Keragaan Usaha Padi Integrasi padi-sapi potong pada sistem usahatani di lahan sawah: studi kasus di Kabupaten Cianjur.

62 penggemukan sapi ini bukan semata-mata untuk pencapaian nilai PBBH yang tinggi, tetapi bagaimana sapi potong ini dapat memanfaatkan limbah jerami padi yang belum optimal dimanfaatkan, sehingga pada gilirannya akan menekan biaya produksi dan ramah lingkungan. Pemeliharaan sapi potong dengan sistem seperti ini mendapat respon yang cukup baik dari petani. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan jumlah dana maupun jumlah petani yang ikut serta dalam kegiatan tersebut pada Tabel 23. Dampak dari penelitian ini adalah petani yang semula hanya memperoleh hasil dari padi berupa gabah dan padi, berkembang menjadi produk yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi, selain itu diharapkan pula suatu saat menjadi pembuka lapangan kerja baru, dan membuka peluang tumbuhnya simpul-simpul agribisnis baru yang simultan dan berkesinambungan. Perkembangan ini mempunyai prospek yang cerah apalagi didukung dengan potensi alam, limbah pertanian melimpah dan permintaan konsumen akan daging yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Tabel 23 Perkembangan jumlah dana dan kepemilikan saham Periode Pemeliharaan Jumlah Sapi ekor Jumlah Pemegang Saham orang I 15 45 II 20 60

4.4 Keragaan Usaha Padi

Lahan sawah merupakan sumber mata pencaharian utama bagi sebagian besar keluarga tani dengan komoditas utama yang diusahakan yaitu padi. Lahan yang digunakan budidaya padi sawah mendapatkan jasa irigasi dari waduk Cirata dan terletak pada ketinggian 200 meter dari permukaan laut dpl. Kebiasaan petani pada musim hujan pertama sekitar bulan November sudah melakukan tanam benih padi selanjutnya pada bulan Februari menanam benih padi lagi setelah panen padi pada musim hujan. Pola tanam yang diterapkan yaitu: padi-padi-padi, dan padi-padi- palawijahortikultura, dengan variasi waktu tanam antar petani tiap musim sangat tinggi. Pola tanam ini selain dipengaruhi oleh kondisi pengairan yang tersedia sepanjang tahun, maka musim kering dilakukan penanaman padi 63 lagi pola tanam model I, sedangkan pada daerah yang air irigasinya terbatas dilakukan penanaman palawija pola tanam model II. Pola tanam yang dilakukan oleh petani di lokasi penelitian pada Gambar 24. Pola tanam model 1 MUSIM PENGHUJAN MENJELANG MUSIM KEMARAU MUSIM KEMARAU Nov Des Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt PADI PADI PADI Pola tanam model 2 MUSIM PENGHUJAN MENJELANG MUSIM KEMARAU MUSIM KEMARAU Nov Des Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt PADI JAGUNG PADI SAPI Gambar 24 Pola tanam Kondisi lahan yang digunakan sebelum tanam diketahui bahwa lahan sawah memiliki karakteristik agak masam pH 5.3–6.1, kandungan unsur hara makro N, P dan K rendah, C-organik 1,5, CN ratio, P2O5 dan K2O sangat rendah. Keberadaan bahan organik tanah, ditunjukkan dengan rendahnya kandungan C- organik tanah dan kondisi ini mengindikasikan bahwa untuk usahatani padi perlu penambahan bahan organik untuk meningkatkan KTK tanah. Kandungan unsur N total, P2O5 total dan KTK dengan kriteria sedang. Kandungan basa-basa tukar seperti K dan Na rendah, Mg dan Ca tinggi. Menurut Diwyanto dan Hendrawan 2004, untuk mengembalikan kualitas tanah pada kondisi normal diperlukan peningkatan kadungan bahan organik tanah di lahan sawah. Salah satu dugaan terjadinya penurunan produktivitas padi adalah karena menurunnya kualitas tanah sebagai akibat dari upaya petani untuk memperoleh hasil padi yang tinggi dengan pemakaian pupuk anorganik secara berlebihan, terutama pupuk urea. Namun kenyataannya hasil gabah tidak meningkat, bahkan pH tanah cenderung menurun. Penurunan pH tanah dapat terjadi karena penggunaan urea yang berlebihan. 64 Introduksi pupuk organik sangat diperlukan agar tingkat kesuburan tanah meningkat sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal bagi tanaman dan untuk efisiensi penggunaan pupuk anorganik. Nisbah CN rendah menunjukkan proses nitrifikasi berjalan baik, sehingga bila pupuk organik yang ditambahkan ke dalam tanah memiliki nisbah CN tinggi akan menyebabkan terjadinya fiksasi unsur hara oleh mikroorganisme. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka tanah yang ada di daerah penelitian apabila dilakukan penambahan C-organik, akan memiliki produktivitas yang tinggi sesuai dengan potensi lahannya Usahatani yang menonjol dilokasi pengkajian adalah usahatani padi, jagung dan beternak sapi potong penggemukan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dari aspek peningkatan produksi padi, rata-rata usahatani padi yang dikelola secara parsial berproduksi sekitar 4,86 tonhamusim sedang usahatani padi yang dikelola secara terintegrasi berproduksi 5,36 tonhamusim, disajikan pada Tabel 24. Hasil ini menunjukkan bahwa produksi padi yang dihasilkan dari yang dikelola secara terintegrasi pupuk kandang lebih tinggi sekitar 10,29 dari pola pemeliharaan petani secara parsial tanpa pupuk kandang. Namun produksi ini belum optimal, karena potensi produksi padi varietas Ciherang bisa mencapai 6–8 tonha. Hasil penelitian Sumanto et al. 2002, menunjukkan bahwa pengelolaan padi terpadu meningkatkan hasil dari 4,5 - 5,5 tonhamusim. Tabel 24 Produksi padi pada pola tanam padi-padi-jagung Produksi Produksiha kg Produksipetani kg padi MT I 4,56 - 6,17 4,31 – 5,67 padi MT II 5,01 – 5,60 jagung kering MT III - - rata-rata 5,36 4,86 Hasil panen pada MT I sebagian besar 65 dijual, sisanya untuk konsumsi. Pada MT II terjadi sebaliknya yaitu 78 untuk konsumsi dan sisanya dijual. Hal ini terjadi karena dua alasan yaitu pada MT I petani hanya menyediakan cadangan konsumsi untuk keluarga selama empat bulan, sedangkan pada MT II selama tujuh bulan. Alasan yang ke dua adalah pada MT II padi, petani memerlukan biaya untuk pertanaman padi, sedangkan pada MT III jagung ongkos produksi relatif lebih rendah. 65

4.5. Pengolahan Pupuk Organik Kompos