Pembiayaan macet yang disebabkan oleh penyalahgunaan dana untuk keperluan proyek perusahaan dan ternyata rugi sehingga menyebabkan proses
pembayaran angsuran pembiayaan menjadi macet, dapat diatasi dengan melakukan rescheduling, reconditioning, dan restructuring. Rescheduling atau
penjadwalan kemblii dilakukan dengan merubah jadwal pembayaran dan memperpanjang jangka waktu pembayaran angsuran. Reconditioning atau
persyaratan kembali dilakukan dengan merubah beberapa persyaratan lain sepanjang tidak merubah maksimum saldo kredit. Persyaratan ini misalnya
durasi penyelesaian kredit yang bisa diperpanjang akibat adanya tunggakan dan perjanjian bahwa dana yang angsuran anggota koperasi harus langsung
disetorkan ke BMI. Selain itu, membuat perjanjian ulang atas nominal dana angsuran yang harus disetor jadwal angsur karena terjadi perubahan durasi
dan jumlah angsuran pasca tunggakan. Restrukturisasi biasanya dilakukan dengan menurunkan nisbah bagi hasil pembiayaan dengan cara melakukan
perhitungan ulang atas pokok pinjaman yang belum lunas disesuaikan dengan durasi pinjaman.
4.2.4 Risiko Kredit
Risiko pembiayaan yang muncul pada penyaluran pinjaman anggota koperasi ini terkait dengan peningkatan plafond pembiayaan tanpa jaminan fix
asset. Tercatat per tahun 2011 plafond pembiayaan anggota koperasi tanpa jaminan fix asset mencapai Rp 100 juta. Hal ini tentu saja sangat
menghawatirkan mengingat tidak ada jaminan yang diserahkan kepada BMI. Juga persyaratan yang diberikan kepada calon peminjam tidak jauh berbeda
dengan tahun –tahun sebelumnya. Akan tetapi, per Juni 2012 ini BMI telah
menambahkan satu syarat yng sangat signifikan yakni Kopkar yang ingin mengajukan pembiayaan ke BMI harus sudah berbadan syariah. Hal ini tentu
saja membuat banyak Kopkar yang mundur. Mengetahui kondisi ini, pihak BMI bersedia membantu Kopkar yang belum berstatus sebagai koperasi
syariah untuk menjadi koperasi syariah agar bisa mendapat pinjaman di BMI. Meski proses ini dibantu oleh notaris, namun tentu saja semakin
memperpanjang proses pembiayaan yang ditangani oleh AM.
4.2.5 Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas muncul akibat adanya kemacetan pembayaran angsuran yang terjadi pada mudharib yang sama yang mengajukan beberapa kali
pinjaman dan semuanya macet. Hal ini tentu saja membuat dana likuit di BMI menjadi berkurang. Pada kasus pembiayaan yang macet di BMI, mudharib
yang mengajukan beberapa kali pembiayaan dan semuanya macet ternyata mendapat fasilitas pembiayaan secara berturut
–turut di bulan yang berbeda. Misalnya, mudharib A sebelum pembayaran angsurannya macet pada bulan
Januari telah mengajukan pinjaman dan di-approve, kemudian bulan Februari mengajukan pinjaman dan di-approve, dan demikian dengan bulan Maret. Pada
awalnya, angsuran mudharib ini tidak mengalami kemacetan. Tapi, setelah bulan Maret, pembayaran angsuran mulai mengalami masalah, yakni pinjaman
yang diajukan pada bulan Januari sudah mulai menunggak, kemudian pinjaman yang cair pada bulan Februari dan Maret secara bergantian juga mengalami
tunggakan. Fenomena seperti ini tentunya harus mendapat perhatian khusus dari pihak BMI. Karena jika tidak, akan sangat merugikan apalagi yang
mengajukan pembiayaan adalah mudharib yang sama. Terbukti, kemacetan pembiayan yang terjadi pada tahun 2009
–2011 disebabkan oleh kasus yang sama. Pada tahun 2009, kemacetan pembiayan
disebabkan oleh mudharib yang sama yang melakukan beberapa kali pinjaman dan semuanya macet. Demikian juga dengan tahun 2010 dan 2011 yang
kemacetan pembiayaannya disebabkan oleh mudharib yang sama dengan beberapa account pembiayaan. Kesamaan dari kedua mudharib ini selain
sama –sama mengajukan beberapa pinjaman dan semuanya macet adalah
sama –sama mengggunakan dana angsuran anggota untuk keperluan proyek
perusahaaninstansi dan ternyata merugi. Untuk mengatasinya, BMI dapat mengeluarkan kebijakan untuk membatasi jumlah account pinjaman pada
mudharib yang sama. Kalaupun harus meminjamkan lagi, BMI harus menunggu beberapa bulan untuk mengetahui stabilitas dan kedisiplinan
pembayaran angsuran atas pinjaman yang pertama pada mudharib yang sama.
4.3. Expected Loss dan Unexpected Loss