Pemanfaatan Jerami untuk Pakan Ternak

90 sederhana, murah dan mudah diadopsi oleh petani. Limbah tanaman pangan dapat digunakan sebagai stok pakan yang disimpan dalam jumlah terbatas dalam karung atau diikat. Penggunaan sebagai pakan dilakukan saat musim kemarau dimana terjadi kesulitan atau kekurangan hijauan, atau saat aktivitas pengolahan tanah dan penanaman di lahan sawah dimana ternak tidak dapat dilepas.

a. Pemanfaatan Jerami untuk Pakan Ternak

Teknologi pengolahan pakan jerami menjadi aspek penting untuk keberlangsungan pengelolaan usahatani pola SIPT. Ketergantungan pada hijauan yang bersumber dari rumput alam menghadapi kendala pada saat musim kemarau. Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ternak terkendala faktor pembatas, seperti kualitas nutrisi yang rendah, dan produksi limbah pertanian yang musiman. Perlu upaya peningkatan nilai nutrisi melalui penggunaan teknologi pakan yang mudah, murah dan dapat diadopsi petani. Peningkatan nilai gizi limbah pertanian dengan menggunakan teknologi pakan telah diketahui di masyarakat seperti perlakuan fisik, kimiawi serta biologis. Petani berpendapat bahwa pembuatan jerami padi fermentasi adalah mudah dan meningkatkan palatabilitas sebagai pakan sapi, tetapi perkembangan komponen teknologi pakan terhambat, penyebabnya antara lain: 1 sulitnya petani memperoleh probiotik sebagai biostater untuk fermentasi, baik karena keberadaannya maupun kekurangan modal, 2 merasa tidak ada peningkatan keuntungan ekonomi dengan pemberian jerami padi fermentasi dan, 3 karena pemeliharaann sapi sudah di masing-masing rumahnya, sehingga petani mengalami kesulitan dalam pengadaan bangunan tempat pemrosesan dan penyimpanan jerami padi fermentasi. b . Pemanfaatan Pukan untuk Pupuk Organik Secara umum pelbagai manfaat dapat dipetik dari limbah ternak pukan sapi, apalagi limbah tersebut dapat diperbaharui renewable.. Limbah ternak dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki keadaan fisik, kimia dan biologi tanah, pupuk organik, energi dan media pelbagai tujuan. Dibandingkan dengan pupuk organik yang lain, pupuk kandang lebih banyak mengandung unsur N. Sapi jantan berat sekitar 450 kg menghasilkan 10 ton kotoran kering sekitar 1-2 ton 91 kotoran pertahun yang didalamnya mengandung pupuk dan urine sapi yang mengandung nitrogen Ditjen Petemakan 1996. Menurut Diwyanto et al. 2001, produksi limbah ternak sapi yang dapat digunakan pupuk kandang per tahun sekitar 3 tonekor. Apabila diolah menjadi kompos, itu cukup untuk memenuhi kebutuhan kompos satu musim tanam sekitar 1,2 sampai 2 ton komposha Tingkat nilai adopsi rendah untuk pembuatan kompos dari kotoran sapi dengan menggunakan teknologi decomposer prebiotik. Faktor penyebab sebagian besar petani tidak memproses kompos adalah petani merasa menambah biaya dengan pembelian decomposer yang berarti ada penambahan biaya tanam. Di sisi lain pemupukan kompos hasilnya tidak dapat dirasakan langsung oleh petani melainkan beberapa tahun kemudian. Untuk itu, perlu ditingkatkan melalui sosialisasi ke masyarakat tentang manfaat dan keunggulan penggunaan pupuk organik baik dari segi ekonomi maupun perbaikan mutu lingkungan. Analisis Rap SIPT pada setiap dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya dan teknologi sebagaimana disajikan pada Gambar 25, 27, 29, dan 31 memperlihatkan, bahwa dari keempat dimensi yang dianalisis ternyata dimensi sosial budaya 52,37 memiliki nilai IkB paling tinggi, kemudian disusul oleh dimensi ekonomi 52,38, dimensi ekologi 49,35 dan yang paling rendah adalah dimensi teknologi 31,26. Dari nilai IkB setiap dimensi hasil analisis Rap SIPT dapat disimpulkan bahwa tidak ada satupun dimensi pengelolaan usaha tani pola SIPT di Kabupaten Cianjur yang termasuk kategori baik dan sebaliknya juga tidak ada satupun dimensi yang termasuk kategori buruk. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan bukan berarti semua nilai indeks dari setiap dimensi harus memiliki nilai yang sama besar akan tetapi dalam berbagai kondisi daerah tentu memiliki prioritas dimensi apa yang lebih dominan untuk menjadi perhatian. Prinsipnya adalah bagaimana supaya setiap dimensi tersebut berada pada kategori baik atau paling tidak cukup status keberlanjutannya. Skor indek keberlanjutan ditingkatkan dengan memperhatikan masing-masing atribut pada setiap dimensi yang dapat ditingkatkan kinerjanya. Nilai IkB untuk setiap dimensi berbeda-beda Gambar 34. Secara proporsional, terlihat nilai IkB dimensi ekologi dan dimensi teknologi termasuk dalam kategori kurang keberlanjutan, sedangkan dimensi lainnya 92 cukup berkelanjutan. Keberlanjutan usahatani pola SIPT dapat dicapai, maka kinerja atribut yang tergolong dimensi teknologi dan ekologi, perlu didorong secara optimal dan terpadu. Indek keberlanjutan dari masing-masing dimensi ini saling berinteraksi sehingga menjadi satu kesatuan indek keberlanjutan. Dengan demikian perubahan pada satu dimensi akan mempengaruhi dimensi lain dan berpengaruh terhadap total indek keberlanjutan. Perhatian tidak hanya dilihat dari besaran masing-masing dimensi, melainkan juga besarnya permasalahan pada atribut di setiap dimensi. Gambar 34 Diagram Layang kite diagram Nilai Indeks Keberlanjutan Parameter statistik yang dapat digunakan untuk menentukan kelayakan terhadap hasil kajian yang dilakukan adalah nilai stress dan koefisien determinasi R. Nilai stress dan R 2 berfungsi untuk menentukan perlu tidaknya penambahan atribut untuk memcerminkan dimensi yang dikaji secara akurat mendekati kondisi sebenarnya. Tabel 37 menyajikan nilai ”strees” dan R 2 Berdasarkan Tabel 37 untuk setiap dimensi atau multi dimensi memiliki nilai “stress” yang jauh lebih kecil dari 0,25. Nilai “stress” pada analisis dengan metode MDS sudah cukup memadai jika diperoleh nilai kurang 25 Fisheries.Com 2004. Semakin kecil nilai “stress” yang diperoleh berarti semakin baik kualitas analisis yang dilakukan. Berbeda dengan R untuk setiap dimensi maupun multi dimensi 2 , kualitas hasil analisis 93 semakin baik jika nilai koefisien determinasi semakin besar mendekati 1. Dengan demikian, dari kedua parameter nilai “stress” dan R 2 Nilai Stk menunjukan bahwa seluruh atribut yang digunakan pada analisis keberlanjutan SIPT di Kabupaten Cianjur sudah cukup baik dalam menerangkan keempat dimensi pembangunan yang dianalisis ekologi, ekonomi, sosial budaya dan teknologi. Tabel 37 Hasil analisis Monte Carlo untuk nilai IkB-SIPT dan masing-masing dimensi SIPT dengan selang kepercayaan 95 di Kabupaten Cianjur MD Ekologi Ekonomi Sosbud Teknologi Stress 0.15 0.15 0.14 0.14 0.14 R  0.95 0.91 0.95 0.95 0.95 ∑ Iterasi 3 2 2 2 2 Pengujian tingkat kepercayaan nilai indeks total maupun setiap dimensi digunakan analisis Monte Carlo MC. Analisis Monte Carlo sangat membantu dalam analisis Rap-SIPT untuk melihat pengaruh kesalahan pembuatan skor pada setiap atribut untuk masing-masing dimensi yang disebabkan oleh kesalahan prosedur atau pemahaman atribut. Variasi pemberian skor dikarenakan adanya perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda, kesalahan memasukan data, dan nilai “stress” yang terlalu tinggi. Dengan demikian hasil akhir analisis Rap-SIPT berupa IkB-SIPT di lokasi penelitian mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi. Tabel 38 Hasil analisis MC untuk nilai IkB-SIPT dan setiap dimensi sistem dengan selang kepercayaan 95 di Kabupaten Cianjur. Status Indeks Hasil MDS Hasil MC Perbedaan IkB-SIPT 46.34 46.54 0.20 Ekologi 49.35 41.75 0.16 Ekonomi 52.38 52.68 0.03 Sosial-Budaya 52.37 52.42 0,35 Teknologi 31.26 31.88 0.63 Berdasarkan Tabel 38 dapat dilihat bahwa nilai status indeks pola SIPT pada selang kepercayaan 95 didapatkan hasil yang tidak banyak mengalami perbedaan antara hasil analisis MDS dengan analisis MC. Perbedaan hasil analisis 94 yang relatif kecil pada Tabel 38 menunjukan bahwa analisis Rap-SIPT dengan metode MDS untuk menentukan keberlanjutan SIPT yang dikaji memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi, dan sekaligus dapat disimpulkan bahwa metode analisis Rap-SIPT yang dilakukan dapat digunakan sebagai salah satu alat evaluasi untuk menilai secara cepat keberlanjutan SIPT di suatu wilayahdaerah. Kecilnya perbedaan nilai indeks IkB antara hasil analisis metode MDS dengan MC mengindikasikan hal-hal : 1 kesalahan dalam pembuatan skor setiap atribut relatif kecil; 2 variasi pemberian skor akibat perbedaan opini relatif kecil. 3 Proses analisis yg dilakukan secara berulang-ulang stabil. 4 kesalahan pemasukan data dan 5 data yang hilang dapat dihindari.

5.5. Pengembangan SIPT