Keanekaragaman hayati di dalam pengelolaan agroekosistem telah diseleksi oleh manusia dengan memilih spesies, varietas, dan ras yang lebih produktif, serta
mengurangi spesies, varietas, dan ras yang kurang produktif. Langkah tersebut dilakukan karena agroekosistem tumbuh dan dikelola dengan tujuan memproduksi
pangan, pakan, dan bahan baku Moonen dan Barberi 2008.
2.4. Ketahanan Pangan
Mengacu pada Undang-undang No. 18 tahun 2012 tentang pangan, pangan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk
pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan,
danatau pembuatan makanan atau minuman. Pada Perpres No. 68 tahun 2002 pasal 1 dan UU No. 18 tahun 2012 dijelaskan bahwa ketahanan pangan dapat diartikan
sebagai kondisi di mana terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perse- orangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan
produktif secara berkelanjutan.
2.5. Aspek Keberlanjutan
Penggunaan terbaik dari lahan dalam konsep keberlanjutan sustainability dispesifikasikan sebagai satu situasi keseimbangan atau integrasi antara efisiensi,
ekuitas, dan penggunaan sumberdaya alam Miranda 2001. P
ekarangan merupakan lambang keberlanjutan
Kumar dan Nair 2004
.
Aspek pangan dan ekonomi perlu diperhatikan mengingat hasil produksi dari pekarangan merupakan indikator
keberhasilan pengelolaan pekarangan, selain itu cukup banyak hasil pekarangan yang berpotensi sebagai sumber pemasukan ekonomi bagi rumah tangga Michon
dan Mary 1994. Keseimbangan dan keberlanjutan lanskap pekarangan dapat dicapai dengan mengaplikasikan konsep triple bottom line benefit, yakni ling-
kungan ekologi, masyarakat sosial-budaya, dan ekonomi Arifin et al. 2009. Konsep tersebut dijabarkan sebagai berikut:
a. Dimensi lingkungan mengacu pada masalah kelestarian alam seperti
keragaman lanskap, kualitas kehidupan, kelangkaan sumberdaya, dan variabel-variabel lingkungan yang terkait dengan kemanusiaan. Faktor
biodiversitas juga menjadi kunci strategi ekologis menuju keberlanjutan produksi pertanian Altieri 1999. Orientasi pada ekologi seyogianya
dilakukan dengan misi konservasi yang berprinsip pada pemanfaatan yang peduli lingkungan Arifin et al. 2009. Pemanfaatan lahan dilakukan
secara berkelanjutan, yaitu dapat memenuhi keperluan saat ini sekaligus mengawetkan sumberdaya tersebut untuk generasi yang akan datang, hal
ini tentunya memerlukan kombinasi bijak antara produksi dan konservasi.
b. Dimensi sosial memperhatikan masalah-masalah ekuitas atau masalah
distribusi dan keadilan, seperti distribusi pendapatan, akses ke sumber pangan, dan tingkat kesejahteraan hidup. Dengan kata lain, harus dikaji
dalam konteks peningkatan kesejahteraan masyarakat yang dimaksud.
Konsep yang berpihak pada masyarakat diacu pada kesejahteraan secara rohani dan jasmani masyarakat itu sendiri Arifin et al. 2009.
c. Dimensi ekonomi berhubungan dengan masalah efisiensi penghematan
serta kesejahteraan seperti pendapatan, produksi, dan investasi. Pada konteks ketahanan pangan, penggunaan pekarangan sebaiknya layak
secara ekonomi dalam arti memberikan hasil produksi yang optimal. Pengelolaan lahan harus diarahkan pada aktivitas produktif dan efisien.
3. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat dengan mengambil sampel di tiga wilayah dengan ketinggian yang berbeda. Ketiga wilayah tersebut yaitu
dataran tinggi 600 – 1 200 mdpl yang diwakili oleh Kabupaten Bandung, dataran
sedang 150 – 600 mdpl yang diwakili oleh Kabupaten Bogor, dan dataran rendah
– 150 mdpl yang diwakili oleh Kabupaten Cirebon Gambar 4. Pada setiap kabupaten tersebut dipilih 3 kecamatan yang memiliki satu desa yang terdapat
kelompok wanita tani KWT penerima program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan P2KP. Lokasi sampel di Kabupaten Bandung berada di Desa
Patrolsari, Girimekar, dan Bojongemas. Lokasi sampel di Kabupaten Bogor berada desa Situ Udik, Cikarawang, dan Bantarsari. Lokasi sampel di Kabupaten Cirebon
berada di Desa Bakung Lor, Grogol, dan Pegagan Lor.
Sampel terpilih yaitu pekarangan milik anggota KWT penerima P2KP di desa tersebut. Masing-masing KWT memiliki 10 pekarangan anggota yang disebut dasa
wisma. Satu wilayah atau kabupaten diwakili oleh 30 sampel pekarangan. Total sampel berjumlah 90 pekarangan berikut pemiliknya yang tersebar merata di
sembilan kawasan Tabel 1. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2013 hingga bulan Juni 2014.
Sumber: Bakosurtanal 2003
Gambar 4 Lokasi penelitian di A Kabupaten Bandung, B Kabupaten Bogor, dan C Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat
A B
C