Analisis Pengukuran Risiko Pada Penyaluran Pembiayaan Anggota Koperasi Melalui Koperasi Karyawan Sebagai Executing Agent (Studi Kasus: PT Bank Muamalat Tbk Cabang Bogor).

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut Sudarsono (2004), awal mula dicetuskan ide pendirian bank syariah terjadi pada tahun 1970–an. Pembicaraan mengenai bank syariah muncul dalam sebuah seminar hubungan Indonesia–Timur Tengah pada tahun 1974 dan tahun 1976 dalam seminar yang diselenggarakan oleh Yayasan Bhineka Tunggal Ika dan Lembaga Studi Ilmu–Ilmu Kemasyarakatan (LSIK). Pengembangan pemikiran tentang perlunya bank syariah mulai melanda Indonesia sejak saat itu. Cikal bakal bank syariah di Indonesia dimulai dari berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada 24 1 Nopember 1991 dan mulai beroperasi sejak 1 Mei 1992.

Pada akhir tahun 1990–an, Indonesia sempat dilanda krisis moneter hingga menyebabkan kondisi perekonomian menjadi tidak stabil. Bank Muamalat Indonesia juga terkena dampak dari krisis tersebut karena terjadi lonjakan persentase kredit macet. Persentase Non Performing Financing (NPF) meningkat tajam hingga mencapai angka 60% pada tahun 1998. Bank Muamalat Indonesia tercatat mengalami kerugian hingga Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal. Pihak manajemen bank harus segera memperkuat permodalan dengan mencari pemodal potensial. Hal itu ditanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat.1

Indonesia kembali terimbas krisis moneter sebagai dampak dari subprime mortgage di Amerika pada tahun 2008-2009. Tapi, krisis kali ini tidak terlalu berdampak terhadap pertumbuhan perbankan syariah dalam negeri. Hal ini mengingat tingkat pengembalian bank syariah tidak mengacu pada suku bunga melainkan bagi hasil, sehingga bank syariah dapat menjalankan kegiatannya tanpa terganggu kenaikan suku bunga.2 Menurut Dr. Rifki Ismal, peningkatan tren pertumbuhan bank syariah justru semakin pesat hingga akhir September 2011. Pertumbuhan aset bank syariah mencapai Rp 234,4 triliun, DPK mencapai Rp 97,8 triliun, dan pembiayaan mencapai Rp 92,8 triliun.3 Berikut disajikan tabel penyaluran dana BUS dan UUS selama dua tahun terakhir.

1

http://www.muamalatbank.com/home/about/profile

2

http://suryodesign.wordpress.com/tag/visi-misi-perbankan-syariah/ 3

http://www.ekonomisyariah.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=45%3Aoutl ook-perbankan-syariah-nasional-2012&catid=1%3Alatest-news&Itemid=28


(2)

4

http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Publikasi+Lain/Publikasi+Lainnya/Outlook+Perbankan+Sy ariah+2012.htm

Tabel 1. Penyaluran dana BUS dan UUS 2010–2011

(Rp Triliun) Penyaluran Dana Oktober 2010 Oktober 2011 Growth

Nominal Share (%)

Nominal Share (%)

Nominal (%) Total penyaluran dana 83,81 100 122,73 100 38,92 46,43 Pembiayaan 62,99 75,16 96,62 78,72 33,62 53,38 Piutang Murabahah 34,83 41,56 52,06 42,42 17,23 49,46 Piutang Qardh 3,29 3,93 13,02 10,61 9,72 295,17 Mudharabah 8,41 10,04 10,14 8,26 1,73 20,54 Musyarakah 13,42 16,01 17,73 14,45 4,31 32,11

Lainnya 3,04 3,62 3,67 2,99 0,64 20,92

Antar Bank 3,64 4,34 3,66 2,98 0,02 0,49

Penempatan di BI 11,19 13,35 16,21 13,21 5,02 44,89 Surat Berharga 5,67 6,76 5,94 4,84 0,27 4,78 Penyertaan 0,09 0,10 0,05 0,04 (0,04) (46,59) Tagihan Lainnya 0,24 0,28 0,26 0,21 0,02 9,32 Sumber: http://www.bi.go.id (Publikasi Outlook Perbankan Syariah 2012)

Pada Tabel 1. penyaluran dana Badan Usaha Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS), pembiayaan murabahah paling mendominasi dengan jumlah mencapai Rp52,06 triliun atau 42,42%. Pembiayaan musyarakah menduduki peringkat kedua terbesar yang mencapai Rp17,73 triliun (14,45%), dan pembiayaan qardh sebesar Rp13,02 triliun (10,61%). Penyaluran dana berupa qardh mengalami peningkatan yang sangat tinggi yaitu sebesar 295,17%. Peningkatan pembiayaan qardh ini didisebabkan peningkatan qardh (gadai) emas.

Berdasarkan outlook perbankan syariah pada tahun 2012 yang dilakukan oleh Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, diperkirakan pertumbuhan perekonomian Indonesia akan tetap tinggi dan berada pada kisaran 6,3% hingga 6,7%. Pertumbuhan ekonomi ini diharapkan dapat meminimalisir dampak krisis mengingat tidak banyak portofolio aset perbankan syariah dalam valuta asing maupun luar negeri. Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia juga memperkirakan adanya potensi krisis utang di negara–negara Eropa dan Amerika Serikat pada tahun 2012. Krisis ini dapat menyebabkan lambatnya pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Akan tetapi, pertumbuhan bank syariah di Indonesia secara umum justru mengalami peningkatan dalam kurun tiga tahun terakhir, khususnya pada Oktober 2011 dengan year on year (yoy) mencapai 48,10%.4


(3)

Perbankan ke depan masih mendominasi sistem keuangan berdasarkan total aset lembaga keuangan di Indonesia. Ancaman dampak krisis luar negeri dapat diatasi dengan memperbaiki infrastruktur khususnya di dalam organisasi perbankan syariah. Selama kurun waktu tiga tahun terakhir banyak bank syariah yang telah melakukan pembenahan dengan memperkuat aspek regulasi dan koordinasi kebijakan dengan pihak terkait termasuk pelaku usaha sektor riil. Penyediaan produk–produk syariah juga dapat memberi nilai tambah tersendiri. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinikmati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali (Pasal 3 UU Perbankan Syariah Tahun 2008).

BMI terus melakukan peningkatan portofolio penghimpunan dana dan pembiayaan. Hal itu dilakukan untuk mendiversifikasi risiko dan meningkatkan kontribusi terhadap pembangunan. Penghimpunan dana Bank Mumalat mengalami peningkatan dari tahun 2008–2011. Pertumbuhan dana pihak ketiga meningkat 14,5% pada akhir 2008 menuju 2009. Pada akhir 2009 ke 2010 peningkatan volume penghimpunan dana mencapai 17% dan pada akhir 2011 pertumbuhan dana pihak ketiga meningkat hingga 31%dibandingkan posisi akhir 2010. Laju pertumbuhan dana pihak ketiga dihasilkan dari peningkatan jumlah rekening baru dan saldo rekening nasabah aktif.5

Seiring dengan peningkatan dana simpanan oleh para nasabah, bank syariah dapat lebih mengusahakan dana tersebut untuk pembiayaan. Keuntungan dari usaha dalam beberapa produk pembiayaan biasanya akan dibagi melalui nisbah bagi hasil. Mengingat sebagian besar DPK yang diterima oleh bank syariah nantinya akan diinvestasikan kepada mudharib, tidak salah jika risiko yang dialami oleh pihak bank juga semakin besar. Bank juga mengalami risiko pengurangan modal jika ternyata investasi yang dilakukan mengalami kegagagalan atau macet. Risiko yang dapat mengakibatkan pengurangan modal adalah munculnya unexpected loss (kerugian yang tidak diharapkan) dalam jumlah besar. Unexpected loss nantinya akan di–backup dari modal bank syariah.

5


(4)

Menurut Risk Management Guide IFSB Tahun 2004, bank syariah memiliki tiga risiko terkait dengan usaha pembiayaan yang dilakukan. Pertama, potensi munculnya risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, dan risiko reputasi seperti yang terjadi di bank konvensional. Kedua, equity investment risk yang timbul ketika bank melakukan partnership (syirkah). Ketiga, rate of return risk terkait dengan perubahan ekspektasi return pemilik dana investasi. Secara umum, potensi perbedaan karakteristik risiko pada bank syariah (dibandingkan bank konvensional) bersumber dari kewajiban memenuhi prinsip syariah maupun dampak dari variasi akad yang digunakan.

Berdasarkan UU No. 21 Pasal 38 Tahun 2008 Tentang UU Perbankan Syariah disebutkan bahwa bank syariah dan UUS wajib menerapkan manajemen risiko, prinsip mengenal nasabah, dan perlindungan nasabah. Manajemen risiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan oleh perbankan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank. Prinsip mengenal nasabah merupakan prinsip yang harus diterapkan perbankan sekurang–kurangnya mencakup kegiatan penerimaan dan identifikasi nasabah serta pemantauan kegiatan transaksi nasabah, termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan. Perlindungan nasabah antara lain dilakukan dengan cara adanya mekanisme pengaduan nasabah, meningkatkan transparansi produk, dan edukasi terhadap nasabah.

Perbankan syariah memiliki core business di bagian funding dan financing. Kegiatan funding dan financing merupakan usaha utama bank sebagai lembaga intermediasi antara pihak surplus dan defisit dana. Pengumpulan Dana Pihak Ketiga (DPK) di BMI dilakukan oleh Relationship Manager (RM). RM merupakan marketing funding yang bertanggungjawab atas pengumpulan dana pada Bank Muamalat. Penyaluran pembiayaan di Bank Muamalat merupakan tanggung jawab dari Account Manager (AM). AM merupakan marketing financing yang bertugas untuk menyalurkan dana yang telah dikumpulkan oleh RM melalui berbagai produk pembiayaan yang ada, termasuk produk pembiayaan anggota koperasi.


(5)

Target penyaluran pembiayaan untuk setiap AM tidak sama. Hal tersebut disebabkan oleh pembagian level/grade Sumber Daya Insani (SDI) pembiayaan yang berbeda–beda. Pada grade terendah atau grade 11 biasanya ditempati oleh SDI financing yang baru masuk dengan target pembiayaan Rp 1,25 miliar per bulan. Marketing financing yang termasuk dalam grade 12 memiliki target pembiayaan sebesar Rp 1,5 miliar per bulan, grade 13 sebesar Rp 1,75 miliar per bulan, dan grade 14 sebesar Rp 2,5 miliar per bulan (meningkat Rp 500 juta dari tahun–tahun sebelumnya yang hanya Rp 2 miliar).

Target penyaluran pembiayaan untuk setiap Account Manager dapat meningkat jika target pembiayaan yang dibebankan oleh pusat kepada Bank Muamalat di setiap cabang meningkat. Target pembiayaan yang tersebut nantinya akan dibagi untuk tiap–tiap Account Manager yang ada di setiap cabang. Namun, peningkatan target pembiayaan BMI umumnya tidak disertai dengan penambahan jumlah Account Manager di setiap cabang, seperti di BMI Cabang Bogor. Situasi seperti ini tentunya membuat beban kerja Account Manager menjadi lebih berat dan tidak menutup kemungkinan munculnya kesalahan dalam menganalisis Usulan Pembiayaan (UP).

Sebagian besar proses pembiayaan masih dilakukan oleh Account Manager Cabang Bogor sehingga membuat budget operasional dalam proses pembiayaan sering meningkat. Faktor waktu, tenaga, dan padatnya jadwal meeting dengan target pembiayaan yang lain juga menjadi pertimbangan dalam meranking calon mudharib. Account Manager lebih terfokus pada calon mudharib yang mengajukan pembiayaan dengan plafond besar, dibanding calon mudharib yang mengajukan pembiayaan dalam jumlah kecil dengan jarak tempuh trade checking yang cukup jauh. Hal ini mengingat faktor profitabilitas yang sekiranya akan diterima dari setiap mudharib sebelum melakukan proses pembiayaan lebih lanjut.

Jumlah SDI marketing financing yang tidak sepadan dengan target pembiayaan Bank Muamalat Cabang Bogor sering kali membuat para Account Manager mengalami demotivasi. Demotivasi kinerja disebabkan oleh kebijakan peningkatan target pembiayaan bulanan Account Manager yang biasanya disampaikan dalam rapat bulanan.


(6)

Account Manager juga mengalami kendala dalam melakukan tugasnya karena muncul kebijakan baru untuk produk pembiayaan, khususnya pembiayaan anggota koperasi. Tercatat sejak Juli 2011 plafond pembiayaan anggota koperasi tanpa jaminan fix asset mengalami peningkatan dari Rp 50 juta menjadi Rp 100 juta. Peningkatan plafond pembiayaan ini tidak disertai dengan penambahan jaminan atas pembiayaan yang diajukan. Calon mudharib yang mengajukan fasilitas pembiayaan hingga Rp 100 juta masih bisa diberikan akta perjanjian pemberian jaminan cessie. Dalam perjanjian cessie, mudharib tidak perlu memberikan jaminan tambahan seperti cash collateral maupun fix asset. Cessie yang dijaminkan adalah 125% dari jumlah total hutang (harga jual) seluruh karyawan (anggota koperasi) dan harus dilakukan pengikatan secara notariel dihadapan notaris yang ditunjuk oleh Bank Muamalat.

Tantangan kerja Account Manager kembali diuji dengan munculnya kebijakan baru yang menyebutkan bahwa anggota koperasi yang mengajukan pembiayaan dengan plafond Rp 100 juta harus melalui koperasi karyawan yang telah berbadan hukum syariah. Kebijakan tersebut akan mulai efektif per Juni 2012. Faktanya, banyak koperasi karyawan yang masih belum berbadan hukum syariah. Bentuk badan hukum syariah membuat koperasi harus merubah Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) juga perubahan pembukuan/akuntansi. Setelah berbadan hukum syariah, koperasi juga berfungsi sebagai institusi Zakat, Infaq, Sedekah, Waqaf, Fidyah (Ziswaf).

Peningkatan target pembiayaan bulanan yang disertai dengan peraturan baru tentang badan hukum syariah koperasi membuat Account Manager harus bekerja ekstra. Ada koperasi yang bersedia menjadi badan hukum syariah melalui bantuan BMI. Banyak juga yang belum siap untuk berbadan hukum syariah meski berminat mengajukan pembiayaan di BMI. Account Manager mengalami kesulitan dalam pencapaian target pembiayaan akibat kebijakan baru tersebut. Jika pada pertengahan 2010 pencapaian target pembiayaan sekitar Rp 18 miliar sudah tergolong baik, pada pertengahan tahun 2011 hingga 2012 pencapaian target pembiayaan Rp 8 miliar saja sudah bagus.


(7)

Kendala yang dialami oleh AM dan juga risiko yang ditimbulkan dari penyaluran produk pembiayaan anggota koperasi dengan pola executing juga cessie membuat BMI harus lebih jeli dalam mengelola perkiraan kerugian yang akan muncul atas produk ini. Perkiraan kerugian yang muncul atas pembiayaan yang disalurkan dapat dihitung dengan menggunakan dua metode pengukuran risiko pembiayaan, yakni metode Standardized Approach dan Internal Ratings Based Approach. Pengukuran risiko pembiayaan berdasarkan metode Standardized Approach tidak diperkenankan oleh Bank Indonesia karena metode tersebut memberikan bobot yang sama terhadap risiko pembiayaan tanpa mempertimbangkan kondisi makro dan mikro perekonomian, jenis pembiayaan, kualitas pembiayaan, limit pembiayaan dan jatuh tempo pembiayaan. Bank Indonesia mengizinkan penggunaan Internal Ratings Based Approach sebagai metode pengukuran risiko pembiayaan karena besarnya risiko pembiayaan yang akan dibentuk lebih mendekati kenyataan kerugian yang terjadi selama proses pemberian pembiayaan berlangsung.

Metode pengukuran yang dikembangkan oleh Basel Committee adalah CreditRisk+ dari Credit Suisse Financial Products (CSFP), CreditMetrics dari JP Morgan, dan Portfolio Manager dari KMV. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Crouchy, et al (2001) terhadap 1800 bond dalam 13 mata uang di Amerika Utara, Eropa, dan Asia sampai pada suatu kesimpulan bahwa model perhitungan kredit dengan memakai pendekatan Credit Metrics, Credit Risk+, dan KMV model dianggap menghasilkan perhitungan VaR kredit yang tidak jauh berbeda satu sama lain. Ketiga model tersebut ternyata cukup valid digunakan untuk menghitung regulatory capital yang dapat menyerap risiko kredit, khususnya untuk obligasi dan kredit-kredit tanpa option feature.

Berdasarkan pertumbuhan aset, volume penghimpunan dana, dan penyaluran dana untuk pembiayaan anggota koperasi yang dilakukan oleh bank syariah serta besarnya risiko yang harus ditanggung dalam penyaluran pembiayaan tersebut, dalam skripsi yang menggunakan studi kasus PT Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Bogor ini akan dihitung besarnya risiko pembiayaan anggota koperasi.


(8)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjabaran dalam latar belakang masalah, secara lebih spesifik dalam skripsi ini akan dirumuskan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Strategi apa saja yang harus ditempuh oleh BMI untuk mengatasi munculnya risiko operasional, kredit, strategik, likuiditas, dan hukum?

2. Berapa besar kerugian yang dapat diperkirakan (expected loss) dan kerugian yang tidak dapat diperkirakan (unexpected loss) pada portofolio pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor?

3. Berapa besar economic capital yang harus disediakan oleh BMI Cabang Bogor untuk menutup kerugian yang tidak dapat diperkirakan (unexpected loss)? 4. Apakah metode CreditRisk+ cocok diaplikasikan dalam mengukur risiko

pembiayaan anggota koperasi dengan menggunakan model distribusi Poisson? 1.3. Tujuan Penelitian

Skripsi ini membahas tentang pengukuran risiko pembiayaan anggota koperasi tanpa jaminan berupa fix asset pada BMI Cabang Bogor. Analisis risiko pembiayaan anggota koperasi yang menggunakan satu–satunya sumber pengembalian pembiayaan hanya berasal dari gaji karyawan ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi strategi–strategi apa saja yang dapat dilakukan oleh BMI untuk mengatasi dan meminimalisir kerugian akibat munculnya risiko operasional, kredit, strategik, likuiditas, dan hukum?

2. Menganalisis nilai kerugian yang dapat diperkirakan (expected loss) dan kerugian yang tidak dapat diperkirakan (unexpected loss) pada portofolio pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor.

3. Menganalisis nilai economic capital yang harus disediakan oleh BMI Cabang Bogor untuk menutup kerugian yang tidak dapat diperkirakan (unexpected loss).

4. Menganalisis kecocokan aplikasi metode CreditRisk+ dalam mengukur risiko pembiayaan anggota koperasi dengan menggunakan model distribusi Poisson.


(9)

1.4. Manfaat Penelitian

Secara garis besar, skripsi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam bidang manajemen risiko perbankan, khususnya perbankan syariah di Indonesia. Dengan mengetahui jenis–jenis risiko pembiayaan, proses analisis pembiayaan dan forecasting atas karakteristik mudharib akan dilakukan secara lebih hati–hati agar tidak meningkatkan kolektibilitas pembiayaan. Pembahasan penelitian dapat membantu proses perhitungan kerugian yang diharapkan (expected loss) dan kerugian yang tidak diharapkan (unexpected loss) dalam risiko penyaluran pembiayaan produk–produk perbankan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Terdapat beberapa faktor yang membatasi penelitian dalam skripsi ini, yaitu: 1. Obyek penelitian adalah produk pembiayaan anggota koperasi yang

merupakan salah satu jenis produk pembiayaan konsumtif BMI.

2. Periode penelitian adalah selama tiga tahun, yakni dari tahun 2009–2011. 3. Data penelitian yang digunakan adalah data tahunan karena akses pencarian

data yang relatif mudah dari pihak BMI Cabang Bogor.

4. Pembahasan dibatasi dalam ruang lingkup pengukuran besarnya nilai kerugian expected loss, unexpected loss, dan economic capital yang harus disediakan oleh BMI Cabang Bogor.

5. Pengukuran risiko pembiayaan menggunakan metode CreditRisk+ karena jenis pembiayaan yang dipilih bersifat konsumtif.

6. Pembiayaan anggota koperasi dinyatakan sebagai default jika termasuk ke dalam kolektibilitas tiga atau kemacetan pembayaran lebih dari 90 hari. Kondisi default juga berlaku untuk tingkat kolektibilitas empat dan lima. 7. Nilai eksposur yang digunakan antara Rp 10,5 juta hingga Rp 10,5 miliar.

Nilai pembiayaan yang default dan kurang dari Rp 10,5 juta tidak dimasukkan dalam sampel karena tidak ada dalam data.

8. Exposure at default yang digunakan adalah plafond kolektif Kopkar, bukan nominal pinjaman yang diajukan oleh masing–masing anggota Kopkar kepada pengurus Kopkar. Eksposur pembiayaan merupakan jumlah dari besarnya nilai baki debet debitur/mudharib.


(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Bank

Bank berasal dari kata Italia banco yang artinya bangku. Bangku inilah yang dipergunakan oleh para bankir untuk melayani kegiatan operasionalnya kepada para nasabah. Istilah bangku secara resmi dan populer menjadi Bank (Rivai dan Veithzal, 2008). Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang (Karim, 2007).

Bank konvensional, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya, memberikan dan mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah imbalan dalam presentase tertentu dari dana untuk suatu periode tertentu. Presentase tertentu ini biasanya diterapkan per tahun (Triandaru dan Budisantoso, 2007).

Hasibuan (2011) menyebutkan bahwa bank memiliki beberapa definisi. Pertama, bank adalah lembaga keuangan berarti bank adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset keuangan (financial assets) serta bermotifkan profit dan juga sosial, jadi bukan hanya mencari keuntungan saja. Kedua, bank adalah pencipta uang dimaksudkan bahwa bank menciptakan uang giral dan mengedarkan uang kartal. Ketiga, bank adalah pengumpul dana dan penyalur kredit berarti bank dalam operasinya mengumpulkan dana mengumpulkan dana kepada Surplus Spending Unit (SSU) dan menyalurkan kredit kepada Defisit Spending Unit (DSU).

Bank secara etimologi memiliki arti tempat untuk menukarkan uang. Bank secara lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan dimana kegiatannya baik hanya menghimpun dan menyalurkan dana, atau kedua-duanya, menghimpun dan menyalurkan (Kasmir, 2000).

Usaha bisnis perbankan secara garis besarnya meliputi penghimpunan dana (dari berbagai sumber) dan penyaluran dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya sebagaimana dielaborasi dalam Pasal 6 UU No. 7/1992 jo. UU No. 10/1998.


(11)

Martono (2010) menyimpulkan bahwa pengertian bank telah mengalami evolusi, sesuai dengan perkembangan bank itu sendiri. Fungsi bank pada umumnya adalah (1) menerima berbagai bentuk simpanan dari masyarakat; (2) memberikan kredit, baik bersumber dari dana yang diterima dari masyarakat maupun berdasarkan atas kemampuannya untuk menciptakan tenaga beli baru; (3) memberikan jasa-jasa lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.

Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telan diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatakan taraf hidup rakyat banyak.

2.2. Bank Syariah

Bank syariah, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil. Prinsip utama operasional bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah hukum islam yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadist. Kegiatan operasional bank harus memperhatikan perintah dan larangan dalam Al Quran dan Sunnah Rasul Muhammad SAW (Triandaru dan Budisantoso, 2007).

Bank syariah merupakan manager investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dari dana yang dihimpun (dalam perbankan lazim disebut deposan atau penabung), karena besar-kecilnya pendapatan (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana tersebut sangat tergantung pada pendapatan yang diterima oleh bank syariah dalam mengelola dana mudharabah sehingga sangat tergantung pada keahlian, kehati-hatian, dan profesionalisme dari bank syariah (Wiroso, 2005).

Rivai dan Veithzal (2008) menyebutkan bahwa Islamic Banking (iB) adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada dalam ajaran islam, berfungsi sebagai badan usaha yang menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat, atau sebagai perantara keuangan. Prinsip islam yang dimaksud adalah perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank, pihak lain untuk penyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha.


(12)

Arifin (2009) menyebutkan bahwa bank syariah didirikan dengan tujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip islam, syariah dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait.

Berdasarkan Ketentuan Umum Undang-undang No. 21 Pasal 1 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Bank Umum Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Bank Islam adalah lembaga keuangan atau perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada prinsip-prinsip hukum atau syariah islam dengan mengacu kepada Al-Qur‟an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Dengan kata lain, bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah islam (Siamat, 2004).

2.3. Pembiayaan Syariah

Kredit atau Credit berasal dari kata credere artinya “kepercayaan.” Apabila kita memahami arti dasar ini maka orang akan berhati-hati dalam menerima atau mengajukan kredit. Karena orang tidak akan sembarangan asal ambil kredit tanpa perhitungan yang matang. Kenapa? Karena apabila si penerima kredit (debitur) tidak dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan yang telah diperjanjikan secara tertulis dengan kreditur (pemberi kredit), yang bersangkutan berarti sudah wanprestasi (tidak memenuhi kewajiban sesuai pada waktunya). Dengan dmikian “kepercayaan” kepada penerima kredit tersebut sudah mulai berkurang yang tentunya akan merugikan debitur juga (Tamin, 2012).

Kedit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu diminta atau pada waktu yang akan datang karena penyerahan barang-barang sekarang (Suyatno dkk, 1990).


(13)

Hasibuan (2011) menyebutkan bahwa kredit berasal dari kata Italia credere yang artinya kepercayaan, yaitu kepercayaan dari kreditor bahwa debiturnya akan mengembalikan pinjaman berserta bunganya sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak. Kreditor percaya bahwa kredit itu tidak akan macet. Menurut Suyatno (1991), kredit adalah suatu kepercayaan, maksudnya adalah seseorang atau suatu badan yang memberikan kredit percaya bahwa penerima kredit dimasa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan.

Pengertian kredit dalam Buku Seri Manajemen Bank No. 5 (1997: 31) adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan. Selain itu, kredit juga bisa berarti kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan atau ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati.

Pasal 1 angka 11 Undang-undang No. 10/1998 tentang Perbankan, tidak terdapat perbedaan definisi yang signifikan antara kredit dengan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Kredit didefinisikan sebagai, “Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi uangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Pembiayaan didefinisikan sebagai, “Penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.” Perbedaan definisi kredit dengan pembiayaan terdapat pada kata kredit yang diganti dengan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, kata pinjam-meminjam dihilangkan, kata peminjam untuk melunasi utangnya diganti dengan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut, dan akhirnya kata bunga diganti dengan imbalan atau bagi hasil (Karim, 2007).


(14)

Purnamasari (2011) mendefisinikan pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, yang berupa:

1. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah atau musyarakah;

2. Transaksi sewa–menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk Ijarah Muntahiyah bi al–Tamlik;

3. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna; 4. Transaksi pinjam–meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan

5. Transaksi sewa–menyewa jasa berbentuk ijarah untuk transaksi multijasa. Berdasarkan persetujuan/kesepakatan antara bank syariah dan/atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan fee/ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. Berikut adalah gambar 1. yang menggambarkan skema penyaluran dana (pembiayaan) dan penyediaan layanan perbankan pada bank syariah menurut Purnamasari (2011).

Gambar 1. Penyaluran dana Bank Syariah (Purnamasari 2011)

BANK SYARIAH

Kegiatan Penyaluran Dana/Pembiayaan (Financing)

Prinsip Bagi Hasil/Kerja Sama

Fee Based Service (Service/Ujrah)

Qardh

Mudharabah

Prinsip Jual Beli

Murabahah Istishna Salam

Musyarakah

Prinsip Sewa (Ijarah)

Letter of Credit (L/C) Impor Syariah

Hawalah Rahn/ Gadai

Bank Garansi Syariah dengan Prinsip Kafalah


(15)

2.3.1 Prosedur Pembiayaan Anggota Koperasi

Pembiayaan anggota koperasi adalah pembiayaan yang disalurkan kepada koperasi karyawan untuk memenuhi kebutuhan anggotanya (kolektif) yang mengajukan pembiayaan di koperasi karyawan. Koperasi karyawan (Kopkar) adalah koperasi primer yang berada di lingkungan perusahaan swasta, lembaga pemerintah, maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang beranggotakan pegawai tetap yang memiliki standar penggajian baku di perusahaan tempat anggota bekerja. Pembiayaan anggota koperasi merupakan jenis pembiayaan konsumer pola indirect, yakni pembiayaan yang diberikan kepada perorangan (anggota koperasi) melalui Kopkar untuk keperluan konsumsi dan bersifat non komersial, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kesusilaan, ketertiban umum, dan memenuhi syarat/ketentuan syariah.

Nasabah dari pembiayaan anggota koperasi adalah koperasi karyawan yang telah mendapat persetujuan untuk memperoleh fasilitas pembiayaan anggota koperasi dari bank dan telah menandatangani akad dan dokumen pembiayaan lain yang dipersyaratkan. Dalam konsep produk pembiayaan anggota koperasi, nasabah berperan sebagai executing agent karena bank tidak memiliki hubungan langsung dengan para anggota koperasi karyawan. Proses pembiayaan dari nasabah (Kopkar) kepada anggotanya dilakukan dan menjadi tanggung jawab penuh nasabah sendiri. Sebagai konsekuensi dari skim executing, berlaku beberapa ketentuan terkait dengan tanggung jawab nasabah (Kopkar).

Pembiayaan anggota koperasi dengan pola executing menggunakan skim mudharabah, murabahah, dan ijarah multijasa. Skim mudharabah digunakan oleh bank dengan pihak pengelola koperasi karyawan, sedangkan skim murabahah digunakan oleh pengelola Kopkar dengan para anggota yang mengajukan pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan barang anggota. Pengelola Kopkar dan anggotanya juga dapat menggunakan akad ijarah multijasa jika tujuan pengajuan pembiayaan adalah untuk memenuhi kebutuhan jasa anggota, seperti dana pendidikan dan umrah.


(16)

Tujuan pembiayaan harus dicantumkan dalam usulan pembiayaan anggota koperasi untuk menghindari penyalahgunaan dana yang tidak sesuai dengan prinsip syariah atau tidak sesuai tujuan semula. Penentuan keputusan plafond pembiayaan juga dipengaruhi oleh tujuan penggunaan dana dengan kesesuaian kebutuhan pinjaman. Jika ternyata dana yang diajukan tidak sesuai dengan penggunaan, pihak BMI dapat menurunkan/menyesuaikan plafond pembiayaan sesuai analisis bank.

Penentuan besarnya alokasi pembiayaan (plafond) untuk nasabah (Kopkar) disesuaikan dengan kebutuhan pembiayaan anggota koperasi, berdasarkan potensi gaji anggota, mengacu pada analisis pembiayaan yang berlaku di BMI, juga skala usaha perusahaan. Limit penyaluran pembiayaan nasabah (Kopkar) kepada anggotanya maksimal adalah Rp 100 juta per anggota dan tidak dipersyaratkan adanya jaminan tambahan dari anggota. Pembiayaan di atas Rp 100 juta per anggota harus disertai dengan jaminan tambahan atas nama Kopkar yang dititipkan ke BMI.

BMI menentukan jaminan untuk produk pembiayaan anggota koperasi berupa piutang nasabah kepada anggotanya. Nasabah bertanggungjawab atas kelancaran pembayaran kewajiban di BMI termasuk jika anggota Kopkar melakukan wanprestasi. Kopkar bekerjasama dengan bendahara gaji dalam hal pendebetan atau pemotongan gaji karyawan dalam rangka pembayaran angsuran tiap bulannya. Jika terdapat anggota yang menunggak angsurannya, diputus hubungan kerjanya, keluar/mengundurkan diri dari perusahaan tempat bekerja, meninggal dunia, atau hal–hal lain yang menyebabkan kewajiban angsuran tidak terpenuhi maka Kopkar bertanggungjawab penuh dan wajib melunasi sisa pembiayaannya di BMI. Oleh karena itu, dalam Surat Persetujuan Prinsip Pembiayaan (SP3) dimuat persyaratan bahwa perhitungan nisbah bagi hasil berdasarkan ekspektasi pendapatan yang diperoleh dari total angsuran anggota koperasi setiap bulan. Jika perolehan pendapatan lebih kecil dari ekspektasi pendapatan yang disebabkan kelalaian Kopkar dalam memotong gaji anggotanya untuk membayar angsuran maka nasabah bertanggungjawab untuk menambah/menutupi kekurangan pendapatan tersebut.


(17)

Beberapa dokumen jaminan selain Surat Perintah transfer dari karyawan ke rekening Kopkar di BMI adalah dokumen jaminan yang berupa kesanggupan bayar dari pihak–pihak terkait seperti dokumen pemotongan gaji, dokumen jaminan atas kelancaran pembayaran dan pelunasan kewajiban anggota Kopkar kepada BMI, dan dokumen penutupan asuransi.

Dokumen pemotongan gaji meliputi tunjangan–tunjangan ataupun hak–hak yang timbul dalam bentuk apapun juga dari anggota Kopkar kepada bendahara gaji perusahaan tempat anggota Kopkar bekerja. Selain itu, dibutuhkan juga dokumen surat pernyataan dari bendahara gaji tempat anggota Kopkar bekerja untuk menjamin kelancaran pemotongan gaji, tunjangan, ataupun hak yang timbul dalam bentuk apapun dalam rangka pembayaran angsuran hutang pokok, margin, denda, dan biaya–biaya lain yang menjadi kewajiban anggota Kopkar, serta untuk pelunasan kewajiban anggota Kopkar jika status anggota sebagai karyawan terputus hubungan kerjanya oleh sebab apapun juga.

Pada dokumen jaminan atas kelancaran pembayaran serta pelunasan kewajiban anggota Kopkar kepada BMI terdapat surat pernyataan dan kuasa dari anggota Kopkar kepada pengurus Kopkar untuk menyerahkan semua hak yang timbul kepada pengurus Kopkar untuk selanjutnya langsung diserahkan kepada BMI agar menerima terlebih dulu atas hak–hak anggota tersebut. Misalnya, apabila hubungan kerjanya oleh sebab apapun termasuk tunjangan hari tua, gaji terakhir, serta pesangon. Dokumen lainnya adalah surat pernyataan penjaminan dan kuasa dari pengurus nasbaah kepada BMI untuk kelancaran pembayaran dan pelunasan kewajiban anggota Kopkar kepada BMI. Jaminan dokumen yang lain adalah dokumen penutupan asuransi, minimal berupa polis asuransi jiwa dengan pelunasan PHK dari perusahaan asuransi yang ditetapkan BMI. Manfaat asuransi setidaknya mencakup risiko meninggal dunia dengan minimal coverage 100% dari jumlah kerugian dan risiko PHK dengan coverage 75% dari jumlah kerugian. Kelengkapan dokumen jaminan merupakan salah satu syarat dilakukannya pengikatan antara pihak BMI dengan nasabah (Kopkar). Pengikatan perjanjian pembiayaan (notariil) antara BMI dengan Kopkar dilakukan di depan notaris yang ditunjuk oleh pihak BMI. Fidusia piutang dilakukan secara notariil dan didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF).


(18)

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam produk pembiayaan anggota koperasi adalah jangka waktu pembiayaan. Jangka waktu pembiayaan kepada Kopkar disesuaikan dengan jangka waktu pembiayaan Kopkar kepada anggotanya. Terkait dengan hal itu, BMI memiliki aturan tersendiri, yakni khusus untuk Kopkar perusahaan swasta dengan aset kurang dari Rp 50 miliar periode pembiayaan hanya berlangsung antara 1 s/d 3 tahun. Periode tersebut dapat diperpanjang hingga 5 tahun jika pemohon pembiayaan adalah Kopkar dari instansi PNS, BUMN, TNI/POLRI, dan perusahaan swasta dengan aset ≥ Rp 50 miliar. Pembayaran angsuran pokok pembiayaan berikut bagi hasil dilakukan secara bulanan sesuai dengan jangka waktu dan jadwal yang telah disepakati antara BMI dan Kopkar. BMI tidak memberikan masa tenggang (grace period) setelah tanggal angsuran ditetapkan. Setelah mengetahui konsep/definisi pembiayaan anggota koperasi di BMI, tahap selanjutnya adalah penjelasan tentang prosedur pembiayaan anggota koperasi yang harus dipahami oleh nasabah/Kopkar. Untuk mengetahui lebih jelas tentang prosedur pembiayaan anggota koperasi di BMI, pada paragraf selanjutnya akan dibahas tentang tahapan pembiayaan anggota koperasi secara umum.

Nasabah yang telah memahami persyaratan pengajuan pembiayaan anggota koperasi di BMI, selanjutnya dapat langsung mengajukan permohonan pembiayaan dan mengisi form yang telah disediakan di bank. Pada tahap ini, nasabah (yang diwakili oleh pengurus Kopkar) menyampaikan keinginannya untuk melakukan kerjasama dengan BMI untuk memenuhi kebutuhan komsumtif anggota koperasi. Atas permohonan tersebut, account manager akan menggali informasi dan melakukan wawancara secara umum kepada pengurus koperasi tentang keperluan pembiayaan, jumlah dana yang diperlukan, dan berbagai hal lain yang nantinya akan dituangkan dalam UP.

Jika sudah mendapatkan informasi dari pengurus koperasi tentang pembiayaan yang akan disalurkan, AM akan mempersilakan pengurus koperasi mengisi form permohonan dan meminta pengurus koperasi untuk melengkapi seluruh persyaratan yang dibutuhkan. Persyaratan yang harus dipenuhi pada awal pengajuan pembiayaan anggota koperasi ke BMI dibagi menjadi tiga, yakni persyaratan bagi koperasi, anggota koperasi, dan badan usaha.


(19)

Persyaratan untuk koperasi karyawan antara lain sebagai berikut:

1. Berbadan hukum (Surat pengesahan koperasi sebagai badan hukum dari Departemen Koperasi).

2. Anggaran Dasar koperasi dan Akta Perubahan koperasi.

3. Susunan pengurus koperasi yang sudah disahkan oleh Departemen Koperasi dan profil perusahaan Induk.

4. Mengajukan Surat permohonan pembiayaan ke BMI meliputi total pembiayaan, kegunaan, dan jangka waktu pembiayaan.

5. Merekap daftar nominatif anggota koperasi yang sudah diseleksi oleh Kopkar beserta plafond yang diminta oleh anggota koperasi.

6. Fotokopi rekening koran atas nama koperasi 3 (tiga) bulan terakhir.

7. Fotokopi KTP dan SK pengangkatan kepala Divisi SDM/Personnel Department Head Perusahaan Induk.

8. Surat pernyataan dari manajemen perusahaan dan pengurus koperasi untuk menjamin pembayaran atas fasilitas pembiayaan yang diterima oleh koperasi sampai dengan masa pelunasan dan apabila dalam RAT susunan pengurus berubah, kewajiban-kewajiban kepada bank tetap diteruskan oleh pengurus baru (bermaterai Rp 6000).

9. Nasabah yang dimaksud adalah Kopkar dari beberapa lembaga pemerintah, BUMN/BUMD, perusahaan multinasional, perusahaan besar yang telah masuk bursa (go public), atau perusahaaan swasta yang bonafit.

10. Akte Pendirian/Anggaran Dasar Nasabah telah mendapat pengesahan dari pejabat Kementrian Koperasi yang berwenang dan telah memiliki perizinan usaha lainnya seperti SIUP, TDP, dan NPWP.

11. Nasabah sudah merupakan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) atau memiliki Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS). Apabila nasabah belum merupakan KJKS atau belum memiliki UJKS maka koperasai dipersyaratkan sudah/sedang mengajukan permohonan KJKS/UJKS kepada Kementrian Koperasi atau Dinas Koperasi setempat, koperasi menempatkan orang yang memahami hukum syariah dalam struktur DPS Koperasi, dan penyaluran piutang nasabah kepada anggotanya wajib menggunakan Akad Syariah.


(20)

Persyaratan untuk anggota koperasi antara lain sebagai berikut:

1. Tercatat sebagai karyawan tetap dengan masa kerja minimal dua tahun 2. Memiliki kondite yang baik

3. Mendapat rekomendasi dari atasan dan koperasi

4. Fotokopi kartu identitas (KTP suami-istri, KK, surat nikah, dan surat persetujuan suami/istri)

5. Surat kuasa pemotongan gaji dari anggota kepada Kepala Divisi SDM/HRD perusahaan induk

6. Besarnya angsuran/kewajiban anggota tidak melebihi 35% dari take home pay

7. Maksimal umur dan jangka waktu pembiayaan tidak melebihi usia pensiun 8. Pembiayaan karyawan wajib di–cover dengan asuransi jiwa

9. Menyerahkan bukti perjanjian antara karyawan dengan koperasi

10. Cakap hukum, yaitu mampu melaksanakan hal dan kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan hukum

11. Usia minimal 21 tahun dan pada saat jatuh tempo fasilitas usia maksimal 55 tahun atau sebelum pensiun

12. Status anggota koperasi adalah minimal 2 tahun sebagai karyawan tetap, dibuktikan dengan menyerahkan asli SK Pengangkatan pertama dan terakhir (atau copy SK dengan menunjukkan aslinya), atau surat keterangan dari instansi pemerintah yang berwenang (bagi PNS), atau Surat Keterangan dari manager personalia tempat kerja anggota yang menyatakan bahwa anggota nasabah masih tercatat sebagai karyawan tetap dan masih aktif (bagi pegawai swasta).

13. Khusus bagi PNS dan TNI/Polri, selain menyerahkan SK Pengangkatan (asli) pertama dan terakhir atau surat keterangan dan instansi pemerintah yang berwenang, juga menyerahkan kartu Peserta Taspen (KPT) atau Kartu Tanda Peserta Asabri (KTPA) dan Kartu Pegawai Negeri Sipil (Karpeg) atau Kartu Tanda Anggota (KTA) untuk disimpan oleh bank selama masa pembiayaan berlangsung.


(21)

Persyaratan badan usaha yang menaungi Kopkar antara lain:

1. Badan usaha tempat nasabah bernaung telah beroperasi minimal lima tahun. 2. Memiliki citra/reputasi badan usaha yang baik (tidak terdapat informasi

negatif) terkait badan usaha tersebut.

3. Bisnis badan usaha yang menaungi Kopkar tidak termasuk ke dalam sub sektor ekonomi yang tidak menarik.

4. Badan usaha sedang tidak dalam proses hukum (baik dalam permasalahan pajak maupun dengan pihak ketiga lainnya).

5. Bagi badan usaha yang berorientasi profit maka harus memiliki prospek usaha yang menguntungkan (profitable) dan minimal dua periode terakhir sudah menghasilkan profit, jika terjadi penurunan profit maka harus dijelaskan penyebabnya, harus memiliki laporan kaungan (minimal dua periode terakhir) dengan kinerja terbaik terkait analisis keuangan badan usaha.

Apabila kriteria instansi/perusahaan swasta tempat karyawan/anggota nasabah bekerja tersebut di atas tidak dapat dipenuhi maka account manager wajib memberitahukan kepada Komite Pembiayaan. Namun, sebelum semua dokumen masuk ke level komite, akan dilakukan risk assesment terlebih dulu terhadap proposal pembiayaan yang dibuat account manager. Proposal pembiayaan dengan limit tertentu sesuai ketentuan Risk Management Division wajib diproses oleh bagian Financing Risk, baik oleh Financing Risk Officer (FRO) ataupun oleh Financing Risk Staff (FRS), sesuai dengan limitasi kewenangan pemutusan pembiayaan yang berlaku. FRO/FRS melakukan proses asessment dan memberikan rekomendasi untuk dilakukan proses lebih lanjut sesuai dengan prosedur yang berlaku di Risk Management Division.

Semua dokumen persyaratan pembiayaan anggota koperasi yang telah masuk ke BMI akan diperiksa kelengkapannya oleh account manager. Dokumen yang lengkap dan memenuhi syarat tidak langsung membuat pihak BMI percaya begitu saja. Perlu dilakukan trade checking (pemeriksaan lapang) untuk mengetahui situasi dan kondisi koperasi yang mengajukan pembiayaan tersebut.


(22)

Trade checking ditujukan untuk melakkan analisis kelayakan pembiayaan anggota koperasi. Pemeriksaan lapang sangat penting karena hasil dari pemeriksaan inilah yang nantinya akan dituangkan dalam Usulan Pembiayaan. Aspek–aspek kelayakan pembiayaan yang dianalisis menggunakan format standar Usulan Pembiayaan.

Tahap selanjutnya adalah penentuan keputusan pembiayaan berdasarkan hasil analisis pembiayaan menurut prinsip 5C yang dituangkan dalam Usulan Pembiayaan anggota koperasi. Hasil dari analisis pembiayaan yang dimuat dalam Usulan Pembiayaan akan disampaikan kepada Komite Pembiayaan. Komite Pembiayaan terdiri atas business manager, koordinator pembiayaan, dan senior account manager yang ditunjuk oleh kantor pusat sebagai komite pembiayaan.

Keputusan pembiayaan dapat berupa penolakan dan penerimaan. Jika pembiayaan ditolak, semua dokumen yang ada di BMI akan dikembalikan ke pengurus koperasi. BMI juga akan mengirim surat penolakan permohonan dan alasan tidak disetujuinya permohonan pembiayaan anggota koperasi. Jika pembiayaan diterima, account manager akan melakukan negosiasi ulang dengan pengurus koperasi berkenaan dengan hasil pemeriksaan dan notifikasi dari Komite Pembiayaan. Penentuan keputusan pemberian pembiayaan dapat ditentukan berdasarkan grading Kopkar dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel 2. Kriteria Diterimanya Pembiayaan berdasarkan Grading Kopkar

Kriteria Grading Kopkar

Grade A Grade B Grade C

Maksimum eksposur per Kopkar

(Potensi

pembiayaaan = end users x estimasi end user limit facility)

80% dari potensi pembiayaan atau 10% dari

eksposur pembiayaan Kopkar

70% dari potensi pembiayaan atau 10% dari

eksposur pembiayaan Kopkar

60% dari potensi pembiayaan atau 10% dari

eksposur pembiayaan Kopkar Kolateral/piutang 100% O/S 100% O/S 100% O/S Maksimum plafond

per anggota

Rp 100 juta Rp 100 juta Rp 50 juta Anggota di–cover

asuransi jiwa

Wajib Wajib Wajib


(23)

Ketentuan/keputusan Komite Pembiayaan harus disetujui oleh nasabah agar account manager dapat segera membuat Offering Letter (OL). Dengan dibuatnya OL maka proses selanjutnya adalah pengikatan/akad. Pengikatan merupakan sebuah pertemuan (forum) yang dihadiri oleh beberapa pengurus koperasi, business manager, legal staff, notaris, dan saksi. Pengikatan dilakukan dengan saling berjabat tangan antara wakil dari BMI dan pengurus koperasi terkait dengan persetujuan atas akta–akta yang ditandangani seperti persetujuan pembiayaan dengan akad mudharabah, akta jaminan, dan akta pernyataan pengurus koperasi. Jika proses pengikatan sudah selesai dilakukan, tahap selanjutnya adalah pencairan pembiayaan yang akan dilakukan setelah nasabah memenuhi beberapa syarat pencairan fasilitas pembiayaan seeperti berikut:

1. Akad pembiayaan telah ditandatangani secara notariil oleh para pengurus nasabah (Kopkar) yang tercantum dan sesuai dengan RAT terakhir.

2. Pengurus Kopkar telah menyerahkan Surat Pernyataan Penjaminan dan Kuasa serta perintah pendebetan rekening (standing instruction), guna pembayaran angsuran pokok, nisbah biaya administrasi, biaya notaris, biaya asuransi, serta kewajiban lainnya yang akan timbul.

3. Syarat yang harus dipenuhi oleh para anggota Kopkar yang akan dibiayai meliputi status anggota minimal 2 tahun sebagai karyawan tetap, Cash Ratio (CR) maksimal 35% (bagi PNS) dan 50% (bagi pegawai swasta/BUMN) dari THP setelah dikurangi potongan–potongan yang menjdi kewajiban anggota Kopkar yang bersangkutan, anggota yang bersangkutan telah mendapatkan rekomendasi tertulis dari pimpinan kantor/atasannya, yang bersangkutan telah menyerahkan surat pernyataan dan kuasa yang telah ditandatangani di atas materai Rp 6.000, anggota yang akan mendapatkan pembiayaan wajib menyampaikan data lengkap, anggota yang memperoleh pembiayaan wajib membuka rekening bank (Tabungan Muamalat, tabunganKu, atau Giro Muamalat) untuk menampung penyaluran pembiayaan dari nasabah.

4. Pencairan fasilitas didasarkan pada permohonan pengurus Kopkar dengan melampirkan bukti pengajuan dari para anggotanya.


(24)

Hal–hal yang harus diperhatikan dalam penyaluran pembiayaan anggota koperasi seperti unit bisnis yang ditekankan untuk melakukan tindakan antisipasi dan berkewajiban melakukan monitoring terhadap nasabah secara intensif, seperti verifikasi setiap anggota yang mengajukan pembiayaan ke berbagai sumber yang tepat agar tidak terjadi pembiayaan fiktif (dapat dipercaya), serta selalu memonitor kinerja nasabah dan perusahaan tempat para anggota bekerja. Monitoring juga penting untuk mengawasi penggunaan dana yang dipinjam dari BMI yang harus sejalan dengan prinsip–prinsip syariah. Mengingat pembiayaan yang disalurkan adalah pembiayaan syariah, terdapat beberapa prinsip syariah yang harus diperhatikan seperti:

1. Akad antara bank dengan nasabah harus menggunakan skim mudharabah yang secara prinsip merupakan akad kerjasama antara bank sebagai shahibul maal dan nasabah sebagai mudharib, dimana bank menyediakan kebutuhan modal 100% untuk dikelola oleh nasabah untuk disalurkan sebagai pembiayaan kepada anggotanya. Bagi hasil bank dihitung atas dasar expected return bank dari pembayaran angsuran anggota.

2. Nasabah sebagai mudharib harus memenuhi syarat sesuai prinsip dalam skema pembiayaan mudharabah, terutama dalam hal pengalaman manajemen serta keahlian para pengurus dalam mengelola usaha nasabah. 3. Akad antara nasabah dengan para anggotanya harus menggunakan prinsip

murabahah/ijarah multijasa, yang pada dasarnya harus memenuhi beberapa prinsip dasar seperti jual beli, barang/jasa yang diperjualbelikan memenuhi syarat halal, harga/jumlah yang harus dibayar pembeli telah disepakati bersama, cara pembayaran bisa sekaligus atau diangsur sesuai kesepakatan kedua belah pihak, dalam hal pembayaran dilakukan dengan cicilan maka uang muka diserahkan oleh para anggota nasabah, unit bisnis dapat memberikan petunjuk kepada pengurus nasabah (Kopkar) yang bersangkutan dalam menyusun akad murabahah dan ijarah multijasa. 4. Barang–barang yang diproduksi oleh perusahaan tempat para anggota

Kopkar bekerja dan barang–barang yang akan diperjualbelikan Kopkar kepada para anggota harus memenuhi syarat halal dan tidak melanggar prinsip syariah.


(25)

Tahap akhir dari proses pembiayaan anggota koperasi adalah realisasi pembiayaan dengan alur/proses realisasi sebagai berikut:

Keterangan:

Alur realisasi pembayaran angsuran secara teknis Alur realisasi pembayaran angsuran secara garis besar

Gambar 2. Alur proses realisasi dan pembayaran angsuran (BMI 2012)

Pada Gambar 2 terdapat panah nomor 1 yang menunjukkan realisasi pembiayaan dari BMI ke Kopkar melalui rekening giro escrow Kopkar. Rekening giro escrow adalah rekening giro penampungan untuk realisasi penyaluran pembiayaan dan penampungan untuk sumber pengembalian pembiayaan. Rekening giro escrow tidak dilengkapi dengan cek dan bilyet giro sehingga pendebetan hanya dapat dilakukan oleh BMI. Panah nomor 2 menunjukkan bahwa BMI melakukan pemindahbukuan dari rekening giro escrow Kopkar ke rekening setiap anggota (berdasarkan daftar normatif anggota Kopkar yang telah ditandatangani pengurus dan diverifikasi BMI).

Panah yang diberi nomor 3 menunjukkan pembayaran kewajiban angsuran dari anggota langsung disetorkan/ditransfer ke rekening giro escrow Kopkar oleh bagian personalia perusahaan yang berwenang melakukan pemotongan kewajiban angsuran dari masing–masing anggota Kopkar sebesar kewajiban Kopkar kepada BMI. Panah nomor 4 menunjukkan proses pendebetan rekening giro escrow sebesar kewajiban dari Kopkar, sedangkan panah nomor 5 menunjukkan kwajiban Kopkar untuk mengaktifkan mutasi keuangan usahanya melalui BMI dengan menggunakan rekening aktif Kopkar.

1 4 4

1 5

2

3 3

2

Bank Muamalat

Koperasi Karyawan

Badan Usaha yang Menaungi Kopkar

Anggota Kopkar Rek. Giro

Aktif Kopkar

Rekening Giro /Tabungan Aktif Anggota

Rek. Giro


(26)

2.3.2 Prinsip Penilaian Kelayakan Pembiayaan Anggota Koperasi

Hasibuan (2011) menyebutkan bahwa plafond kredit mutlak harus ditetapkan dan disetujui oleh kedua belah pihak (bank dan nasabah) sebelum penyaluran kredit dilakukan. Plafond kredit ditetapkan secara objektif atas hasil analisis asas 5C, 7P, dan 3R oleh analis kredit.

Gambar 3. Analisis pembiayaan/kredit (Hasibuan 2011) Asas 5C

1. Character (watak) calon debitur perlu diteliti oleh analis kredit apakah layak untuk menerima kredit. Karakter pemohon kredit dapat diperoleh dengan cara mengumpulkan informasi dari referensi nasabah dan bank–bank lain tentang perilaku, kejujuran, pergaulan, dan ketaatannya memenuhi pembayaran transaksi. Karakter yang baik jika ada keinginan untuk membayang (willingness to pay) kewajibannya. Apabila karakter pemohon baik maka dapat diberikan kredit, sebaiknya jika karakternya buruk kredit tidak dapat diberikan.

2. Capacity (kemampuan) calon debitur perlu dianalisis apakah ia mampu memimpin perusahaan dengan baik dan benar. Kalau ia mampu memimpin perusahaan, ia akan dapat membayar pinjaman sesuai dengan perjanjian dan perusahaannya tetap berdiri. Jika kemampuan calon debitur baik maka dapat diberikan kredit, sebaiknya jika karakternya buruk kredit tidak dapat diberikan.

1. Character 2. Capacity 3. Capital 4. Condition of

Economic 5. Collateral

1. Personality 2. Party 3. Purpose 4. Prospect 5. Payment 6. Profitability 7. Protection

1. Return 2. Repayment 3. Risk Bearing

Ability Asas 3R Asas 7P

Asas 5C


(27)

3. Capital (modal) dari calon debitur harus dianalisis mengenai besar dan struktur modalnya yang terlihat dari neraca lajur perusahaan calon debitur. Hasil analisis neraca lajur akan memberikan gambaran dan petunjuk sehat atau tidak sehatnya perusahaan. Demikian juga mengenai tingkat likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan struktur modal perusahaan bersangkutan. Jika terlihat baik maka bank dapat memberikan kredit kepada pemohon bersangkutan, tetapi jika tidak maka pemohon tidak akan mendapatkan kredit yang diinginkannya.

4. Condition of Economic atau kondisi perekonomian pada umumnya dan bidang usaha pemohon kredit khususnya. Jika baik dan memiliki prospek yang baik maka permohonannya akan disetujui, sebaiknya jika jelek, permohonan kreditnya akan ditolak.

5. Collateral (agunan) yang diberikan pemohon kredit mutlak harus dianalisis secara yuridis dan ekonomis apakah layak dan memenuhi persyaratan yang ditentukan bank. Jika jawabannya ya maka kredit dapat diberikan, tetapi jika jawabannya tidak maka kredit tidak dapat diberikan.

Asas 7P

1. Personality (kepribadian) adalah sifat dan perilaku yang dimiliki calon debitur yang mengajukan permohonan kredit bersangkutan, dipergunakan sebagai dasar pertimbangan pemberian kredit. Jika kepribadiannya baik, kredit dapat diberikan, sebaliknya jika kepribadiannya jelek maka kredit tidak akan diberikan. Alasannya adalah karena kepribadian yang baik akan berusaha membayar pinjamannya, sedangkan kepribadian yang jelek akan sulit membayar pinjamannya. Kepribadian calon nasabah ini dapat diketahui dengan mengumpulkan informasi tentang keturunan, pekerjaan, pendidikan, dan pergaulannya.

2. Party adalah mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu berdasarkan modal, karakter, dan loyalitasnya, dimana setiap klasifikasi nasabah akan mendapatkan fasilitas berbeda.

3. Profitability adalah adalah untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah mendapatkan laba. Profitability diukur per periode, apakah konstan atau meningkat dengan adanya kredit.


(28)

4. Purpose (tujuan) adalah tujuan dan penggunaan kredit oleh calon debitur, apakah untuk kegiatan konsumtif atau sebagai modal kerja. Tujuan kredit ini menjadi hal yang menentukan apakah permohonan calon debitur disetujui/ditolak. Apabila kredit digunakan untuk kegiatan sebagai modal kerja (produktif) maka kredit dapat diberikan. Jadi, analisis kredit harus mengetahui secara pasti tujuan dan penggunaan kredit yang akan diberikan sehingga dapat mempertimbangkan apakah kredit akan diberikan atau ditolak.

5. Prospect adalah prospek perusahaan di masa datang, apakah akan menguntungkan (baik) atau merugikan (jelek). Jika prospek terlihat baik maka kredit dapat diberikan, sebaliknya jika jelek maka kredit ditolak. Oleh karena itu, analis kredit harus mampu mengestimasi masa depan perusahaan calon debitur agar pengembalian kredit menjadi lancar.

6. Payment (pembayaran) adalah mengetahui bagaimana pembayaran kembali kredit yang diberikan. Hal ini dapat diketahui jika analis kredit memperhitungkan kelancaran penjualan dan pendapatan calon debitur sehingga dapat diperkirakan kemampuannya untuk membayar kembali kredit tersebut sesuai dengan perjanjian. Asas payment ini harus dipergunakan sebagai bahan pertimbangan pemberian kredit agar pengembalian kredit berjalan lancar.

7. Protection bertujuan agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang, jaminan orang, atau jaminan asuransi.

Asas 3R

1. Return adalah penilaian atas hasil yang akan dicapai perusahaan calon debitur setelah memperoleh kredit. Apabila hasil yang diperoleh cukup untuk membayar pinjaman dan sekaligus membantu perkembangan usaha calon debitur maka kredit diberikan. Jika tidak maka kredit tidak diberikan. 2. Repayment adalah memperhitungkan kemampuan, jadwal, dan jangka waktu


(29)

3. Risk Bearing Ability adalah mempertimbangkan besarnya kemampuan perusahaan calon debitur untuk menghadapi risiko, apakah perusahaan calon debitur risikonya ditentukan oleh besarnya modal dan strukturnya, jenis bidang usaha, dan manajemen perusahaan bersangkutan. Jika risk bearing ability perusahaan besar maka kredit tidak diberikan, tetapi apabila risk bearing ability perusahaan kecil maka kredit diberikan.

Penilain untuk kredit konsumtif hanya dilakukan pada jumlah gaji yang diperoleh dimana angsuran ditambah dengan bagi hasil nantinya akan ditentukan sebesar take home pay (pendapatan). Umumnya jumlah pembiayaan konsumtif bernilai sekitar 60% dari pendapatan. Penentuan cash ratio fasilitas pembiayaanBMI didasarkan pada tiering berikut:

1. Maksimum cash ratio 35% dari pendapatan dan/atau 70% dari disposable incomejika pendapatan ≤ Rp 5 juta.

2. Maksimum cash ratio 40% dari pendapatan dan/atau 75% dari disposable income jika pendapatan > Rp 5 juta s/d Rp 10 juta.

3. Maksimum cash ratio 50% dari pendapatan dan/atau 80% dari disposable income jika pendapatan ≥ Rp 10 juta.

2.3.3 Kualitas Pembiayaan

Martono (2010) menyebutkan bahwa hal yang tidak menggembirakan bagi bank sebagai pemberi kredit adalah apabila kredit yang diberikan menjadi bermasalah. Kredit bermasalah disebabkan sebitur dalam memenuhi kewajibannya yaitu membayar angsuran kredit sekaligus dengan bunganya tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui dalam perjanjian kredit. Beberapa pengertian mengenai kolektibilitas kredit yang dibuat menurut ketentuan Bank Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Kredit lancar, yaitu kredit yang pembayaran pokok pinjaman dan bunganya tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit.

2. Kredit dalam perhatian khusus, yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman atau bunganya terdapat tunggakan sampai 90 hari.


(30)

3. Kredit kurang lancar, yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya terdapat tunggakan telah melampaui 90 hari sampai 180 hari waktu yang disepakati.

4. Kredit diragukan,yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya terdapat tunggakan telah melampaui 180 hari sampai dengan 270 hari dari waktu yang disepakati.

5. Kredit macet, adalah kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran dan bunganya terdapat tunggakan telah melampaui 270 hari.

Berdasarkan pertimbangan kuantitatif dan judgement oleh Account Manager, serta sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005 kepada semua bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional di Indonesia perihal penilaian kualitas aktiva bank umum, maka kualitas kredit digolongkan menjadi lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet menurut tiga kriteria, yakni prospek usaha (perlu juga memerhatikan upaya debitur dalam rangka memelihara lingkungan hidup), kinerja (performance) debitur, dan kemampuan membayar. Kriteria tersebut diterapkan dengan pedoman umum yang dicantumkan dalam lampiran 1 skripsi ini.

Kredit bermasalah timbul sebagai akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban debitur untuk membayar angsuran pinjaman maupun bunga kredit pada waktu yang sudah disepakati. Kredit bermasalah merupakan kredit yang pembayaran angsuran pokok dan bunganya telah melewati sembilan puluh hari atau telah melewati jatuh tempo atau pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor kesenjangan atau karena faktor ekternal diluar kemampuan debitur yang dapat diukur dari kolektibilitasnya. Kredit bermasalah adalah kredit yang kolektibilitasnya tergolong kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet (Dendawijaya, 2005).

2.4. Risiko Pembiayaan

Hasibuan (2011) berpendapat bahwa setiap pemberian kredit oleh bank mengandung risiko sebagai akibat ketidakpastian dalam pengembaliannya. Oleh karena itu, bank perlu mencegah atau memperhitungkan kemungkinan timbulnya risiko tersebut.


(31)

Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapatan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, menyatakan bahwa risiko kredit diartikan sebagai risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty dalam memenuhi kewajibannya. Berdasarkan counterparty, risiko kredit dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Risiko kredit pemerintahan (sovereign credit risk), yaitu risiko kredit yang berhubungan dengan pemerintah yang tidak mampu membayar pokok dan bunga pinjaman saat jatuh tempo, terutama pinjaman bilateral antar negara. 2. Risiko kredit korporat (corporate credit risk), yaitu risiko gagal bayar dari

perusahaan yang menerbitkan surat utang, gagal bayar dari perusahaan yang telah memperoleh kredit, serta gagal bayar dari perusahaan memperoleh penyertaan modal. Risiko korporat lebih berisiko dan lebih sering terjadi di bank.

3. Risiko kredit konsumen (retail customer credit risk), adalah risiko kredit yang terkait dengan ketidakmampuan debitur perorangan dalam menyelesaikan pembayaran kreditnya.

2.4.1 Jenis–jenis Risiko Pembiayaan

Martono (2010) menyebutkan bahwa risiko usaha bank dapat dibagi menjadi enam, yakni:

1. Risiko kredit (default risk), merupakan suatu risiko akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan atau dijadwalkan.

2. Risiko investasi (investment risk), berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerugian akibat suatu penurunan nilai pokok portofolio surat–surat berharga, misalnya: obligasi dan surat berharga lainnya yang dimiliki bank.

3. Risiko likuiditas (liquidity risk), adalah risiko yang dihadapi bank untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya dalam rangka memenuhi permintaan kredit dan semua penarikan dana oleh penabung pada suatu waktu.

4. Risiko penyelewengan (fraud risk), adalah risiko yang berkaitan dengan kerugian yang terjadi akibat ketidakjujuran, penipuan atau moral dan perilaku yang kurang baik dari pejabat, karyawan, dan nasabah.


(32)

5. Risiko operasional (operational risk), merupakan risiko ketidakpastian mengenai usaha bank yang bersangkutan. Risiko operasional bank dapat berasal dari kemungkinan kerugian dari operasional bank bila terjadi penurunan keuntungan yang dipengaruhi oleh struktur biaya operasional bank dan kemungkinan terjadinya kegagalan atas jasa/produk baru yang diperkenalkan.

6. Risiko fidusia (fiduciary risk), akan timbul apabila bank dalam usahanya memberikan jasa bertindak sebagai wali amanat baik untuk individu maupun badan usaha.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4292), risiko perbankan dibagi menjadi delapan, yakni risiko kredit, pasar, likuiditas, operasional, kepatuhan, hukum, reputasi, dan strategik. Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank. Risiko pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif. Risiko likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset liquid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank.

Risiko operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Risiko kepatuhan adalah risiko akibat bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku. Risiko hukum adalah risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis. Risiko reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap rank. Risiko strategik adalah risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan keputusan strategik.


(33)

2.4.2 Risiko Pembiayaan dengan Jaminan Cessie

Nurhayati (2009) menyebutkan bahwa salah satu jaminan yang tercantum dalam klausula akad pembiayaan al–mudharabah muqayyadah BMI adalah cessie piutang. Jaminan tersebut dibuat dalam bantuk akta notariil yang disebut Perjanjian Pemberian Jaminan Cessie. Oleh karenanya, muncul permasalahan yaitu bagaimana hubungan hukum antara shahibul maal dan mudharib pada pemberian jaminan cessie dalam pembiayaan mudharabah dan apakah perjanjian pemberian jaminan cessie dapat memberikan kepastian hukum bagi shahibul maal dalam upaya mendapatkan ganti rugi jika mudharib wanprestasi. Perjanjian pemberian jaminan cessie merupakan perjanjian accesoir (ikutan) dari perjanjian pembiayaan mudharabah sebagai perjanjian pokoknya. Perjanjian pemberian jaminan cessie tidak memberikan kepastian hukum bagi shahibul maal jika mudharib wanprestasi karena bukan perjanjian kebendaan, bentuk pembebanan jaminannya tidak diatur dalam Undang-undang dan tidak ada prinsip disclosure atau asas publisitas dalam perjanjian tersebut.

Menurut Setiadi (2011), cessie (tagihan piutang) sebagai jaminan , pada pelaksanaan perjanjian kredit akan mengalami perubahan karena cessie tagihan piutang yang ada pada debitur akan terus berkurang karena adanya pembayaran dari pihak debitur pemilik tagihan, sedangkan seharusnya nilai jaminan yang ada tidak boleh berubah-ubah dan harus sesuai dengan pokok pokok yang telah di perjanjikan. Cessie tagihan piutang harus sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akta perjanjian pembiayaan. Risiko berkurangnya jumlah tagihan piutang sebagai jaminan tersebut dapat terjadi karena adanya pelunasan dari cessus (debitur) kepada cedent (koperasi), dan bukan karena cedent tidak memenuhi prestasinya (wanprestasi) kepada cessioneries (pemberi kredit). Perubahan nilai jaminan tersebut sangat berisiko bagi pemberi kredit dalam memberikan kredit dengan cessie (tagihan piutang) sebagai jaminan.


(34)

2.4.3 Manajemen Risiko Bank Muamalat Indonesia

Dalam menjalankan kegiatan usahanya, Bank Muamalat telah melakukan pengelolaan risiko untuk 10 jenis risiko, yaitu risiko pembiayaan, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko kepatuhan, risiko strategi, risiko reputasi, risiko hukum, risiko imbal hasil, dan risiko investasi. Khusus untuk risiko imbal hasil (rate of return risk) dan risiko investasi (equity of investment risk), merupakan tambahan atas delapan jenis risiko yang telah ada sebelumnya, sebagaimana diatur terakhir melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 13/23/PBI/2011 perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Dalam hal ini, Bank Mumalat telah melakukan upaya-upaya berupa identifikasi serta pengumpulan data dan informasi secara sistematis mengenai kedua jenis risiko tersebut, namun belum memperhitungkannya dalam penilaian profil risiko bank.

Sesuai ketentuan yang ada, sepanjang tahun 2011 Bank Muamalat telah menyampaikan laporan Profil Risiko kepada Bank Indonesia setiap triwulan secara tepat waktu dan sesuai format yang ditetapkan. Laporan Profil Risiko untuk posisi 31 Desember 2011 disajikan pada Tabel 3. berikut.

Tabel 3. Profil risiko BMI posisi 31 Desember 2011 No.

Risiko

Inherent Risk (IR)

Skor IR Bobot Skor IR

Predikat IR Terbobot

1. Kredit 26,30 (Low to Moderate) 70% 18,41 2. Pasar 22,67 (Low to Moderate) 5% 1,13 3. Likuiditas 38,07 (Low to Moderate) 5% 1,90 4. Operasional 30,32 (Low to Moderate) 10% 3,03 5. Kepatuhan 0,07 (Low) 2,50% 0,002 6. Strategis 0,00 (Low) 2,50% 0,00 7. Hukum 38,83 (Low to Moderate) 2,50% 0,97 8. Reputasi 32,31 (Low to Moderate) 2,50% 0,81

9. Imbal Hasil - - -

10. Investasi - - -

Agregat 26,26 (Low to Moderate) Sumber: Annual Report BMI per 31 Desember 2011


(35)

Komponen dari profil risiko adalah Risiko Inheren, Sistem Pengendalian Risiko, dan Risiko Komposit. Penilaian untuk profil Risiko Inheren Bank Muamalat pada Triwulan IV tahun 2011 berada pada peringkat Low to

Moderate, sementara Sistem Pengendalian Risiko pada peringkat memadai

(Satisfactory). Dari hasil matriks antara Risiko Inheren dan Sistem

Pengendalian Risiko diperoleh hasil untuk Risiko Komposit yaitu di peringkat

Low to Moderate. Divisi Manajemen Risiko merupakan unit yang bertanggung

jawab untuk melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian atas risiko-risiko yang timbul dari kegiatan usaha BMI, melalui pendekatan berbasis jenis risiko yang ditangani (risk handled approach).

Jenis-jenis risiko menurut PBI No. 13/23/PBI/2011 adalah risiko pembiayaan, pasar, likuiditas, operasional, kepatuhan, strategik, reputasi, hukum, imbal hasil, dan risiko investasi. Untuk itu, Bank Muamalat telah melakukan penyempurnaan struktur organisasi Divisi Manajemen Risiko pada tanggal 25 April 2011 sesuai dengan kebutuhan bisnis maupun organisasi BMI.

Gambar 4. Struktur organisasi divisi manajemen risiko (Annual report BMI

per 31 Desember 2011)

Divisi Manajemen Risiko adalah independen dari satuan kerja operasional (risk taking unit) maupun terhadap satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian intern. Unit-unit kerja yang ada di bawah Divisi Manajemen Risiko adalah Financing Risk Management Department,

Market and Liquidity Risk Management Department, Operational and Other

Risk Management Department, dan Risk Profile and Monitoring Department.

Compliance & Risk Management Director

Risk Management Division

Market & Liq. Risk Management Dept.

Operational and Other Risk

Management Dept.

Financing Risk Management Dept. East

Financing Risk Management Dept. West

Risk Profile and Monitoring Dept.


(36)

Financing Risk Management Department bertugas melakukan financing risk assessment, yaitu penilaian secara independen dan transparan atas risiko-risiko yang mungkin akan timbul (potential risk) dalam pengajuan pembiayaan. Atas risiko–risiko yang diidentifikasi tersebut kemudian diusulkan langkah-langkah mitigasi risiko yang sesuai. Market and Liquidity Risk Management

Department, yang bertugas menjalankan proses identifikasi dan pemantauan

risiko pasar dan risiko likuiditas yang timbul dari aktivitas fungsional Bank Muamalat seperti kegiatan tresuri dan investasi dalam bentuk surat berharga dan instrumen pasar uang maupun penyertaan pada lembaga keuangan lainnya. Departemen ini juga memberikan risk opinion atas setiap pengajuan usulan pembelian suratsurat berharga, pemberian counter-party credit limit untuk transaksi trade finance, valuta asing dan pasar uang antar bank.

Operational and Other Risk Management Department, yang menjalankan

proses manajemen risiko operasional dan melakukan monitoring terhadap risiko strategik, hukum, reputasi, dan risiko kepatuhan. Departemen ini juga memberikan rekomendasi perbaikan proses operasional, baik untuk tujuan efisiensi operasional, mengantisipasi adanya keluhan dari nasabah, meningkatkan pengendalian internal, mencegah kemungkinan fraud, maupun identifikasi potensi kelemahan dalam produk-produk baru yang akan diluncurkan. Departemen yang terakhir adalah Risk Profile and Monitoring Department yang membuat laporan profil risiko, memonitor profil risiko dan

mereview, mengusulkan Risk Measurement Tools atau SOP Risk Management.

Selain Divisi Manajemen Risiko, perangkat manajemen risiko di Bank Muamalat juga dilengkapi dengan struktur Komite Manajemen Risiko, Komite Pemantau Risiko, dan Dewan Pengawas Syariah. Komite Pemantau Risiko merupakan Komite di bawah Dewan Komisaris yang membantu Dewan Komisaris dalam mengevaluasi kebijakan manajemen risiko, kesesuaian antara kebijakan manajemen risiko dan pelaksanaan kebijakan tersebut, serta efektivitas pelaksanaan tugas Komite Manajemen Risiko dan Divisi Manajemen Risiko. Dewan Pengawas Syariah mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar senantiasa sesuai dengan prinsip–prinsip syariah.


(1)

Tahun 2009

Band Rp 10.000.000

Band j

nj n pada

95%

Prob. Rec. Rate

Expected Loss Unexpected Loss

Economic Capital

1 - - - -

2 2,07 5 0,98 4% 39.744.000 96.000.000 56.256.000 3 3,43 7 0,97 4% 98.784.000 201.600.000 102.816.000

4 - - - -

5 - - - -

6 - - - -

7 - - - -

8 7,6 12 0,95 4% 583.680.000 921.600.000 337.920.000 8,29 13 0,95 4% 636.672.000 998.400.000 361.728.000 9 9,27 15 0,97 4% 800.928.000 1.296.000.000 495.072.000

10 - - - -

Total 2.159.808.000 3.513.600.000 1.353.792.000

Tahun 2010 dan 2011

Band Rp 10.000.000

Band j nj n pada

95%

Prob. Rec. Rate

Expected Loss Unexpected Loss

Economic Capital

1 - - - -

2 - - - -

3 - - - -

4 4,28 8 0,96 4% 164.352.000 307.200.000 142.848.000 4,34 8 0,96 3% 168.392.000 310.400.000 142.008.000 5 4,75 9 0,97 3% 230.375.000 436.500.000 206.125.000

6 - - - -

7 - - - -

8 - - - -

9 - - - -

10 - - - -

Total 563.119.000 1.054.100.000 490.981.000


(2)

Tahun 2009

Band j Actual Loss Unexpected

Loss

Difference Binary

Indicator

2 20.711.200 96.000.000 75.288.800 0

3 34.300.940 201.600.000 167.299.040 0 8 75.949.062 583.680.000 507.730.938 0 82.875.476 636.672.000 553.796.524 0 9 92.690.102 800.928.000 708.237.898 0 Total 306.526.780 3.513.600.000 3.207.073.220 0

Failure Frequency 0

Tahun 2010 dan 2011

Band j Actual Loss Unexpected

Loss

Difference Binary

Indicator

4 47.455.131 307.200.000 259.744.869 0 42.802.731 310.400.000 267.597.269 0 5 43.358.642 436.500.000 393.141.358 0 Total 133.616.504 1.054.100.000 920.483.496 0

Failure Frequency 0

Chi square critical value

df P = 0,05 P = 0,01 P = 0,001

1 3,84 6,64 10,83

2 5,99 9,21 13,82

3 7,82 11,35 16,27

4 9,49 13,28 18,47

5 11,07 15,09 20,52

6 12,59 16,81 22,46

7 14,07 18,48 24,32

8 15,51 20,09 26,13

9 16,92 21,67 27,88


(3)

Lampiran 13. Perhitungan NPF net pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor tahun 2009

NO KOLEKTIBILITAS

JML.

NASABAH OUTSTANDING %

BDR

BERMASALAH KET.

1

DALAM PERHATIAN

KHUSUS (2) 0 - 25

-

2

KURANG

LANCAR (3) 0 - 50

-

3 DIRAGUKAN (4) 0 - 75

-

4 MACET (5) 5

306.526.780 100

306.526.780

TOTAL 5 306.526.780,00 306.526.780,00

Posisi Pembiayaan Rp.

26.772.434.442,00

1,14%

=NPL

BAD DEBT

306.526.780,00 x 100 % = 1,14

26.772.434.442,00

BDR Pembiayaan ( 15,5 - Bad Debt ) / 0,155 =

92,61 Sehat

Klasifikasi Pembiayaan SK.BI No.301/11/KEP/DIR, tgl 30

April 1997

0 s.d < 51 = Tidak Sehat

51 s.d < 66 = Kurang Sehat

66 s.d < 81 = Cukup Sehat


(4)

NO KOLEKTIBILITAS

JML.

NASABAH OUTSTANDING %

BDR

BERMASALAH KET.

1

DALAM PERHATIAN

KHUSUS (2) 0 - 25

-

2

KURANG

LANCAR (3) 0 - 50

-

3 DIRAGUKAN (4) 0 - 75

-

4 MACET (5) 8

133.616.504 100

133.616.504

TOTAL 8 133.616.504,00 133.616.504,00

Posisi Pembiayaan Rp.

41.585.458.665,00

0,32%

=NPL

BAD DEBT

133.616.504,00 x 100 % = 0,32

41.585.458.665,00

BDR Pembiayaan ( 15,5 - Bad Debt ) / 0,155 =

97,93 Sehat

Klasifikasi Pembiayaan SK.BI No.301/11/KEP/DIR, tgl 30

April 1997

0 s.d < 51 = Tidak Sehat

51 s.d < 66 = Kurang Sehat

66 s.d < 81 = Cukup Sehat


(5)

Lampiran 15. Perhitungan NPF net pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor tahun 2011

NO KOLEKTIBILITAS JML. NASABAH OUTSTANDING %

BDR

BERMASALAH KET.

1

DALAM PERHATIAN

KHUSUS (2) 0 - 25

-

2

KURANG

LANCAR (3) 0 - 50

-

3 DIRAGUKAN (4) 0 - 75

-

4 MACET (5) 8

133.616.504 100

133.616.504

TOTAL 8 133.616.504,00 133.616.504,00

Posisi Pembiayaan Rp.

40.117.371.536,00

0,33%

=NPL

BAD DEBT

133.616.504,00 x 100 % = 0,33

40.117.371.536,00

BDR Pembiayaan ( 15,5 - Bad Debt ) / 0,155 =

97,85 Sehat

Klasifikasi Pembiayaan SK.BI No.301/11/KEP/DIR, tgl 30

April 1997

0 s.d < 51 =

Tidak Sehat

51 s.d < 66 =

Kurang Sehat

66 s.d < 81 =

Cukup Sehat

81 s.d < 100 =


(6)

2

Penyaluran Pembiayaan Anggota Koperasi Melalui Koperasi Karyawan Sebagai Executing Agent (Studi Kasus: PT Bank Muamalat Tbk Cabang Bogor). Dibawah bimbingan BUDI PURWANTO

Peningkatan tren pembiayaan bank syariah semakin pesat hingga akhir September 2011. Menurut Dr. Rifki Ismal, Pertumbuhan aset bank syariah pada akhir Septermber 2011 mencapai Rp 234,4 triliun, Dana Pihak Ketiga (DPK) mencapai Rp 97,8 triliun, dan pembiayaan mencapai Rp 92,8 triliun.3 Salah satu pelaku penyaluran pembiayaan syariah di Indonesia adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). BMI terus melakukan ekspansi bisnis pembiayaan dengan membuat beberapa jenis produk pembiayaan yang memiliki perbedaan target market dan prosedur/kebijakan pembiayaan. Dari beberapa macam produk pembiayaan yang disalurkan, terdapat satu jenis produk yang menarik banyak konsumen karena tidak memerlukan jaminan fix asset, yakni pembiayaan anggota koperasi. Meski banyak diminati, namun pembiayaan anggota koperasi ini sangat berisiko bagi BMI karena bersifat executing, cessie, dan tanpa jaminan fix asset. Tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu: 1) Mengidentifikasi strategi-strategi yang dapat dilakukan oleh BMI untuk mengatasi dan menimalisir kerugian akibat munculnya risiko-risiko terkait dengan penyaluran pembiayaan. 2) Menganalisis nilai kerugian yang dapat diperkirakan (expected loss) dan kerugian yang tidak dapat diperkirakan (unexpected loss) pada portofolio pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor. 3) Menganalisis nilai economic capital yang harus disediakan oleh BMI Cabang Bogor untuk menutup kerugian yang tidak dapat diperkirakan (unexpected loss). 4) Menganalisis kecocokan aplikasi metode CreditRisk+ dalam mengukur risiko pembiayaan anggota koperasi dengan menggunakan model distribusi Poisson.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan account manager dan data sekunder diperoleh dari rekap pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor, laporan tahunan BMI, dan tesis. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode CreditRisk+.

Berdasarkan hasil pemetaan risiko, setidaknya dapat dijabarkan dan dilakukan mitigasi atas risiko operasional, likuiditas, kredit, hukum, dan strategik pada penyaluran pembiayaan anggota koperasi. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan metode CreditRisk+ diketahui bahwa nilai expected loss pada tahun 2009 adalah Rp 2.159.808.000 dan tahun 2010 adalah Rp 563.119.000. Nilai expected loss pada tahun 2009 adalah Rp 3.513.600.000 dan tahun 2010 adalah Rp 1.054.100.000. Nilai economic capital pada tahun 2009 adalah Rp 1.353.792.000 dan tahun 2010 adalah Rp 490.981.000. Validasi kecocokan penggunaan metode CreditRisk+ dilakukan dengan menggunakan Longlikelihood Ratio Test dan hasilnya adalah valid karena terbukti nilai Chi Square critical value dengan α = 5% ternyata lebih besar dibanding hasil Longlikelihood Ratio Test yang bernilai 0.

3

http://www.ekonomisyariah.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=45%3Aoutl ook-perbankan-syariah-nasional-2012&catid=1%3Alatest-news&Itemid=28