72 17.181.500 pola parsial menjadi Rp 43.042.000 pola integrasi. Nilai RC
meningkat dari 1.27 menjadi 1,33 meningkat 5,18. Tabel 32 Analisis biaya dan pendapatan SIPT dibandingkan pola padi secara
parsial luas tanam padi 5 ha dan 20 ekor sapimusim No
Variabel SIPT
Parsial 1
Biaya Rp 128.875.600
64.043.500 2
Penerimaan Rp 171.917.600
81.225.000 3
Pendapatan Rp 43.042.000
17.181.500 4
RC 1,33
1,27 5
MBCR 1,40
Hasil penelitian Litbang Kementerian Pertanian republik Indonesia tahun 2002 pada beberapa provinsi menunjukkan bahwa produksi usahatani pola padi -
ternak meningkat berkisar antara 0,20 - 0,55 ton per hektar. Pendapatan dari usahatani padi pada pola integrasi padi - ternak di Grobogan pertahun sebesar
Rp. 2,45 jutahektar dangan BC rasio 2,2 Prasetyo et al. 2002. Dari hasil analisis imbangan biaya, diperoleh nilai MBCR 1.40, artinya
setiap tambahan biaya dalam menerapkan teknologi sebesar Rp. 1.000 dapat meningkatkan penerimaan Rp 1.400. Hal ini berarti bahwa sitem integrasi
usahatani layak untuk dikembangkan dalam skala lebih luas atau wilayah dengan tipologi agroekosistem yang mirip.
5.4. Indeks dan Status Keberlanjutan SIPT
Analisis keberlanjutan usahatani pola sistem integrasi padi-sapi SIPT dilakukan menggunakan metode Rap-SIPT dengan teknik multidimensional
scaling MDS . Analisis Rap-SIPT menghasilkan status dan indeks
keberlanjutan SIPT IkB-SIPT di wilayah Kabupaten Cianjur. Berdasarkan hasil diskusi dengan stakeholder dan pakar, disepakati 33 atribut yang
tersebar dalam empat dimensi SIPT yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, dan teknologi, seperti tertera pada Tabel 33, 34, 35, dan 36.
73 Tabel 33 Dimensi ekologi SIPT
Nomor Dimensi Ekologi 1
Sistem Pemeliharaan ternak 2
Pemanfaatan limbah ternak untuk pupuk organik 3
Pemanfaatan jerami padi untuk pakan ternak 4
Tingkat penggunaan pupuk kimia pestisida 5
Daya dukung pakan 6
Pemotongan sapi betina produktif 7
Kesesuaian lahan kesuburan tanah 8
Kepadatan temak ekor1000 orang 9
Tingkat pemanfaatan lahan untuk padi Tabel 34 Dimensi ekonomi SIPT
Nomor Dimensi Ekonomi 1
Tingkat kelayakan usahatani finansial dan ekonomi 2
Kemitraan usaha 3
Besarnya pasar 4
Sumber modal usahatani 5
Ketersediaan lembaga keuangan bankkredit 6
Kontribusi terhadap PAD 7
Perubahan jumlah sarana ekonomi 10 tahun terakhir 8
Subsidi pemerintah Tabel 35 Dimensi sosial-budaya SIPT
Nomor Dimensi Sisial Budaya 1
Persepsi masyarakat dalam integrasi usahatani pola SIPT 2
Kelembagaankelompok tani 3
Tingkat pendidikan 4
Frekuensi penyuluhan dan pelatihan 5
Frekuensi konflik 6
Besarnya pengaruh daerah sekitar 7
Lokasi usaha peternakan dengan pemukiman penduduk 8
Jumlah rumah tangga petani
74 Tabel 36 Dimensi teknologi SIPT
Nomor Dimensi Teknologi 1
Teknologi informasi 2
Teknologi budidya 3
Pengandangan Ternak 4
Penyebaran tempat pos pelayanan kesehatan hewan Poskeswan 5
Teknologi Pengolahan Limbah 6
Pemberantasan hama dan penyakit PHT 7
Teknologi pengolahan hasil pertanian PHP 8
Penyebaran tempat pos pelayanan Inseminasi Buatan IB
RAP - SIPT Ordination
4 6 . 3 4
-80 -60
-40 -20
20 40
60 80
20 40
60 80
100 120
SIPT Sustainability
O th
er D
is tin
gi sh
in g F
ea tu
re s
Gambar 25 Analisis Rap-SIPT yang menunjukkan nilai IkB-SIPT Hasil analisis Rap-SIPT untuk multi dimensi pada Gambar 25,
menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan SIPT IkB-SIPT yang diperoleh sebesar 46.34 pada skala keberlanjutan 0 – 100. Nilai IkB ini terletak
diantara selang keberlanjutan 0 buruk dan 100 baik yaitu IkB maksimum yang dapat dicapai pada multi dimensi. Nilai IkB-SIPT yang
diperoleh berdasarkan penilaian terhadap 33 atribut yang tersebar dalam empat dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya dan teknologi masuk dalam kategori
kurang berkelanjutan, mengingat nilai IkB-SIPT berada pada selang nilai 26 – 50 Kurang: 25 Nilai indeks 50. Untuk mengetahui dimensi aspek
pembangunan apa yang masih lemah dan memerlukan perbaikan maka perlu dilakukan analisis Rap-SIPT pada setiap dimensi.
75 Berdasarkan hasil analisis Rap-SIPT untuk dimensi ekologi pada Gambar
26, yang menyertakan 9 atribut menunjukan bahwa nilai IkB dimensi ekologi adalah 49.35 pada skala keberlanjutan 0–100. Ini rmasuk ke dalam kategori
kurang berkelanjutan, mengingat nilai IkB-SIPT berada pada selang nilai 26 – 50 Kurang: 25 Nilai indeks 50. Nilai IkB ini terletak diantara selang
keberlanjutan 0 buruk dan 100 baik. Hal ini mengindikasikan bahwa usahatani pola SIPT di kabupaten Cianjur kurang memberikan manfaat dari aspek
ekologi.
RAP - SIPT Ordination
4 9 . 3 5
-80 -60
-40 -20
20 40
60 80
20 40
60 80
100 120
SIPT Sustainability
O th
er D
is tin
gi sh
in g F
ea tu
re s
Gambar 26 Analisis Rap-SIPT yang menunjukkan nilai IkB-dimensi Ekologi Dalam upaya meningkatkan status IkB dimensi ekologi ini di masa yang
akan datang, maka perlu dilakukan perbaikan terhadap beberapa atribut yang sensitif mempengaruhi nilai IkB dimensi ekologi tersebut. Analisis sensitivitas
dilakukan bertujuan u nt uk me lihat at r ibut ya ng se ns it if memberikan kontribusi terhadap nilai IkB dimensi ekologi tersebut.
Berdasarkan hasil analisis leveragesensitivita sebagaimana pada Gambar 27, terdapat sembilan atribut yang paling dominansensitif memberikan
kontribusi terhadap nilai IkB dimensi ekologi dan lima atribut yang sensitif menentukan IkB dimensi ekologi SIPT dengan nilai root mean square RMS
pada skala yang terjauh ialah sebesar 1.76, yaitu: sistem pemeliharaan ternak, yang diikuti dengan atribut yang terletak pada skala berikutnya ialah
pemanfaatan pupuk organik dari limbah ternak, pemanfaatan limbah jerami, penggunaan pupuk kimiapestisida untuk usahatani, dan daya dukung pakan
dengan nilai RMS berturut-turut sebesar 1.45, 1.30, 1.24, dan 1.17.
76
Analisis Leverage Dimensi Ekologi
0.293937683 0.745338457
1.239418013 1.449962579
1.301475546 1.757553081
0.560203553 1.170337686
0.85092927
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
1.4 1.6
1.8 2
Kesesuaian lahan Tingkat pemanfaatan lahan
TKT penggunaan pupuk kimiapestisida Pemanfaatan limbah ternak pupuk organik
Pemanfaatan limbah jerami pakan ternak Sistem Pemeliharaan
Kepadatan temak ekororang Daya dukung pakan
Pemotongan sapi betina produktif
Attr ib
ute
Root Mean Square Change in Ordination w hen Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100
Gambar 27 Peran masing-masing atribut ekologi yang dinyatakan dalam bentuk perubahan RMS IkB-SIPT
Sistem Pemeliharaan
Sistem pemeliharaan ternak yang dilakukan oleh petani adalah sebagian besar dilepas pada siang dan malam hari 75 dan 20 semi intensif sapi
dilepas pada siang hari, dan sore hari dimasukkan ke kandang dan hanya 5 dengan cara intensif. Hal ini berakibat produktivitas ternak rendah sehingga cara
tersebut perlu diubah menjadi cara pemeliharaan yang dikandangkan semi intensif atau bahkan intensif. Bagi petani, pemeliharaan sapi dengan cara
tersebut tentu akan menjadi masalah terutama masalah penyediaan pakan. Guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi, maka sistem perkandangan
yang diterapkan dalam pengelolaan usaha tani pola SIPT adalah pengandangan temak dalam satu kandang komunal agar kotoran ternak terkonsentrasi dan mudah
dikumpulkan dalam satu tempat, bermanfaat dalam menjaga kesehatan ternak, dan kebersihan lingkungan serta meningkatkan komunikasi dan hubungan sosial antar
petani. Pengandangan ternak secara komunal merupakan solusi kendala keterbatasan lahan yang dimiliki petani.
Menurut Diwyanto 2002 penyediaan pakan ternak pada sapi yang dikandangkan dapat diatasi dengan memanfaatkan jerami padi hasil panen.
Kandungan gizinya yang sangat rendah, dapat diatasi dengan difermentasi menggunakan probiotik dan penambahan urea
77
Pemanfaatan Limbah Ternak
Penggunaan limbah ternak yang berasal dari kotoran sapi belum optimal dimanfaatkan untuk pupuk organik sehingga perlu ditingkatkan dengan
cara sosialisasi ke masyarakat tentang manfaat dan keunggulan penggunaan pupuk organik baik dari segi ekonomi maupun perbaikan mutu lingkungan.
Sebagian petani belum meyakini manfaat pemberian pupuk organik bagi peningkatan produksi padi, dan petani beranggapan pemberian pupuk organik
hanya menambah biaya produksi. Menurut Disperta Pertanian Kabupaten Cianjur 2010, petani yang memanfaatkan pupupk organik dari pukan sapi secara rutin
sebanyak 5,83, kadang-kadang sebanyak 15,22 dan tidak pernah sebanyak 78,95.
Populasi ternak sapi potong di Provinsi Jawa Barat sebanyak 295.554 ekor BPS Jabar, 2009 dan sebanyak 27.262 ekor berada di Kabupaten Cianjur Dinas
Peternakan, 2009. Setiap satu ekor sapi dewasa dapat menghasilkan 4 kg–5 kg pupuk organikhari setelah mengalami pemrosesan Diwyanto dan Hariyanto
2002. Dengan demikian Kabupaten Cianjur memiliki potensi penghasil pupuk organik dari pukan sapi sebesar 108 tonhari-135 tonhari. Jadi dalam 4 bulan
dapat tersedia pupuk organik antara 9.728 ton–12.160 ton. Apabila setiap hektar lahan sawah memerlukan pupuk organik sebaanyak 2 ton, maka dalam 4 bulan
diperkirakan akan tersedia pupuk organik untuk kebutuhan lahan sawah seluas 4.864 ha–6.080 ha.
Tingkat Penggunaan Pupuk Kimia
Tingkat penggunaan pupuk kimiapestisida relatif tinggi bahkan melebihi standar yang direkomendasikan dari tenaga penyuluh pertanian. Pengelolaan
usahatani pola SIPT turut mengurangi pencemaran air dan tanah, karena berkurangnya penggunaan pupuk kimia dan pestisida untuk input usahatani,
bahkan mampu meningkatkan kesuburan tanah dengan cara memperkaya unsur luar dalam tanah dan menambah ketebalan humus sehingga produktivitas lahan
untuk usahatani padi dapat ditingkatkan. Sebaliknya kegiatan pertanian yang memanfaatkan pupuk kimiapestisida tidak tepat dapat berdampak pada
pencemaran air dan tanah dan dapat berbahaya baik bagi tanaman, hewan dan dapat
78 mengganggu kesehatan manusia. Guna meningkatkan efisiensi dan produktivitas
usahatani, penggunaan pupuk kimiapestisida secara bertahap harus dikurangi. Penggunaan pestisida kimia dapat digantikan dengan biopestisida yang
bermanfaat bagi peningkatan produksi untuk perbaikan kualitas lingkungan.
Daya Dukung Pakan
Daya dukung pakan ternak masuk dalam kategori kritis sehingga kurang mendukung untuk pengembangan usaha sapi potong. Sumber hijauan pakan
ternak alternatife harus dicari selain rumput alam, seperti limbah pertanian berupa jerami padi, jagung, limbah perkebunan, dan lainnya. Berdasarkan luas lahan
tanaman padi yang telah diusahakan, potensi jerami padi di Kabupaten Cianjur cukup tinggi, sehingga mampu untuk memelihara sapi antara 56.204- 72.262 ekor
ekor sepanjang tahun. Sementara Kabupaten Cianjur memiliki sapi potong sebanyak 27.262 ekor Dinas Peternakan Cianjur 2010 sehingga kemampuan
untuk memelihara sapi masih dapat ditingkatkan lagi Menurut Haryanto et al. 2002, setiap hektar sawah menghasilkan limbah
jerami padi segar 12–15 tonhamusim panen, setelah melalui proses fermentasi dihasilkan 5
−8 tonhamusim panen dan dapat dimanfaatkan untuk pakan sapi potong sekitar 4
−6 ekortahun.
Pemanfaatan Limbah Jerami
Limbah pertanian merupakan sisa tanaman pertanian setelah diambil hasil utamanya dan dalam sistem pakan digolongkan sebagai pakan non-
konvensional, seperti jerami padi, jerami jagung, jerami kacang tanah, jerami kedelai, dan lainnya. Pemanfaatan jerami telah dilakukan oleh petani, tetapi
sebatas pada saat jerami padi dipotong. Sebagian besar jerami padi hasil panen dibakar karena dianggap menyulitkan dalam pengolahan tanah atau hanya
ditumpuk di pinggiran sawah. Pemanfaatan limbah jerami padi sebagai sumber pakan ternak
mendukung terlaksananya penerapan berbagai teknologi peternakan seperti inseminasi buatan IB, vaksinasi, dan kesehatan ternak. Karena salah satu yang
79 menjadi kendala dalam penerapan teknologi tersebut adalah ternak tidak
dikandangkan, yang membuat petugas kesehatan hewan mengalami kesulitan untuk melakukan tindakan dan program kegiatan untuk meningkatkan
produktifitas ternak. Ketersediaan pakan dari sumber yang berdekatan satu hamparan sawah dapat mempermudah untuk melakukan pembinaan dalam
bentuk pelatihan dan penyuluhan Beberapa faktor yang menyebabkan petani tidak memanfaatkan limbah
jerami sebagai pakan ternak, yaitu : 1. Umumnya petani membakar limbah jerami padi karena secepatnya akan
dilakukan pengolahan tanah untuk penanaman kembali pada lahan sawah beririgasi intensif dengan pola tanam lebih dari sekali dalam setahun;
2. Limbah tanaman pangan bersifat kamba bulky sehingga menyulitkan petani untuk mengangkut dalam jumlah banyak untuk diberikan kepada ternak, dan
membutuhkan biaya dalam pengangkutan; 3. Tidak tersedianya tempat penyimpanan jerami, dan petani tidak bersedia
menyimpannya di sekitar rumah karena takut akan bahaya kebakaran; 4. Petani menganggap bahwa ketersediaan hijauan di lahan pekarangan, kebun,
dan pematang sawah masih mencukupi sebagai pakan ternak. Berdasarkan hasil analisis Rap-SIPT untuk dimensi ekonomi pada Gambar
28, yang menyertakan 8 atribut menunjukkan bahwa nilai IkB dimensi ekonomi sebesar 52.38 pada skala keberlanjutan 0 – 100, dan termasuk ke dalam kategori
cukup berkelanjutan Cukup : 50 Nilai indeks 75. Nilai IkB ini terletak diantara selang keberlanjutan 0 buruk dan 100 baik. Nilai IkB dimensi
ekonomi lebih besar daripada nilai IkB dimensi ekologi 49.35. Hal ini mengandung pengertian bahwa usahatani pola SIPT di Kabupaten Cianjur cukup
memberikan manfaat dari aspek ekonomi dari pada aspek ekologi. Agar status IkB dimensi ekonomi ini di masa yang akan datang semakin meningkat, maka perlu
dilakukan perbaikan terhadap atribut yang sensitif mempengaruhi nilai IkB dimensi ekonomi tersebut
80
RAP - SIPT Ordination
5 2 . 3 8
-60 -40
-20 20
40 60
20 40
60 80
100 120
SIPT Sus tainability
O th
er D
is tin
gi sh
in g F
ea tu
re s
Gambar 28 Analisis Rap-SIPT yang menunjukkan nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi
Hasil analisis leverage sebagaimana pada Gambar 29, terdapat delapan atribut yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap nilai IkB dimensi
ekonomi dan empat atribut yang sensitif menentukan IkB dimensi ekonomi usahatani pola SIPT berdasarkan nilai RMS pada skala yang terjauh ialah
sebesar 6.32 yaitu: tingkat kelayakan usahatani yang diikuti dengan atribut yang terletak pada skala berikutnya ialah kemitraan usaha, besarnya pasar,
sumber modal dari lembaga keuangan, dan subsidi pemerintah dengan nilai RMS berturut-turut sebesar 5.01, 3.48, dan 3.22 dan 2.49, sedangkan atribut
yang lain tidak begitu bepengaruh terhadap keberlanjutan dimensi ekonomi.
Analisis Leverage Dimensi Ekonoi
1.489368432 2.490261087
3.224086745 2.158298459
6.319137558 5.011985718
3.482807166 0.954902648
1 2
3 4
5 6
7 Lem baga keuangan
Subs idi Pem erintah Sum ber Modal Us ahatani
Perubahan jum lah s arana ekonom i 10 tahun terakhir
Tingkat Kelayakan Finans ialEkonom i
Kem itraan Us aha Bes arnya pas ar
Kontribus i PAD
A ttr
ib ute
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100
Gambar 29 Peran masing-masing atribut ekonomi yang dinyatakan dalam bentuk perubahan RMS IkB-SIPT.
81
Tingkat kelayakan usahatani
Apabila kelayakan finansial usahatani merupakan persyaratan untuk memperoleh kredit dari lembaga keuangan atau bank, maka petani belum terbiasa
menyusun proposal kelayakan usahatani maupun membukukan keuangan usahatani, sehingga pihak perbankan kesulitan menilai kelayakan usahatani dan pemantauan
perkembangan usahanya. Secara umum tingkat kelayakan usahatani di sektor pertanian lebih rendah dibandingkan dengan sektor industri dan resiko faktor
alamnya lebih tinggi.
Kemitraan Usaha
Kemitraan usaha diperlukan dengan pihak–pihak terkait seperti petani sebagai penyedia lahan, pemerintah daerah sebagai penyandang dana dan
pengambil kebijakan di daerah, pihak swasta sebagai penyedia sarana produksi dan pemasaran, serta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP sebagai
penyedia teknologi sekaligus pembina dalam pelaksanaan kegiatan usahatani. Prinsip utama kemitraan adalah adanya kemudahan akses dan kesejajaran
yang adil antara satu pihak dangan yang lain. Ketersediaan mitra usaha merupakan faktor yang berperan dalam menentukan kinerja usahatani pola SIPT.
Kemitraan usaha dapat memberikan dorongan kepada petani untuk berusaha dengan adanya pemberian modal usaha, kepastian harga, dan bantuan
teknologi yang pada akhirnya akan mendorong produktivitas pertanian
Besarnya Pasar
Besarnya pasar yang bersifat lokal memberikan dampak positif terhadap dinamika ekonomi daerah. Keadaan ini harus dapat dipertahankan dengan cara
menciptakan kondisi yang mendukung dan penyediaan infrasrtuktur penunjang sehingga pembeli datang ke Kabupaten Cianjur untuk membeli komoditi
pertanian dan peternakan; Kelembagaan peternak belum mampu mempengaruhi sistem tata niaga
ternak. Pasar masih terbatas pada lokasi tertentu, sarana dan prasarana terbatas serta informasi pasar masih belum tersedia. Di satu pihak kelembagaan peternak
82 masih sangat tergantung kepada pedagang pengumpul atau pedagang perantara
dalam pemasaran produknya. Selain itu rantai pemasaran yang panjang dan harga produk peternakan yang dipasarkan seringkali mengalami fluktuasi yang
menyebabkan pihak peternak atau produsen sering dirugikan.
Sumber Modal
Aspek permodalan kelembagaan petani pada umumnya lemah dan akses kepada lembaga permodalan masih sangat kurang. Disamping itu kebijakan
perbankan kurang berpihak kepada usaha kecil. Kelemahan petani pada umumnya adalah tidak memiliki agunan, kondisi ini diperburuk lagi oleh pihak perbankan
sendiri yang menganggap bahwa usaha pertanian merupakan usaha yang memiliki resiko tinggi. Walaupun ada kebijakan keberpihakan pemerintah pada
usaha kecilpengusaha lemah akan tetapi juga belum tersosialisasikan secara luas, sehingga kurang memberikan dampak positif dalam mendukung permodalan di
tingkat kelembagaan petani. Sumber-sumber permodalan petanikelompok tani dapat diperoleh dari swadaya anggota, bantuan pemerintah, kerjasama
pinjaman dari swastakredit dari perbankan. Sumber-sumber permodalan petani perlu dipertahankan dan diupayakan untuk terus ditingkatkan.
Subsidi Pemerintah
Pemerintah daerah telah melaksanakan berbagai program pengembangan ternak dalam rangka meningkatkan jumlah populasi ternak, antara lain pola
gaduhan, Kelompok Usaha Bersama Agribisnis, Lembaga kemandirian masyarakat LM3, dan Bantuan lansung Tunai BLM, dan Program
Pengembangan Kawasan Agribisnis Peternakan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan daging nasional. Namun, pola pengembangan tersebut belum
mampu meningkatkan jumlah populasi ternak secara signifikan Petani tidak memiliki modal yang cukup untuk membeli bakalan sapi
untuk penggemukan sehingga membutuhkan modal pinjaman dari lembaga keuangan. Guna mengurangi ketergantungan petani kepada pemerintah, maka pola
pemberian bantuan cuma-cuma dikurangi tapi diganti dengan kredit program.
83
RAP-SIPT Ordination
6 1 . 2 1
GOOD BAD
UP
DOWN -60
-40 -20
20 40
60
20 40
60 80
100 120
SIPT Sustainability O
th e
r D is
ti n
g is
h in
g F
e a
tu re
s
Gambar 30 Analisis Rap-SIPT yang menunjukkan nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial-budaya
Hasil analisis Rap-SIPT untuk dimensi sosial-budaya pada Gambar 30, yang menyertakan 8 atribut menunjukkan bahwa nilai IkB dimensi sosial-
budaya sebesar 61,21 pada skala keberlanjutan 0 – 100 dan termasuk ke dalam kategori cukup berkelanjutan Cukup : 50 Nilai indeks 75. Nilai IkB ini
terletak diantara selang keberlanjutan 0 buruk dan 100 baik. Usahatani pola SIPT di Kabupaten Cianjur cukup memberikan manfaat dari
aspek sosial budaya yang didukung fakta antara lain: karakteristik petani yang meliputi persepsi masyarakat dalam usahatani pola SIPT, dan tingkat pendidikan
petani yang pada umumnya sudah tamat sekolah dasar SD, lulus SLTP dan SLTA yang relatif tinggi untuk ukuran petani. Secara diagramatis dapat
digambarkan bahwa petani dengan pendidikan relatif tinggi telah menerapkan berbagai jenis teknologi usahatani pola SIPT. Namun demikian pemahaman dan
keyakinan tentang manfaat dan keuntungan usahatani pola SIPT untuk meningkatkan kesejahteraannya perlu terus dilakukan. Status IkB dimensi sosial-budaya ini di
masa yang akan datang dapat ditingkatkan melalui perbaikan terhadap beberapa atribut yang sensitif mempengaruhi nilai IkB dimensi sosial budaya tersebut.
84
Analisis Leverage Dimensi Sosial Budaya
2.744953119 0.67287827
4.582248744 0.607082358
0.890838631 1.204334246
3.83642575 2.45312879
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5 4
4.5 5
Tingkat pendidikan petani Status Kepem ilikan lahan
Pers eps i m as yarakat Frekuens i konflik
Bes arnya Pengaruh Daerah Sekitar
Jum lah rum ah tangga Kelem bagaankelom pok tani
Frekwens i penyuluhan dan pelatihan
A ttr
ib u
te
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100
Gambar 31 Peran masing-masing atribut sosial-budaya yang dinyatakan dalam bentuk perubahan RMS IkB-SIPT
Berdasarkan hasil analisis leverage sebagaimana pada Gambar 31, terdapat delapan atribut yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap nilai IkB
dimensi sosial-budaya dan lima atribut yang sensitif menentukan IkB dimensi sosial-budaya berdasarkan nilai RMS pada skala yang terjauh ialah sebesar
4,58 yaitu persepsi masyarakat. Kemudian, pada skala berikutnya adalah kelembagaankelompok tani, tingkat pendidikan, dan frekwensi penyuluhan
dan pelatihan, dengan nilai RMS masing-masing sebesar 3,84, 2,74 dan 2,45. Atribut lain tidak begitu bepengaruh terhadap keberlanjutan dimensi
sosial-budaya
Persepsi Masyarakat
Pengelolaan usahatani pola SIPT dapat meningkatkan gotong royong dan kerukunan antar petani, mengingat beberapa jenis kegiatan usahatani pola SIPT
dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok tani dan mendapat respon yang cukup baik dari petani di sekitar lokasi penelitian.
Persepsi masyarakat turut serta mempengaruhi keberlanjutan usahatani pola SIPT, apabila masyarakat mempunyai persepsi yang positif. Dampak dari
usahatani pola SIPT ini diharapkan suatu saat menjadi pembuka lapangan kerja
85 baru, dan membuka peluang tumbuhnya simpul-simpul agribisnis baru yang
simultan dan berkesinambungan. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan jumlah sapi maupun jumlah petani yang ikut serta dalam kegiatan tersebut
Kelembagaankelompok tani .
Peran kelembagaankelompok tani dalam SIPT sangat penting, mengingat beberapa jenis kegiatan harus dilakukan secara berkelompok, antara lain seperti
pengolahan jerami padi dan pengolahan kompos, pengandangan ternak, pemasaran hasil dan sebagainya. Sebagian besar usahatani hanya bergerak pada
aktifitas teknis budidaya saja on-farm, sementara industri hulu dan hilir dikuasai oleh perusahaan kuat. Oleh karena itu, kelembagaan petani perlu
ditinjau dari aspek membangun jaringan kerjasama atau kemitraan usaha dengan kelompok tani lainnya atau dengan koperasi perusahaan dan aspek usaha karena
sebagian besar masih dalam skala kecil dan bersifat sambilan, tertutup, sulit mendapat informasi, kurang sarana dan lokasi tersebar luas, sehingga manajemen
usaha kelompok menjadi tidak efisien, biaya tinggi, tidak terpola dan kurang memiliki daya saing
Tingkat Pendidikan Petani
Sebagian besar petani responden umumnya telah tamat SD. Sebagian lagi tamat SLTPSLTA, yang merupakan tingkat pendidikan relatif tinggi untuk
petani. Untuk mewujudkan kemajuan pertanian perlu peningkatan kompetensi SDM petani melalui pendidikan formal melalui bangku sekolah, dan
peningkatan pengetahuan, wawasan dan keterampilan melalui pendidikan non-formal seperti pelatihan, studi banding dan magang ke petani sukses.
Pendidikan formal petani yang relatif tinggi tersebut tercermin dalam tindakan penerapan teknologi seperti pemupukan, pestisida dan penggunaan tenaga
kerja. Namun penerapan teknologi tersebut masih rendah dibandingkan rekomendasi yang dianjurkan. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan
pemahaman, keterampilan petani dan alih teknologi melalui penyuluhan dan pelatihan yang saat ini frekuensinya masih sangat kurang.
86
Frekwensi Penyuluhan dan Pelatihan
Kehadiran petani di penyuluhan berkaitan dengan peningkatan kemampuan petani dalam berbagai aspek seperti alih teknologi usahatani
padi; manajemen budidaya dan manajemen pemasaran. Frekuensi penyuluhan dan pelatihan yang dilakukan oleh instansi teknis bidang pertanian
masih sangat kurang, sehingga pemahaman dan alih teknologi kepada petani berjalan lambat, dan bahan penyuluhan yang dimiliki petani belum sesuai
dengan kebutuhan di lapangan. Ketidak lancaran proses penyuluhan berdampak pada lambatnya alih teknologi, serta tersendatnya pembentukan kelompoktani
dan mekanisme kerjanya yang berakibat pada rendahnva produktivitas hasil yang berdampak pada rendahnya keuntungan petani.
Frekuensi pelatihan dan penyuluhan perlu ditingkatkan secara bertahap agar dapat mengubah perilaku petani dalam mengelola usahatani ke arah yang
berkelanjutan. Intensitas penyuluhan dan pelatihan akan berpengaruh terhadap laju adopsi teknologi SIPT, sehingga semakin intensifnya penyuluhan akan
mempercepat tumbuh berkembangnya usahatani pola SIPT. Hasil analisis Rap-SIPT untuk dimensi teknologi pada Gambar 32, yang
menyertakan 8 atribut menunjukkan bahwa nilai IkB dimensi teknologi sebesar 31,25 pada skala keberlanjutan 0 – 100 dan termasuk kedalam kategori kurang
berkelanjutan kurang : 25 Nilai indeks 50. Nilai IkB ini terletak diantara selang keberlanjutan 0 buruk dan 100 baik. Nilai IkB ini sekaligus
mengindikasikan bahwa usahatani pola SIPT kurang memberikan manfaat dari aspek teknologi.
Penerapan teknologi oleh petani khususnya dalam penggunaan agro-input seperti penggunaan pupuk anorganikpestisida untuk pemeliharaan tanaman
lebih tinggi dibandingkan dengan yang direkomendasikan. Dosis pemupukan organik oleh petani antara 350 – 400 kg ureaha, KCl 100 – 150 kgha dan TSP-36
sekitar 100–150 kgha sangat tinggi dibandingkan dengan rekomendasi spesifik lokasi yang direkomendasikan Disperta, 2009, dan pemanfaatan pupuk organik
tidak dilakukan oleh petani di lahan sawahnya
87 Petani masih bersifat sebagai penerima teknologi, belum sebagai pengguna
teknologi, misalnya aplikasi teknologi pengolahan jerami padi misalnya, akan sangat membantu untuk meningkatkan produktivitas sapi melalui pemberian
pakan yang berkualitas. Nilai IkB teknologi dapat ditingkatkan, maka perlu dilakukan perbaikan terhadap beberapa atribut yang sensitif mempengaruhi nilai
IkB dimensi teknologi tersebut.
RAP - SIPT Ordination
31.25
DOWN UP
BAD GOOD
-60 -40
-20 20
40 60
20 40
60 80
100 120
SIPT Sustainability
O th
er D
is tin
gi sh
in g F
ea tu
re s
Gambar 32 Analisis Rap-SIPT yang menunjukkan nilai indeks keberlanjutan dimensi teknologi
Berdasarkan hasil analisis leverage sebagaimana pada Gambar 33, terdapat delapan atribut paling sensitif memberikan kontribusi terhadap nilai IkB dimensi
teknologi dan empat atribut sensitif menentukan IkB dimensi teknologi dengan nilai RMS sebesar 2,25 yaitu teknologi informasi yang diikuti dengan teknologi
pengolahan limbah, teknologi pengandangan ternak, dan budidaya dengan nilai RMS sebesar 1,73, 1,62 dan 1,43..
88
Analisis Leverage Dimensi Teknologi
1.722328207 2.819675448
2.314027746 2.516092293
4.86243443 2.209747318
1.635931003 1.693885801
1 2
3 4
5 6
PHT Teknologi Budidaya
Tekn.Pengolhan Limbah Pengandangan Ternak
Teknologi Informasi Tekn.Keswan
Teknologi IB Teknologi PHP
A ttr
ib u
te
Root M e an Square Change in Ordination whe n Se le cte d Attribute Re mov e d on Sustainability scale 0 to 100
Gambar 33 Peran masing-masing atribut teknologi yang dinyatakan dalam bentuk perubahan RMS IkB-SIPT
Teknologi Informasi
Teknologi informasi komoditas pertanian terkendala oleh kemampuan sumberdaya petani yang rendah. Fasilitas informasi komoditi dapat
diketahui dari media cetak dan media massa yang ada, namun kurang dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat.
Teknologi Budidaya
Secara umum dapat digambarkan bahwa kondisi penerapan teknologi budidaya masih menerapkan pola subsistem dengan mengandalkan pada
kesuburan alam. Kegiatan pengolahan lahan masih berdasarkan pada kebiasaan turun-temurun atau pengalaman selama bertani. Sistem terasering
dan pemanfaatan pupuk organik untuk pelestarian kesuburan tanah kurang dipahami.
Pengandangan Ternak
Sistem pengandangan temak yang dilakukan oleh petani sangat beragam. Sebagian besar ternak dipelihara dengan pengandangan perorangan yang
ditempatkan di sekitar atau bahkan menyatu dengan rumahnya karena skala
89 pemilikan sapi relatif kecil. Sikap tersebut sangat mempengaruhi keberlanjutan
sistem perkandangan komunal yang diterapkan. Menurut Azwar 2003, salah satu alasan tidak teradopsinya suatu
introduksi teknologi adalah tidak sesuainya teknologi yang diintroduksi dengan pola kebiasaan petani. Kondisi ini berimbas terhadap tidak jalannya pelaksanaan
teknologi pengelolaan ternak secara berkelompok, pengolahan kompos maupun jerami padi fermentasi secara kolektif seperti yang diharapkan. Menurut Yusran et
al. 2004, guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi, maka sistem
perkandangan yang diterapkan dalam pengelolaan usahatani pola SIPT adalah pengandangan ternak dalam satu kandang komunal agar kotoran ternak
terkonsentrasi dan mudah dikumpulkan dalam satu tempat, bermanfaat dalam menjaga kesehatan ternak, dan kebersihan lingkungan serta meningkatkan
komunikasi dan hubungan sosial antar petani. Pengandangan ternak secara komunal merupakan solusi kendala keterbatasan lahan
Dasar pertimbangan para petani sebagian besar ternak dipelihara dengan pengandangan perorangan adalah 1 mudah pengawasannya atau setiap saat
dapat mengawasi sapinya atau tidak perlu waktu khusus harus ke kandang, 2 anggota keluarga lain dapat membantu untuk perawatan sapi, dan 3 mudah
untuk mengelola kotorannya meskipun dalam jumlah sedikit. Sikap tersebut tentunya dapat mempengaruhi keberlanjutan sistem perkandangan kolektif yang
diterapkan dalam kegiatan pola SIPT.
Teknologi Pengolahan Limbah Jerami + Pukan
Dari jumlah 80 petani responden 64.80 yang mengetahui teknologi pengolahan limbah, yang menerapkan dan melakukannya 11.62. Sisanya tidak
melakukan teknologi pengolahan limbah. Teknologi untuk menyimpan dan meningkatkan mutu gizi jerami padi fermentasi dan amoniasi sebagai pakan
ternak menjadi salah satu kunci keberhasilan pengelolaan usahatani pola SIPT. Penerapan teknologi peningkatan kualitas limbah pertanian di tingkat petani
memiliki hambatan dengan berbagai alasan, seperti jumlah limbah yang dapat dikumpulkan sedikit karena kurangnya fasilitas penyimpanan dan penambahan
beban biaya dan tenaga kerja. Oleh karena itu dibutuhkan teknologi pakan yang
90 sederhana, murah dan mudah diadopsi oleh petani. Limbah tanaman pangan dapat
digunakan sebagai stok pakan yang disimpan dalam jumlah terbatas dalam karung atau diikat. Penggunaan sebagai pakan dilakukan saat musim kemarau dimana
terjadi kesulitan atau kekurangan hijauan, atau saat aktivitas pengolahan tanah dan penanaman di lahan sawah dimana ternak tidak dapat dilepas.
a. Pemanfaatan Jerami untuk Pakan Ternak