Analisis Usahatani Padi Sawah Pola Integrasi

70 1.500kg, jerami padi Rp 125kg, jerami fermentasi Rp 140kg, fine compost Rp 400kg, kandang Rp 20.000ekor, dan tenaga kerja 1 HOK Rp 25.000. Nilai RC yang dihasilkan secara terintegrasi adalah 1.20 sedangkan secara parsial 1.01, artinya setiap pengeluaran biaya produksi Rp 1.000, memberikan penerimaan Rp 1.200 terintegrasi dan Rp 1.010 parsial. Hal ini menunjukkan bahwa usaha sapi secara terintegrasi dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani serta secara finansial layak untuk dikembangkan dibandingkan secara parsial. Nilai MBCR dari penerapan usahatani sapi yang dikelola secara terintegrasi 1.35 artinya setiap tambahan biaya dalam menerapkan SIPT sebesar Rp. 1.000 dapat meningkatkan penerimaan Rp 1.350 Tabel 30 menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh dari sapi yang dikelola secara terintegrasi 1 ha sawah + 2 ekor sapi mencapai Rp 9.086.8672 ekormusim atau Rp 4.543.433 ekormusim. Penerimaan sebesar Rp 25.446.160 dan biaya mencapai Rp 16.359.293 dengan nilai RC ratio 1,56. Selain tambahan pendapatan, ketersediaan pupuk organik juga dapat lebih terjamin dan dibuat sendiri sehingga ketergantungan pupuk anorganik dapat dikurangi. Tabel 30 Analisis integrasi usahatani padi-sapi Uraian Usahatani padiha a Usahatani 2 sapi b Usahatani padi + sapi a + b Biaya Rp 5.145.333 11.213.960 16.359.293 Penerimaan Rp 11.792.000 13.654.160 25.446.160 Pendapatan Rp 6.646.667 2.440.200 9.086.867 RC 1,56 Priyanti et al. 2001 mengatakan bahwa usahatani tanaman-ternak dengan pengelolaan lahan 0,30-0,64 hektar dan sapi 2 ekor dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga Rp 852.170,00bulan dengan kontribusi usaha peternakan terhadap total pendapatan rumah tangga mencapai 40

5.2 Analisis Usahatani Padi Sawah

Hasil analisis finansial usahatani padi disajikan pada Tabel 31, biaya input padi yang dikelola secara terintegrasi sebesar Rp 5.145.333 sedikit lebih tinggi 71 daripada usahatani padi yang dikelola secara parsial oleh petani yaitu sebesar Rp 5.095.000 karena biaya penambahan pupuk organik. Besar pendapatan dipengaruhi oleh produksi dan penekanan pembelian pupuk anorganik 57,14. Pendapatan padi yang dikelola secara terintegrasi lebih tinggi sekitar Rp 1.049.667 18,75 dari pada padi yang dikelola secara parsial. Bila ditinjau dari segi biaya untuk pembelian pukan diketahui bahwa penggunaan pukan sapi memerlukan biaya sebesar Rp. 430.000ha, sedangkan pupuk kimia sebesar Rp. 1.130.000ha atau menghemat 13.60 dari biaya produksi. Hal ini disebabkan karena adanya penekanan pembelian pupuk kimia menjadi pupuk organik pada usaha padi pola SIPT sebesar 13.60. Nilai RC yang dihasilkan lebih tinggi pada padi yang dikelola secara terintegrasi adalah 2,29 dari pada padi yang dikelola secara parsial 2,10, artinya setiap pengeluaran biaya produksi yang dikeluarkan Rp 1.000, memberikan penerimaan Rp 2.290 dan Rp 2.100 secara parsial. Tabel 31 Analisis finansial padi sawah selama 4 bulan hamusim tanam No Uraian Analisis Finansial SIPT Parsial 1 Biaya Rp 5.145.333 5.095.000 2 Penerimaan Rp 11.792.000 10.692.000 3 Pendapatan Rp 6.646.667 5.597.000 4 RC 2,29 2,10 5 MBCR 21,85 6 Produksi padi tonha 5,36 4,86 Nilai MBCR dari penerapan usahatani padi yang dikelola secara terintegrasi 21,85 artinya setiap tambahan biaya dalam menerapkan SIPT sebesar Rp. 1.000 dapat meningkatkan penerimaan Rp 21.850.

5.3. Pola Integrasi

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sistem integrasi usahatani padi dan sapi dapat meningkatkan pendapatan dan nilai RC seperti disajikan pada Tabel 32. Peningkatan pendapatan petani pola integrasi sebesar 60,08 dari Rp 72 17.181.500 pola parsial menjadi Rp 43.042.000 pola integrasi. Nilai RC meningkat dari 1.27 menjadi 1,33 meningkat 5,18. Tabel 32 Analisis biaya dan pendapatan SIPT dibandingkan pola padi secara parsial luas tanam padi 5 ha dan 20 ekor sapimusim No Variabel SIPT Parsial 1 Biaya Rp 128.875.600 64.043.500 2 Penerimaan Rp 171.917.600 81.225.000 3 Pendapatan Rp 43.042.000 17.181.500 4 RC 1,33 1,27 5 MBCR 1,40 Hasil penelitian Litbang Kementerian Pertanian republik Indonesia tahun 2002 pada beberapa provinsi menunjukkan bahwa produksi usahatani pola padi - ternak meningkat berkisar antara 0,20 - 0,55 ton per hektar. Pendapatan dari usahatani padi pada pola integrasi padi - ternak di Grobogan pertahun sebesar Rp. 2,45 jutahektar dangan BC rasio 2,2 Prasetyo et al. 2002. Dari hasil analisis imbangan biaya, diperoleh nilai MBCR 1.40, artinya setiap tambahan biaya dalam menerapkan teknologi sebesar Rp. 1.000 dapat meningkatkan penerimaan Rp 1.400. Hal ini berarti bahwa sitem integrasi usahatani layak untuk dikembangkan dalam skala lebih luas atau wilayah dengan tipologi agroekosistem yang mirip.

5.4. Indeks dan Status Keberlanjutan SIPT