Konsep Pekarangan Kampung yang Berkelanjutan

hasil penjualan bibit kepada anggota kelompok, keuntungan dari penjualan produk pekarangan kampung, dan keuntungan penjualan pangan olahan. Rekomendasi untuk pengembangan koperasi yaitu: 1. Koperasi berperan sebagai pengumpul produk-produk pekarangan kampung. Pihak koperasi diupayakan mau menerima produk dalam bentuk mentah atau hasil olahan, tentunya dengan harga yang layak sesuai mekanisme pasar. 2. Terkait dengan aspek ekonomi, hingga saat ini satu-satunya wadah organisasi formal yang menggalang dan menghimpun sumberdaya untuk kekuatan di bidang ekonomi dan sosial di pedesaan adalah Koperasi Unit Desa KUD Saragih 2010. Namun kenyataannya di lapangan banyak KUD yang tidak beroperasi karena masalah organisasi dan modal. Adapun KUD yang masih beroperasi belum menggarap produk pekarangan kampung. KUD diharapkan mau mengembangkan usaha di sektor agribisnis pekarangan kampung. 3. Hasil penjualan produk pekarangan menjadi modal kelompok untuk membeli benih dan pengembangan usahanya. Asas kekeluargaan dan gotong royong perlu dibina antara KUD dengan KWT sehingga perputaran modal berjalan lancar dan dapat mendukung keberlanjutan pekarangan kampung. Pada praktiknya, sistem pengelolaan agroekosistem pekarangan kampung yang berkelanjutan melibatkan kebun bibit kelompok, pekarangan anggota, dan koperasi unit desa Gambar 27. Gambar 27 Sistem dalam pengelolaan pekarangan kampung yang berkelanjutan

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan klasifikasi ukuran, 50 pekarangan di Kabupaten Bandung termasuk kategori sedang, dengan rata-rata luas 317.1 m 2 . Berbeda halnya dengan Kabupaten Bogor dan Cirebon yang sebanyak 66.7 dan 60 pekarangannya termasuk kategori sempit. Zona belakang pekarangan di Kabupaten Bandung, Bogor, dan Cirebon paling banyak digunakan untuk budidaya tanaman pangan. Tanaman strata I dan II mendominasi di pekarangan ketiga kabupaten tersebut, sesuai dengan daya dukung pekarangan ukuran sempit dan sedang. Meskipun tanaman hias paling banyak ditemukan di semua pekarangan, namun keragaman tanaman pangan lebih banyak daripada non-pangan. Menurut analisis Shanon- Wienner, pekarangan di Kabupaten Bogor memiliki keanekaragaman tanaman pangan tertinggi H’ = 1.95. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan ecotone yang lebih sesuai untuk lebih banyak spesies tanaman dan hewan. Pemanfaatan hasil panen dari pekarangan di Kabupaten Bandung, Bogor, dan Cirebon paling banyak untuk dijual daripada untuk dikonsumsi atau dibagikan, dengan persentase penjualan produk masing-masing 58, 57, dan 64. Nilai ekonomi produk pekarangan di ketiga pekarangan tersebut masing-masing 70, 77, dan 70. Produktivitas lahan menurut nilai ekonomi pekarangan per m 2 per tahun yang tertinggi yaitu Kabupaten Bogor Rp 13 400 dan yang terendah yaitu di Kabupaten Cirebon Rp 10 500. Kontribusi nilai ekonomi pekarangan kampung yang diperoleh rumah tangga terhadap biaya konsumsi bulanannya di Kabupaten Bandung, Bogor, dan Cirebon yaitu 19.1, 10.8, dan 7.1. Keberlanjutan pengelolaan agroekosistem pekarangan kampung dijabarkan pada tiga komponen, yaitu kelompok wanita tani KWT, kebun bibit kelompok, dan koperasi. Diperlukan pemberdayaan KWT untuk meningkatkan kemampuan- nya sebagai pengelola pekarangan kampung. Diperlukan revitalisasi kebun bibit kelompok agar bibit untuk pekarangan tetap tersedia serta pembibitan difokuskan pada tanaman sayur dan buah karena produksinya tinggi, bisa dikonsumsi langsung dan lebih bernilai ekonomi. Diperlukan pemasaran kolektif melalui pengembangan usaha koperasi unit desa pada bidang agribisnis pekarangan kampung.

5.2. Saran

Pengelolaan pekarangan kampung bermanfaat untuk menunjang ketahanan pangan, menjaga kepedulian sosial, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Diperlukan perhatian dan peran pemerintah, masyarakat, dan koperasi untuk mewujudkan hal tersebut. Kajian tentang jasa lanskap dari agroekosistem pekarangan akan menambah nilai ekonomi pekarangan kampung. DAFTAR PUSTAKA Abdoellah OS. 1985. Home Gardens in Java and Their Future Development. Di dalam: Prosiding Lokakarya Internasional Pekarangan Tropis Pertama. Bandung ID: Universitas Padjadjaran. Adhawati SS. 1997. Analisis Ekonomi Pemanfaatan Lahan Pertanian Dataran Tinggi di Desa Parigi Hulu DAS Malino Kabupaten Gowa [Tesis]. Makassar ID: Program Pascasarjana, Universitas Hasanuddin. Altieri MA. 1999. The Ecological Role of Biodiversity in Agroecosystems. Elvesier J. Agriculture, Ecosystem, and Environment, Vol 74: 19-31. Arifin HS. 1998. Study on Vegetation Structure of Pekarangan and Its Changes in West Java, Indonesia. [Doctor Dissertation]. Okayama JP: The Graduate School of Natural Science and Technology, Okayama University. Arifin HS. 2010. Manajemen Lanskap dalam Pembangunan Pertanian Menuju Harmonisasi Kesejahteraan Masyarakat dan Kelestarian Lingkungan. Pembangunan Pedesaan: Pemikiran Guru Besar 6 PT BHMN. Bogor ID: IPB Press. Arifin HS, Sakamoto K and Chiba K. 1996. Vegetation in The Home Gardens “Pekarangan” in West Java, Indonesia. Buletin of International Association for Landscape Ecology – Japan Vol. 3 3: 38-40. Arifin HS, Sakamoto K and Chiba K. 1997. Effects of the Fragmentation and the Change of the Social and Economical Aspects on the Vegetation Structure in the Rural Home Gardens of West Java, Indonesia. Japan Institue of Landscape Architecture J., Tokyo JP: Vol. 60 5: 489-494.