dan 9 sangat setuju Tabel 28. Persepsi masyarakat tersebut memberikan harapan bahwa koperasi dapat kembali diberdayakan untuk mengumpulkan serta memasarkan produk mentah dan olahan dari pekarangan kampung. Tabel 28 Persepsi masyarakat terhadap pemasaran kolektif dan koperasi desa Kabupaten Keinginan pemasaran kolektif Dukungan koperasi pekarangan Tidak setuju Biasa saja Setuju Sangat setuju Tidak setuju Biasa saja Setuju Sangat setuju Bandung 23 47 30 17 67 17 Bogor 7 43 37 13 7 23 70 Cirebon 13 65 23 10 79 10 Rata-rata 7 22 49 22 2 17 72 9

4.4. Analisis Pemanfaatan dan Nilai Ekonomi Produk Pekarangan Kampung

4.4.1. Analisis Pemanfaatan Produk Pekarangan Kampung

Pada saat survei di lapangan, hasil panen berbagai macam produk pekarangan seperti sayur, buah, umbi, daging, dan telur disetarakan ukurannya dalam satuan kilogram kg. Hal ini dilakukan karena masih banyak masyarakat perdesaan yang menggunakan satuan tradisional yang tidak baku, seperti ikat, genggam, dan karung. Penyeragaman satuan produk ini untuk memudahkan dalam analisis pemanfaatan produk pekarangan kampung oleh pemiliknya. Secara umum, produk pekarangan dapat dimanfaatkan untuk dikonsumsi oleh keluarga, dibagikan ke tetangga, dan dijual sebagai sumber pendapatan rumah tangga. Pekarangan sebagai suatu agroekosistem Arifin et al. 2009 yang tumbuh dan dikelola dengan tujuan memproduksi pangan, pakan, dan bahan baku Moonen dan Barberi 2008. Pekarangan kawasan dengan produksi rata-rata terbanyak yaitu Kabupaten Bandung 1 365.4 kgtahun, lalu Kabupaten Cirebon 734 kgtahun, dan terendah di Kabupaten Bogor 663.9 kgtahun. Meskipun memiliki hasil panen terbanyak, produktivitas pekarangan di Kabupaten Bandung bukan yang tertinggi. Produktivitas lahan pekarangan yang tertinggi di Kabupaten Cirebon sebesar 0.6 kgm 2 tahun, sedangkan di Kabupaten Bandung dan Bogor yakni 0.5 kgm 2 tahun. Hasil demikian karena faktor ukuran pekarangan, yang mana rata-rata pekarangan di Kabupaten Bandung lebih luas dibandingkan di Kabupaten Bogor dan Cirebon. Tanaman buah, ikan, dan penghasil pati berkontribusi besar pada jumlah hasil panen. Pemanfaatan produk pekarangan untuk konsumsi rumah tangga yang tertinggi yaitu di Kabupaten Bogor 29.7. Pemanfaatan hasil panen pekarangan yang paling banyak di Kabupaten Bandung, Bogor, dan Cirebon yaitu sama-sama untuk dijual 58.4, 56.9, 64.1 sebagai pendapatan rumah tangga. Hasil panen pekarangan di ketiga kabupaten tersebut yang dibagikan berkisar antara 13.4 – 18.5 Tabel 29. Tabel 29 Hasil dan alokasi dari panen produk di pekarangan kawasan per tahun Kabupaten Hasil rata-rata panen produk kgthn Alokasi hasil panen dari pekarangan Dikonsumsi Dibagikan Dijual Bandung 1365.4 22.9 18.7 58.4 Bogor 663.9 29.7 13.4 56.9 Cirebon 734.0 20.0 15.9 64.1 Berdasarkan fungsinya, buah-buahan merupakan produk pekarangan di ke- tiga kabupaten dengan persentase paling tinggi yang dimanfaatkan untuk konsumsi rumah tangga dan dibagikan kepada tetangga Tabel 30. Kontribusi terbesar pada rata-rata jumlah hasil panen pekarangan kawasan di Kabupaten Bandung, Bogor, dan Cirebon yaitu buah 176 kgtahun, ternak besar 56 kgtahun, dan buah 193 kgtahun. Komoditas pekarangan yang paling banyak dikonsumsi rumah tangga di Kabupaten Bandung yaitu buah 42.4, di Kabupaten Bogor juga buah-buahan paling banyak dikonsumsi 33.1, begitu pula di Kabupaten Cirebon yang mana buah paling banyak dikonsumsi 83.1. Komoditas pekarangan yang paling banyak dijual di Kabupaten Bandung yaitu buah 32, adapun di Kabupaten Bogor yaitu ternak besar 38, dan di Kabupaten Cirebon yaitu buah 71. Tabel 30 Persentase kelompok komoditas per alokasi hasil panen dari pekarangan Kabupaten Alokasi hasil Komoditas tanaman Hewan ternak obat sayur buah bumbu pati industri besar kecil ikan Bandung Konsumsi 1.1 12.0 42.4 4.2 20.2 0.0 1.6 9.2 9.3 Dibagikan 1.0 7.1 54.2 1.5 30.4 0.0 1.3 1.7 2.8 Dijual 0.0 3.4 31.8 4.6 19.0 13.5 8.0 6.6 13.2 Bogor Konsumsi 2.7 16.8 33.1 11.2 7.1 0.0 0.0 9.8 19.2 Dibagikan 8.9 6.5 35.9 11.0 24.8 0.0 0.0 3.9 9.0 Dijual 0.0 1.9 10.0 10.0 5.4 0.0 38.7 7.8 26.2 Cirebon Konsumsi 0.7 0.7 84.1 0.8 0.0 0.0 0.0 6.3 7.4 Dibagikan 0.1 0.7 92.9 1.7 0.0 0.0 0.0 1.3 3.3 Dijual 0.0 4.4 70.8 0.4 0.0 2.2 0.0 4.5 17.8

4.4.2. Analisis Nilai Ekonomi dari Produk Pekarangan Kampung

Berdasarkan nilai ekonomi, produk pekarangan di ketiga kabupaten umum- nya menjadi tambahan pendapatan rumah tangga 72.3, kemudian penghematan 17.5, dan untuk kepedulian sosial 10.2. Meskipun akumulasi nilai ekonomi terbesar yaitu Kabupaten Bandung, nilai lahan pekarangan per meter persegi per tahun yang tertinggi yaitu Kabupaten Bogor Rp 13 400, kemudian di Kabupaten Bandung Rp 11 100, sedangkan Kabupaten Cirebon memiliki nilai produktivitas terendah dengan Rp 10 500 m 2 tahun Tabel 31. Biaya pemeliharaan pekarangan diabaikan karena mereka menggunakan pupuk kandang atau kompos yang dibuat sendiri. Rendahnya nilai produktivitas disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu pemanfaatan lahan yang belum optimalkan untuk pertanian dan pemeliharaan pekarangan yang kurang intensif. Komoditas yang dibudidayakan di pekarangan kampung juga belum memperhatikan kebutuhan pasar sehingga nilai jualnya rendah. Penjualan hasil panen menghasilkan kontribusi paling besar terhadap total nilai ekonomi produk pekarangan. Analisis ekonomi menunjukkan bahwa lebih dari 65 nilai ekonomi produk pekarangan di Kabupaten Bandung, Bogor, dan Cirebon diperoleh dari hasil penjualan produk. Persentase nilai ekonomi dari konsumsi pangan untuk rumah tangga terhadap nilai ekonomi produk pekarangan di Kabu- paten Bandung, Bogor, dan Cirebon yaitu 17.4, 17.9, dan 17.0. Berdasarkan hasil tersebut, nilai ekonomi produk yang dikonsumsi rumah tangga sekitar 18. Tabel 31 Nilai ekonomi dan pemanfaatan produk pekarangan kampung per tahun Kabupaten Nilai produktivitas Rp m 2 tahun Persentase nilai ekonomi per alokasi Konsumsi Kepedulian Pendapatan Bandung 11 100 17.7 12.2 70.1 Bogor 13 400 17.9 5.2 76.9 Cirebon 10 500 17.0 13.1 69.9 Kelompok komoditas pekarangan yang paling berkontribusi terhadap nilai ekonomi di Kabupaten Bandung yaitu tanaman industri berupa cengkeh, Kabupaten Bogor yaitu ternak kambing, dan Kabupaten Cirebon yaitu buah mangga Tabel 32. Hewan ternak besar seperti sapi dan kambing dipelihara di pekarangan untuk dijual kembali sebagai investasi. Nilai ekonomi produk pekarangan sebagai konsumsi pangan rumah tangga yang paling banyak diperoleh dari buah-buahan, sayur mayur, ternak kecil, dan ikan. Adapun jenis komoditas yang paling besar kontribusinya pada pendapatan rumah tangga yaitu hewan ternak besar, buah, tanaman industri, dan ikan. Secara total, komoditas pekarangan yang paling banyak berkontribusi terhadap nilai ekonomi yaitu hewan ternak besar, buah, tanaman industri, dan sayur. Tabel 32 Persentase nilai ekonomi dari produk pekarangan kampung Kabupaten Nilai Kelompok komoditas tanaman Hewan ternak obat sayur buah bumbu pati industri besar kecil ikan Bandung Penghematan 0.6 29.7 37.7 6.0 4.2 0.0 0.5 14.8 6.5 Kepedulian 0.4 29.0 54.4 3.0 7.1 0.0 0.4 3.3 2.3 Pendapatan 0.0 9.9 15.4 2.9 4.1 36.3 18.2 7.2 6.0 Bogor Penghematan 1.4 37.1 16.2 13.5 2.6 0.0 0.0 13.2 16.0 Kepedulian 1.1 27.1 17.4 20.2 13.5 0.0 0.0 8.3 12.4 Pendapatan 0.0 0.3 5.1 5.0 0.9 0.0 71.7 5.0 12.0 Cirebon Penghematan 1.5 5.4 65.4 2.4 0.0 0.0 0.0 16.2 9.1 Kepedulian 0.2 5.4 80.7 5.9 0.0 0.0 0.0 3.5 4.3 Pendapatan 0.0 17.9 53.8 0.6 0.0 2.7 0.0 8.5 16.4